Larangan Jilbab di Olimpiade Paris: Gejala Islamofobia yang Dinormalisasi
Jum'at, 19 Juli 2024 - 16:27 WIB
Prancis melarang atlet perempuan dari negerinya mengenakan jilbab dalam Olimpiade Paris 2024 . Kebijakan ini mendapat kritik tajam dari para ahli hak asasi manusia dan memicu gelombang kemarahan.
Middle East Eye atau MEE melaporkan aktivis dan kelompok hak asasi manusia sudah jauh-jauh hari menyatakan keprihatinan bahwa fokus yang intens terhadap jilbab dan pakaian wanita Muslim secara umum di Prancis – sering kali berkedok laicite.
Ini adalah suatu bentuk sekularisme yang melarang simbol-simbol agama di lembaga-lembaga negara. Menurut mereka, tindakan ini sebagai gejala Islamofobia yang dinormalisasi.
Amnesty International dalam laporannya menyatakan, berdasarkan hukum internasional, netralitas negara atau sekularisme bukanlah alasan yang sah untuk menerapkan pembatasan terhadap kebebasan berekspresi dan beragama.
“Namun, selama beberapa tahun, pihak berwenang Prancis telah mempersenjatai konsep-konsep ini untuk membenarkan pemberlakuan undang-undang dan kebijakan yang secara tidak proporsional berdampak pada perempuan dan anak perempuan Muslim… yang dipicu oleh prasangka, rasisme, dan Islamofobia berbasis gender,” tambah organisasi tersebut.
Di Prancis, pegawai negeri dilarang mengenakan simbol agama di tempat kerja, dan remaja Muslim dilarang mengenakan jilbab di sekolah. September lalu, pemerintah juga melarang penggunaan pakaian abaya di lembaga pendidikan negeri.
“Tidak ada pembuat kebijakan yang boleh mendikte apa yang boleh atau tidak boleh dikenakan oleh seorang perempuan, dan tidak ada perempuan yang boleh dipaksa untuk memilih antara olahraga yang ia sukai atau keyakinannya, identitas budayanya, atau keyakinannya,” Anna Blus dari Amnesty menyimpulkan.
Middle East Eye atau MEE melaporkan aktivis dan kelompok hak asasi manusia sudah jauh-jauh hari menyatakan keprihatinan bahwa fokus yang intens terhadap jilbab dan pakaian wanita Muslim secara umum di Prancis – sering kali berkedok laicite.
Ini adalah suatu bentuk sekularisme yang melarang simbol-simbol agama di lembaga-lembaga negara. Menurut mereka, tindakan ini sebagai gejala Islamofobia yang dinormalisasi.
Amnesty International dalam laporannya menyatakan, berdasarkan hukum internasional, netralitas negara atau sekularisme bukanlah alasan yang sah untuk menerapkan pembatasan terhadap kebebasan berekspresi dan beragama.
Baca Juga
“Namun, selama beberapa tahun, pihak berwenang Prancis telah mempersenjatai konsep-konsep ini untuk membenarkan pemberlakuan undang-undang dan kebijakan yang secara tidak proporsional berdampak pada perempuan dan anak perempuan Muslim… yang dipicu oleh prasangka, rasisme, dan Islamofobia berbasis gender,” tambah organisasi tersebut.
Di Prancis, pegawai negeri dilarang mengenakan simbol agama di tempat kerja, dan remaja Muslim dilarang mengenakan jilbab di sekolah. September lalu, pemerintah juga melarang penggunaan pakaian abaya di lembaga pendidikan negeri.
“Tidak ada pembuat kebijakan yang boleh mendikte apa yang boleh atau tidak boleh dikenakan oleh seorang perempuan, dan tidak ada perempuan yang boleh dipaksa untuk memilih antara olahraga yang ia sukai atau keyakinannya, identitas budayanya, atau keyakinannya,” Anna Blus dari Amnesty menyimpulkan.
(mhy)
Lihat Juga :