Hukum Transplantasi Menurut Islam, Begini Pendapat Quraish Shihab
Sabtu, 27 Juli 2024 - 17:05 WIB
Prof Dr Quraish Shihab mengatakan seandainya tidak ada perintah rinci dari hadis tentang keharusan berobat, maka prinsip- prinsip pokok yang diangkat dari Al-Quran dan hadis cukup untuk dijadikan dasar dalam upaya kesehatan dan pengobatan.
Dia menyebut persoalan transplantasi, baik dari donor hidup maupun donor yang telah meninggal dunia. "Beberapa prinsip dan kesepakatan dalam bidang hukum agama yang berkaitan dengan topik bahasan ini dapat membantu menemukan pandangan Islam dalam persoalan dimaksud," ujar Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Mizan, 2007).
Menurutnya, prinsip-prinsip dimaksud antara lain adalah:
1. Agama Islam bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, kesehatan, dan harta benda umat manusia.
2. Anggota badan dan jiwa manusia merupakan milik Allah yang dianugerahkan-Nya untuk dimanfaatkan, bukan untuk disalahgunakan atau diperjualbelikan.
3. Penghormatan dan hak-hak asasi yang dianugerahkan-Nya mencakup seluruh manusia, tanpa membedakan ras atau agama.
4. Terlarang merendahkan derajat manusia, baik yang hidup, maupun yang telah wafat.
5. Jika bertentangan kepentingan antara orang yang hidup dan orang yang telah wafat, maka dahulukanlah kepentingan orang yang hidup.
Dari prinsip-prinsip ini, kata Quraish, banyak ulama kontemporer menetapkan bahwa transplantasi dapat dibenarkan selama tidak diperjualbelikan, dan selama kehormatan manusia --yang hidup maupun yang mati-- terjaga sepenuhnya. "Salah satu jaminan tidak adanya pelecehan adalah izin dan pihak keluarga," ujarnya.
Alasan penolakan yang sering terdengar dari kalangan orang kebanyakan (awam) bahwa setelah si penerima donor sehat, ia mungkin dapat menyalahgunakan kesehatannya, dan ini dapat mengakibatkan dosa, terutama bagi "pemilik" organ (jenazah), atau orang yang mengizinkan.
Quraish Shihab mengatakan alasan ini, pada hakikatnya tidak sepenuhnya dapat diterima. Kemurahan dan keadilan Tuhan mengantar-Nya untuk tidak menuntut pertanggungjawaban dari seseorang terhadap sesuatu yang tidak dikerjakannya secara sadar, karena hakikat manusia bukan organ dan jasmaninya:
"Allah tidak memandang kepada jasad dan rupa kamu, tetapi memandang hati dan perbuatan kamu." Demikian sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Muslim.
Di samping itu, izin yang diharuskan itu, telah dapat mengurangi kalau enggan berkata "menghilangkan" kekhawatiran di atas. Kalau niat pemberi izin untuk membantu sesama manusia, dan dia menduga keras bahwa bantuan tersebut tidak akan disalahgunakan, maka kalaupun ternyata dugaannya keliru, maka ia bebas dari dosa. Sebaliknya, jika yang memberi izin sudah menduga keras akan terjadinya penyalahgunaan, maka tentu saja ia tidak terbebaskan dari dosa. Di sini terlihat pula peranan izin.
Baca juga: Menkes Bilang UU Kesehatan Mempermudah Transplantasi Organ
Dapat ditambahkan, kata Quraish, bahwa Al-Quran menegaskan bahwa, "Barang siapa yang menghidupkan seseorang, maka dia bagaikan menghidupkan manusia semuanya..." ( QS Al-Maidah [5) : 32).
"Menghidupkan" di sini bukan saja yang berarti "memelihara kehidupan", tetapi juga dapat mencakup upaya "memperpanjang harapan hidup" dengan cara apa pun yang tidak melanggar hukum.
Demikian, satu contoh, bagaimana ayat-ayat Al-Quran dipahami dalam konteks peristiwa paling mutakhir dalam bidang kesehatan.
Namun dalam ajaran Islam juga ditekankan bahwa obat dan upaya hanyalah "sebab", sedangkan penyebab sesungguhnya di balik sebab atau upaya itu adalah Allah SWT, seperti ucapan Nabi Ibrahim as yang diabadikan Al-Quran dalam surat Al-Syu'ara' (26) : 80. "Apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkan aku."
Dia menyebut persoalan transplantasi, baik dari donor hidup maupun donor yang telah meninggal dunia. "Beberapa prinsip dan kesepakatan dalam bidang hukum agama yang berkaitan dengan topik bahasan ini dapat membantu menemukan pandangan Islam dalam persoalan dimaksud," ujar Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Mizan, 2007).
Menurutnya, prinsip-prinsip dimaksud antara lain adalah:
1. Agama Islam bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, kesehatan, dan harta benda umat manusia.
2. Anggota badan dan jiwa manusia merupakan milik Allah yang dianugerahkan-Nya untuk dimanfaatkan, bukan untuk disalahgunakan atau diperjualbelikan.
3. Penghormatan dan hak-hak asasi yang dianugerahkan-Nya mencakup seluruh manusia, tanpa membedakan ras atau agama.
4. Terlarang merendahkan derajat manusia, baik yang hidup, maupun yang telah wafat.
5. Jika bertentangan kepentingan antara orang yang hidup dan orang yang telah wafat, maka dahulukanlah kepentingan orang yang hidup.
Dari prinsip-prinsip ini, kata Quraish, banyak ulama kontemporer menetapkan bahwa transplantasi dapat dibenarkan selama tidak diperjualbelikan, dan selama kehormatan manusia --yang hidup maupun yang mati-- terjaga sepenuhnya. "Salah satu jaminan tidak adanya pelecehan adalah izin dan pihak keluarga," ujarnya.
Alasan penolakan yang sering terdengar dari kalangan orang kebanyakan (awam) bahwa setelah si penerima donor sehat, ia mungkin dapat menyalahgunakan kesehatannya, dan ini dapat mengakibatkan dosa, terutama bagi "pemilik" organ (jenazah), atau orang yang mengizinkan.
Quraish Shihab mengatakan alasan ini, pada hakikatnya tidak sepenuhnya dapat diterima. Kemurahan dan keadilan Tuhan mengantar-Nya untuk tidak menuntut pertanggungjawaban dari seseorang terhadap sesuatu yang tidak dikerjakannya secara sadar, karena hakikat manusia bukan organ dan jasmaninya:
"Allah tidak memandang kepada jasad dan rupa kamu, tetapi memandang hati dan perbuatan kamu." Demikian sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Muslim.
Di samping itu, izin yang diharuskan itu, telah dapat mengurangi kalau enggan berkata "menghilangkan" kekhawatiran di atas. Kalau niat pemberi izin untuk membantu sesama manusia, dan dia menduga keras bahwa bantuan tersebut tidak akan disalahgunakan, maka kalaupun ternyata dugaannya keliru, maka ia bebas dari dosa. Sebaliknya, jika yang memberi izin sudah menduga keras akan terjadinya penyalahgunaan, maka tentu saja ia tidak terbebaskan dari dosa. Di sini terlihat pula peranan izin.
Baca juga: Menkes Bilang UU Kesehatan Mempermudah Transplantasi Organ
Dapat ditambahkan, kata Quraish, bahwa Al-Quran menegaskan bahwa, "Barang siapa yang menghidupkan seseorang, maka dia bagaikan menghidupkan manusia semuanya..." ( QS Al-Maidah [5) : 32).
"Menghidupkan" di sini bukan saja yang berarti "memelihara kehidupan", tetapi juga dapat mencakup upaya "memperpanjang harapan hidup" dengan cara apa pun yang tidak melanggar hukum.
Demikian, satu contoh, bagaimana ayat-ayat Al-Quran dipahami dalam konteks peristiwa paling mutakhir dalam bidang kesehatan.
Namun dalam ajaran Islam juga ditekankan bahwa obat dan upaya hanyalah "sebab", sedangkan penyebab sesungguhnya di balik sebab atau upaya itu adalah Allah SWT, seperti ucapan Nabi Ibrahim as yang diabadikan Al-Quran dalam surat Al-Syu'ara' (26) : 80. "Apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkan aku."
(mhy)