Hukum Melihat Aurat Sesama Jenis, Begini Penjelasan Syaikh Al-Qardhawi
Jum'at, 09 Agustus 2024 - 16:45 WIB
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan di antara yang harus ditundukkannya pandangan, ialah kepada aurat . Karena Rasulullah SAW telah melarangnya sekalipun antara laki-laki dengan laki-laki atau antara perempuan dengan perempuan baik dengan syahwat ataupun tidak.
Sabda Rasulullah SAW: "Seseorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan begitu juga perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain, dan tidak boleh seorang laki-laki bercampur dengan laki-laki lain dalam satu pakaian, dan begitu juga perempuan dengan perempuan lain bercampur dalam satu pakaian." (Riwayat Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi)
"Aurat laki-laki yang tidak boleh dilihat oleh laki-laki lain atau aurat perempuan yang tidak boleh dilihat oleh perempuan lain, yaitu antara pusar dan lutut, sebagaimana yang diterangkan dalam Hadis Nabi ," tulis Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993).
Akan tetapi sementara ulama, seperti Ibnu Hazm dan sebagian ulama Maliki berpendapat, bahwa paha itu bukan aurat.
Sedangkan aurat perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki lain ialah seluruh badannya kecuali muka dan dua tapak tangan.
Semua aurat yang haram dilihat, baik dilihat ataupun disentuh, adalah dengan syarat dalam keadaan normal (tidak terpaksa dan tidak memerlukan).
Akan tetapi jika dalam keadaan terpaksa seperti untuk mengobati, maka haram tersebut bisa hilang. Tetapi bolehnya melihat itu dengan syarat tidak akan menimbulkan fitnah dan tidak ada syahwat. "Kalau ada fitnah atau syahwat, maka kebolehan tersebut bisa hilang juga justru untuk menutup pintu bahaya," ujar Al-Qardhawi.
Batas Melihat Aurat
Al-Qardhawi mengatakan perempuan melihat laki-laki tidak pada auratnya, yaitu di bagian atas pusar dan di bawah lutut, hukumnya mubah, selama tidak diikuti dengan syahwat atau tidak dikawatirkan akan menimbulkan fitnah.
Rasulullah sendiri pernah memberikan izin kepada Aisyah untuk menyaksikan orang-orang Habasyi yang sedang mengadakan permainan di masjid Madinah sampai lama sekali sehingga dia bosan dan pergi.
Menurut al-Qardhawi, yang seperti ini ialah seorang laki-laki melihat perempuan tidak kepada auratnya, yaitu di bagian muka dan dua tapak tangan, hukumnya mubah selama tidak diikuti dengan syahwat atau tidak dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
Aisyah meriwayatkan, bahwa saudaranya yaitu Asma' binti Abubakar pernah masuk di rumah Nabi dengan berpakaian jarang sehingga tampak kulitnya. Kemudian beliau berpaling dan mengatakan:
"Hai Asma'! Sesungguhnya seorang perempuan apabila sudah datang waktu haidh, tidak patut diperlihatkan tubuhnya itu, melainkan ini dan ini -- sambil ia menunjuk muka dan dua tapak tangannya." (Riwayat Abu Daud)
Dalam hadis ini ada kelemahan, tetapi diperkuat dengan hadis-hadis lain yang membolehkan melihat muka dan dua tapak tangan ketika diyakinkan tidak akan membawa fitnah.
Ringkasnya, kata al-Qardhawi,bahwa melihat biasa bukan kepada aurat baik terhadap laki-laki atau perempuan, selama tidak berulang dan menjurus yang pada umumnya untuk kemesraan dan tidak membawa fitnah, hukumnya tetap halal.
Salah satu kelapangan Islam, yaitu: Dia membolehkan melihat yang sifatnya mendadak pada bagian yang seharusnya tidak boleh, seperti tersebut dalam riwayat di bawah ini:
"Dari Jarir bin Abdullah, ia berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah SAW tentang melihat dengan mendadak. Maka jawab Nabi: Palingkanlah pandanganmu itu!" (Riwayat Ahmad, Muslim, Abu Daud dan Tarmizi) -- yakni: Jangan kamu ulangi melihat untuk kedua kalinya.
Sabda Rasulullah SAW: "Seseorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan begitu juga perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain, dan tidak boleh seorang laki-laki bercampur dengan laki-laki lain dalam satu pakaian, dan begitu juga perempuan dengan perempuan lain bercampur dalam satu pakaian." (Riwayat Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi)
"Aurat laki-laki yang tidak boleh dilihat oleh laki-laki lain atau aurat perempuan yang tidak boleh dilihat oleh perempuan lain, yaitu antara pusar dan lutut, sebagaimana yang diterangkan dalam Hadis Nabi ," tulis Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993).
Akan tetapi sementara ulama, seperti Ibnu Hazm dan sebagian ulama Maliki berpendapat, bahwa paha itu bukan aurat.
Baca Juga
Sedangkan aurat perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki lain ialah seluruh badannya kecuali muka dan dua tapak tangan.
Semua aurat yang haram dilihat, baik dilihat ataupun disentuh, adalah dengan syarat dalam keadaan normal (tidak terpaksa dan tidak memerlukan).
Akan tetapi jika dalam keadaan terpaksa seperti untuk mengobati, maka haram tersebut bisa hilang. Tetapi bolehnya melihat itu dengan syarat tidak akan menimbulkan fitnah dan tidak ada syahwat. "Kalau ada fitnah atau syahwat, maka kebolehan tersebut bisa hilang juga justru untuk menutup pintu bahaya," ujar Al-Qardhawi.
Batas Melihat Aurat
Al-Qardhawi mengatakan perempuan melihat laki-laki tidak pada auratnya, yaitu di bagian atas pusar dan di bawah lutut, hukumnya mubah, selama tidak diikuti dengan syahwat atau tidak dikawatirkan akan menimbulkan fitnah.
Rasulullah sendiri pernah memberikan izin kepada Aisyah untuk menyaksikan orang-orang Habasyi yang sedang mengadakan permainan di masjid Madinah sampai lama sekali sehingga dia bosan dan pergi.
Baca Juga
Menurut al-Qardhawi, yang seperti ini ialah seorang laki-laki melihat perempuan tidak kepada auratnya, yaitu di bagian muka dan dua tapak tangan, hukumnya mubah selama tidak diikuti dengan syahwat atau tidak dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
Aisyah meriwayatkan, bahwa saudaranya yaitu Asma' binti Abubakar pernah masuk di rumah Nabi dengan berpakaian jarang sehingga tampak kulitnya. Kemudian beliau berpaling dan mengatakan:
"Hai Asma'! Sesungguhnya seorang perempuan apabila sudah datang waktu haidh, tidak patut diperlihatkan tubuhnya itu, melainkan ini dan ini -- sambil ia menunjuk muka dan dua tapak tangannya." (Riwayat Abu Daud)
Dalam hadis ini ada kelemahan, tetapi diperkuat dengan hadis-hadis lain yang membolehkan melihat muka dan dua tapak tangan ketika diyakinkan tidak akan membawa fitnah.
Ringkasnya, kata al-Qardhawi,bahwa melihat biasa bukan kepada aurat baik terhadap laki-laki atau perempuan, selama tidak berulang dan menjurus yang pada umumnya untuk kemesraan dan tidak membawa fitnah, hukumnya tetap halal.
Salah satu kelapangan Islam, yaitu: Dia membolehkan melihat yang sifatnya mendadak pada bagian yang seharusnya tidak boleh, seperti tersebut dalam riwayat di bawah ini:
"Dari Jarir bin Abdullah, ia berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah SAW tentang melihat dengan mendadak. Maka jawab Nabi: Palingkanlah pandanganmu itu!" (Riwayat Ahmad, Muslim, Abu Daud dan Tarmizi) -- yakni: Jangan kamu ulangi melihat untuk kedua kalinya.
(mhy)