Beragam Bentuk Ujian Hidup Manusia di Dunia, Apa Saja?
Rabu, 14 Agustus 2024 - 10:29 WIB
Salah satu tanda Allah menyayangi hamba-Nya adalah dengan memberikan ujian hidup . Apa dan bagaimana bentuk ujian hidup manusia ini di dunia? Berikut penjelasannya
Dikutip dari ceramah Ustadz Amir Sahidin MAg, dijelaskan bahwa dalam berbagai literatur Islam yang ada, setidaknya ada lima bentuk ujian manusia yang hendaknya disadari. Yaitu, (1) ujian perintah wajib yang harus dijalankan; (2) larangan wajib yang harus ditinggalkan; (3) kenikmatan yang harus disyukuri; (4) kesusahan yang harus bersabar dengannya; dan (5) ujian dari musuh-musuh Islam, baik dari kalangan jin maupun manusia.
Adapun penjelasan dari kelima hal tersebut adalah sebagai berikut.
Terkait perintah-perintah ini, Rasulullah bersabda,
“Apa yang aku larang hendaknya kalian menjauhinya dan apa-apa yang aku perintahkan kepada kalian hendaknya kalian melakukannya semampu kalian.” (HR. Al-Bukhari no. 7288; HR. Muslim no. 1337)
Dari hadis tersebut terlihat bahwa kewajiban-kewajiban yang Allah bebankan merupakan ujian untuk dikerjakan semampunya bukan semaunya. Untuk itu, mari kita mengingat kembali kisah Nabi Ibarahim ‘alaihissalam, di mana Allah mengujinya dengan perintah yang wajib untuk dikerjakan.
Bahkan perintah tersebut, merupakan perintah di luar nalar manusiawi, yaitu perintah untuk menyembelih anaknya sendiri, Ismail yang sudah lama ditinggal di padang pasir tandus.
Namun demikian, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tetap melaksanakan perintah itu, hingga ia dinyatakan lulus atas ujian tersebut (QS. Al-Shaffat: 102-107). Karena itulah, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam sangat layak dinyatakan sebagai kekasih Allah (khalilullah) lantaran kepatuhannya dalam melaksanakan perintah-perintah yang telah diberikan.
Maka, sesiapa yang taat dan selalu mematuhi perintah-perintah Allah, ia layak dinyatakan sebagai pemilik iman yang jujur dan layak dinyatakan sebagai kekasih Allah.
Untuk itu, mari kita mengingat kembali kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam, di mana Allah mengujinya dengan larangan yang harus ditinggalkan. Nabi Yusuf ‘alaihissalam diuji dengan makar dan rayuan istri seorang raja (imra’ah al-aziz) yang terpesona oleh ketampanannya.
Namun demikian, Nabi Yusuf ‘alaihissalam tidak tergoda untuk melakukan perbuatan keji tersebut dan lulus dalam menghadapinya (QS. Yusuf: 23-24). Karena kelulusan itulah Allah jadikan ia sebagai salah satu pembesar dan orang penting dalam kerajaan.
Tidak hanya itu, Nabi Yusuf ‘alaihissalam juga dapat digolongkan dan dijadikan contoh seorang yang mendapat perlindungan Allah di hari tiada lindungan kecuali lindungan-Nya. Yaitu, seorang lelaki yang diajak oleh wanita cantik lagi hartawan untuk berzina, namun ia meninggalkannya lantaran takut kepada Allah (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Maka, sesiapa yang taat dan selalu menjauhi larangan-larangan Allah, ia layak dinyatakan sebagai pemilik iman yang jujur dan layak mendapatkan naungan Allah Ta’ala di hari kiamat.
Untuk itu, mari kita mengingat kembali kisah Nabi Sulaiman ‘alaihissalam, di mana Allah mengujinya dengan kenikmatan yang amat agung. Kenikmatan tersebut berupa kerajaan yang menjulang tinggi, pasukan yang kuat dari kalangan jin dan bintang, dan kemampuan berbicara dengan binatang serta mengendalikan awan (Al-Qurthubi, al-Jami’ li al-Ahkam Al-Qur’an, 15/202).
Namun, ini semua merupakan ujian Allah yang disadari oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam, sehingga ia berkata sebagaimana yang diabadikan Allah dalam firman-Nya,
“Ini termasuk karunia Rabbku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barang siapa ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Mahakaya, Mahamulia.” (QS. Al-Naml: 40).
Dengan kesadaran tersebut, Nabi Sulaiman ‘alaihissalam lulus dari ujian itu lantaran ia selalu menggunakan kenikmatan tersebut guna mendekatkan diri kepada Allah. Allah pun mengabarkan bahwa ia termasuk sebaik-baik hamba karena ketaatan dan rasa syukurnya (QS. Shad: 30).
Maka, siapa yang senantiasa bersyukur atas karunia yang Allah berikan, ia layak dinyatakan sebagai pemilik iman yang jujur dan layak mendapatkan gelar sebagai sebaik-baik hamba.
Untuk itu, mari kita mengingat kembali kisah Nabi Ayub ‘alaihissalam, di mana Allah mengujinya dengan penyakit yang menyerang seluruh tubuhnya, kecuali hati dan lisannya. Sehingga dengan keduanya ia selalu berbaik sangka dan berdzikir kepada Allah Ta’ala.
Bahkan karena penyakit yang begitu parah, Nabi Ayub dijauhi masyarakat dan orang-orang terdekatnya, hingga diasingkan di dekat pembuangan sampah (Al-Syaqawi, Qishah Nabiyillah Ayyub, 1). Namun, dalam kondisi demikian Nabi Ayub ‘alaihissalam tetap bersabar, hingga Allah pun menyatakan lulus dan menyembuhkannya dari segala penyakit tersebut.
Demikianlah Nabi Ayub ‘alaihissalam lulus dan Allah kabarkan kepadanya, bahwa ia termasuk dari sebaik-baik hamba karena ketaatan dan kesabarannya atas musibah yang diberikan (QS. Shad: 38). Maka, siapa yang senantiasa bersabar atas musibah dan kesusahan yang ada, ia layak dinyatakan sebagai pemilik iman yang jujur dan layak mendapatkan gelar sebagai sebaik-baik hamba.
Untuk itu, peperangan antara haq dan batil akan terus ada hingga hari kiamat. Semua ini merupakan ujian, agar manusia kembali mengingat Tuhannya, memerhatikan urusan saudaranya, dan menjaga ukhuwah serta persatuan Islam.
Oleh karenanya, mari kita mengingat kembali kisah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau selalu mendapat hinaan, cacian, siksaan, bahkan mendapat ancaman serta konspirasi pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Makkah dan jin yang menyamar menjadi manusia.
Namun demikian, Rasulullah tidak gentar dalam menyuarakan kebenaran. Rasulullah pun sangat memperhatikan urusan kaum muslimin dan bekerja sama untuk menjalin ukhuwah Islam demi tercapainya cita-cita mulia, yaitu membebaskan manusia dari peribadahan selain Allah, menuju kesucian ibadah hanya kepada-Nya.
Untuk itu, beliau adalah sebaik-baik nabi dan rasul yang diutus untuk seluruh manusia hingga hari kiamat. Sehingga siapa yang mencintai dan mengikuti jejak beliau, maka ia merupakan pemilik iman yang jujur dan akan masuk surga bersama kekasih tercintanya, Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.
Wallahu A'lam
Dikutip dari ceramah Ustadz Amir Sahidin MAg, dijelaskan bahwa dalam berbagai literatur Islam yang ada, setidaknya ada lima bentuk ujian manusia yang hendaknya disadari. Yaitu, (1) ujian perintah wajib yang harus dijalankan; (2) larangan wajib yang harus ditinggalkan; (3) kenikmatan yang harus disyukuri; (4) kesusahan yang harus bersabar dengannya; dan (5) ujian dari musuh-musuh Islam, baik dari kalangan jin maupun manusia.
Adapun penjelasan dari kelima hal tersebut adalah sebagai berikut.
1. Ujian Perintah yang Harus Dikerjakan
Dalam Islam banyak sekali perintah-perintah yang wajib untuk dikerjakan, sepeti shalat, zakat, puasa, haji bila mampu, berbakti kepada orang tua, berkata jujur, dan menepati janji. Semua ini merupakan ujian manusia yang Allah berikan untuk menguji sesiapa yang imannya jujur dan sesiapa yang imannya dusta.Terkait perintah-perintah ini, Rasulullah bersabda,
مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Apa yang aku larang hendaknya kalian menjauhinya dan apa-apa yang aku perintahkan kepada kalian hendaknya kalian melakukannya semampu kalian.” (HR. Al-Bukhari no. 7288; HR. Muslim no. 1337)
Dari hadis tersebut terlihat bahwa kewajiban-kewajiban yang Allah bebankan merupakan ujian untuk dikerjakan semampunya bukan semaunya. Untuk itu, mari kita mengingat kembali kisah Nabi Ibarahim ‘alaihissalam, di mana Allah mengujinya dengan perintah yang wajib untuk dikerjakan.
Bahkan perintah tersebut, merupakan perintah di luar nalar manusiawi, yaitu perintah untuk menyembelih anaknya sendiri, Ismail yang sudah lama ditinggal di padang pasir tandus.
Namun demikian, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tetap melaksanakan perintah itu, hingga ia dinyatakan lulus atas ujian tersebut (QS. Al-Shaffat: 102-107). Karena itulah, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam sangat layak dinyatakan sebagai kekasih Allah (khalilullah) lantaran kepatuhannya dalam melaksanakan perintah-perintah yang telah diberikan.
Maka, sesiapa yang taat dan selalu mematuhi perintah-perintah Allah, ia layak dinyatakan sebagai pemilik iman yang jujur dan layak dinyatakan sebagai kekasih Allah.
2. Ujian Larangan yang Harus Ditinggalkan
Dalam Islam juga banyak larangan yang harus ditinggalkan, seperti minum-minuman keras atau mabuk, berjudi, berzina, berdusta, korupsi, menipu, dan berkhianat. Semua larangan tersebut merupakan ujian manusia yang Allah berikan untuk ditinggalkan.Untuk itu, mari kita mengingat kembali kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam, di mana Allah mengujinya dengan larangan yang harus ditinggalkan. Nabi Yusuf ‘alaihissalam diuji dengan makar dan rayuan istri seorang raja (imra’ah al-aziz) yang terpesona oleh ketampanannya.
Namun demikian, Nabi Yusuf ‘alaihissalam tidak tergoda untuk melakukan perbuatan keji tersebut dan lulus dalam menghadapinya (QS. Yusuf: 23-24). Karena kelulusan itulah Allah jadikan ia sebagai salah satu pembesar dan orang penting dalam kerajaan.
Tidak hanya itu, Nabi Yusuf ‘alaihissalam juga dapat digolongkan dan dijadikan contoh seorang yang mendapat perlindungan Allah di hari tiada lindungan kecuali lindungan-Nya. Yaitu, seorang lelaki yang diajak oleh wanita cantik lagi hartawan untuk berzina, namun ia meninggalkannya lantaran takut kepada Allah (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Maka, sesiapa yang taat dan selalu menjauhi larangan-larangan Allah, ia layak dinyatakan sebagai pemilik iman yang jujur dan layak mendapatkan naungan Allah Ta’ala di hari kiamat.
3. Ujian Kenikmatan yang Harus Disyukuri
Dalam kehidupan manusia, Allah telah banyak sekali mengaruniakan nikmat, baik yang terlihat, seperti harta, kesehatan, dan keluarga, maupun nikmat yang tak terlihat, seperti sel dalam tubuh, syaraf-syaraf, nafas, dan akal. Semua ini merupakan bentuk ujian manusia yang Allah berikan kepada para hamba-Nya agar mereka pandai bersyukur atas karunia yang telah diberikan atasnya.Untuk itu, mari kita mengingat kembali kisah Nabi Sulaiman ‘alaihissalam, di mana Allah mengujinya dengan kenikmatan yang amat agung. Kenikmatan tersebut berupa kerajaan yang menjulang tinggi, pasukan yang kuat dari kalangan jin dan bintang, dan kemampuan berbicara dengan binatang serta mengendalikan awan (Al-Qurthubi, al-Jami’ li al-Ahkam Al-Qur’an, 15/202).
Namun, ini semua merupakan ujian Allah yang disadari oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam, sehingga ia berkata sebagaimana yang diabadikan Allah dalam firman-Nya,
هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّيْ غَنِيٌّ كَرِيْمٌ
“Ini termasuk karunia Rabbku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barang siapa ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Mahakaya, Mahamulia.” (QS. Al-Naml: 40).
Dengan kesadaran tersebut, Nabi Sulaiman ‘alaihissalam lulus dari ujian itu lantaran ia selalu menggunakan kenikmatan tersebut guna mendekatkan diri kepada Allah. Allah pun mengabarkan bahwa ia termasuk sebaik-baik hamba karena ketaatan dan rasa syukurnya (QS. Shad: 30).
Maka, siapa yang senantiasa bersyukur atas karunia yang Allah berikan, ia layak dinyatakan sebagai pemilik iman yang jujur dan layak mendapatkan gelar sebagai sebaik-baik hamba.
4. Ujian Kesusahan yang Harus Disabari
Selain dari kenikmatan yang Allah karuniakan, dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak akan terlepas dari sesuatu yang tidak disenangi, baik berupa musibah, penyakit, kesusahan, maupun berbagai hal yang tidak sesuai dengan harapan. Semua itu merupakan ujian yang Allah berikan agar seseorang menjadi insan yang pandai bersabar.Untuk itu, mari kita mengingat kembali kisah Nabi Ayub ‘alaihissalam, di mana Allah mengujinya dengan penyakit yang menyerang seluruh tubuhnya, kecuali hati dan lisannya. Sehingga dengan keduanya ia selalu berbaik sangka dan berdzikir kepada Allah Ta’ala.
Bahkan karena penyakit yang begitu parah, Nabi Ayub dijauhi masyarakat dan orang-orang terdekatnya, hingga diasingkan di dekat pembuangan sampah (Al-Syaqawi, Qishah Nabiyillah Ayyub, 1). Namun, dalam kondisi demikian Nabi Ayub ‘alaihissalam tetap bersabar, hingga Allah pun menyatakan lulus dan menyembuhkannya dari segala penyakit tersebut.
Demikianlah Nabi Ayub ‘alaihissalam lulus dan Allah kabarkan kepadanya, bahwa ia termasuk dari sebaik-baik hamba karena ketaatan dan kesabarannya atas musibah yang diberikan (QS. Shad: 38). Maka, siapa yang senantiasa bersabar atas musibah dan kesusahan yang ada, ia layak dinyatakan sebagai pemilik iman yang jujur dan layak mendapatkan gelar sebagai sebaik-baik hamba.
5. Ujian dari Musuh-Musuh Allah
Selain ujian perintah-larangan dan kenikmatan-kesusahan, bentuk ujian manusia yang lain adalah adanya musuh-musuh Islam, baik dari kalangan jin maupun manusia (QS. Fatir: 6; QS. Al-Nas: 6).Untuk itu, peperangan antara haq dan batil akan terus ada hingga hari kiamat. Semua ini merupakan ujian, agar manusia kembali mengingat Tuhannya, memerhatikan urusan saudaranya, dan menjaga ukhuwah serta persatuan Islam.
Oleh karenanya, mari kita mengingat kembali kisah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau selalu mendapat hinaan, cacian, siksaan, bahkan mendapat ancaman serta konspirasi pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Makkah dan jin yang menyamar menjadi manusia.
Namun demikian, Rasulullah tidak gentar dalam menyuarakan kebenaran. Rasulullah pun sangat memperhatikan urusan kaum muslimin dan bekerja sama untuk menjalin ukhuwah Islam demi tercapainya cita-cita mulia, yaitu membebaskan manusia dari peribadahan selain Allah, menuju kesucian ibadah hanya kepada-Nya.
Untuk itu, beliau adalah sebaik-baik nabi dan rasul yang diutus untuk seluruh manusia hingga hari kiamat. Sehingga siapa yang mencintai dan mengikuti jejak beliau, maka ia merupakan pemilik iman yang jujur dan akan masuk surga bersama kekasih tercintanya, Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.
Wallahu A'lam
(wid)