4 Versi Asbabun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 115
Kamis, 03 Oktober 2024 - 14:28 WIB
Perlakuan yang amat simpatik kepada kaum muslim dan sikapnya yang penuh pengertian kepada ajaran Islam yang menyebabkan turunnya firman Allah yang lain, yang menegaskan bahwa sedekat-dekat umat manusia dalam rasa cintanya kepada kaum muslim ialah "mereka yang berkata, "Kami adalah orang-orang Nasrani" (QS al-Maidah/6:82). Dan Nabi dalam memerintahkan sahabat beliau untuk melakukan salat jenazah bagi Najasyah menggambarkan raja Habasyah itu sebagai "saudara" kaum beriman.
Dari balik pertanyaan sementara Sahabat di atas itu dapat diketahui dengan jelas bahwa sekalipun Najasyi adalah seorang Kristen, namun Nabi memerintahkan mereka berdoa baginya, mengingat jasa-jasanya yang besar itu. Dan firman Allah yang terkait itu, menurut versi penuturan ashab al-nuzul ini, menegaskan bahwa masalah kemanapun orang menghadap dalam sembahyang bukanlah perkara penting. Yang penting ialah sikap batin yang ada dalam dada. Sebab, seperti difirmankan di tempat lain, setiap kelompok manusia mempunyai arah (wijhah) ke mana mereka menghadap atau berorientasi.
Dan umat manusia dalam orientasi yang berbeda-beda itu hendaknya berlomba menuju kepada berbagai kebaikan, tanpa terlalu banyak mempersoalkan perbedaan antara mereka. Lengkapnya, firman Allah itu, terjemahnya, kurang lebih adalah demikian:
Dan bagi setiap (kelompok manusia) ada arah (wijhah) yang kepadanya kelompok itu menghadap. Maka berlomba-lombalah kamu sekalian untuk berbagai kebaikan. Di (kelompok) manapun kamu berada, Allah akan mengumpulkan kamu semua. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. al-Baqarah/2:148).
Jadi firman Allah tentang "timur dan barat" tersebut di atas mempunyai kemungkinan implikasi dan aplikasi yang luas.
Keempat, versi tentang sebab turunnya firman itu menyangkut kaum Yahudi Madinah. Menurut penuturan ibn Abi Thalhah, ketika Nabi dengan izin Allah mengubah kiblat sembahyang dari arah Yerusalem menjadi ke arah Makkah, kaum Yahudi bertanya-tanya, mengapa ada perubahan yang mengesankan sikap tidak teguh dalam beragama serupa itu?!
Firman Allah tersebut dimaksudkan untuk menampik ejekan kaum Yahudi dan menegaskan bahwa perkara arah menghadap dalam sembahyang bukanlah sedemikian prinsipilnya sehingga harus dikaitkan dengan permasalahan nilai keagamaan yang lebih mendalam seperti keteguhan atau konsistensi (istiqamah) sebagai ukuran kesejatian dan kepalsuan.
Sebab akhirnya semua penjuru angin, seperti barat dan timur, adalah milik Allah semata, tanpa kelebihan nilai salah satu atas yang lain.
Berkenaan dengan masalah itu bahkan turun firman yang menegaskan bahwa kebaikan tidaklah diperoleh hanya menghadapkan muka ke arah timur ataupun barat, melainkan karena hal-hal yang lebih sejati seperti iman kepada Allah yang selalu hadir (omnipresent) dalam hidup manusia sehari hari, percaya kepada adanya pertanggungjawaban pribadi mutlak di Hari Kemudian (Akhirat), dan berbuat kepada sesama manusia dan makhluk untuk dibawa ke Hadirat Tuhan di Akhirat nanti. Lengkapnya, firman berkenaan dengan masalah kiblat ini, terjemahnya adalah demikian:
"Bukanlah kebaikan itu bahwa kamu menghadapkan wajahmu ke arah timur atau barat. Tetapi kebaikan ialah jika orang beriman kepada Allah, Hari Kemudian, para Malaikat, Kitab Suci dan para Nabi; dan jika orang mendermakan hartanya, betapapun cintanya kepada harta itu, untuk kaum kerabat, yatim piatu, orang-orang miskin, orang terlantar di perjalanan, para peminta-minta, guna membebaskan budak; juga jika orang menegakkan sembahyang dan mengeluarkan zakat; serta mereka yang menepati janji jika mereka berjanji, dan tabah dalam menghadapi penderitaan dan kesusahan, serta dalam masa-masa sulit. Mereka itulah orang-orang yang benar (sejati dalam kebaikan), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa. ( QS al-Baqarah/2 :177).
Dari balik pertanyaan sementara Sahabat di atas itu dapat diketahui dengan jelas bahwa sekalipun Najasyi adalah seorang Kristen, namun Nabi memerintahkan mereka berdoa baginya, mengingat jasa-jasanya yang besar itu. Dan firman Allah yang terkait itu, menurut versi penuturan ashab al-nuzul ini, menegaskan bahwa masalah kemanapun orang menghadap dalam sembahyang bukanlah perkara penting. Yang penting ialah sikap batin yang ada dalam dada. Sebab, seperti difirmankan di tempat lain, setiap kelompok manusia mempunyai arah (wijhah) ke mana mereka menghadap atau berorientasi.
Dan umat manusia dalam orientasi yang berbeda-beda itu hendaknya berlomba menuju kepada berbagai kebaikan, tanpa terlalu banyak mempersoalkan perbedaan antara mereka. Lengkapnya, firman Allah itu, terjemahnya, kurang lebih adalah demikian:
Dan bagi setiap (kelompok manusia) ada arah (wijhah) yang kepadanya kelompok itu menghadap. Maka berlomba-lombalah kamu sekalian untuk berbagai kebaikan. Di (kelompok) manapun kamu berada, Allah akan mengumpulkan kamu semua. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. al-Baqarah/2:148).
Jadi firman Allah tentang "timur dan barat" tersebut di atas mempunyai kemungkinan implikasi dan aplikasi yang luas.
Keempat, versi tentang sebab turunnya firman itu menyangkut kaum Yahudi Madinah. Menurut penuturan ibn Abi Thalhah, ketika Nabi dengan izin Allah mengubah kiblat sembahyang dari arah Yerusalem menjadi ke arah Makkah, kaum Yahudi bertanya-tanya, mengapa ada perubahan yang mengesankan sikap tidak teguh dalam beragama serupa itu?!
Firman Allah tersebut dimaksudkan untuk menampik ejekan kaum Yahudi dan menegaskan bahwa perkara arah menghadap dalam sembahyang bukanlah sedemikian prinsipilnya sehingga harus dikaitkan dengan permasalahan nilai keagamaan yang lebih mendalam seperti keteguhan atau konsistensi (istiqamah) sebagai ukuran kesejatian dan kepalsuan.
Sebab akhirnya semua penjuru angin, seperti barat dan timur, adalah milik Allah semata, tanpa kelebihan nilai salah satu atas yang lain.
Berkenaan dengan masalah itu bahkan turun firman yang menegaskan bahwa kebaikan tidaklah diperoleh hanya menghadapkan muka ke arah timur ataupun barat, melainkan karena hal-hal yang lebih sejati seperti iman kepada Allah yang selalu hadir (omnipresent) dalam hidup manusia sehari hari, percaya kepada adanya pertanggungjawaban pribadi mutlak di Hari Kemudian (Akhirat), dan berbuat kepada sesama manusia dan makhluk untuk dibawa ke Hadirat Tuhan di Akhirat nanti. Lengkapnya, firman berkenaan dengan masalah kiblat ini, terjemahnya adalah demikian:
"Bukanlah kebaikan itu bahwa kamu menghadapkan wajahmu ke arah timur atau barat. Tetapi kebaikan ialah jika orang beriman kepada Allah, Hari Kemudian, para Malaikat, Kitab Suci dan para Nabi; dan jika orang mendermakan hartanya, betapapun cintanya kepada harta itu, untuk kaum kerabat, yatim piatu, orang-orang miskin, orang terlantar di perjalanan, para peminta-minta, guna membebaskan budak; juga jika orang menegakkan sembahyang dan mengeluarkan zakat; serta mereka yang menepati janji jika mereka berjanji, dan tabah dalam menghadapi penderitaan dan kesusahan, serta dalam masa-masa sulit. Mereka itulah orang-orang yang benar (sejati dalam kebaikan), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa. ( QS al-Baqarah/2 :177).
(mhy)