Akhlak Dasar Seorang Muslim yang Sudah Langka Ditemui

Sabtu, 02 November 2024 - 05:15 WIB
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا


“Jauhilah prasangka. Sebab, prasangka adalah ucapan yang paling dusta, janganlah kalian mencari-cari kesalahan, janganlah kalian saling memata-matai, janganlah kalian saling marah, janganlah kalian saling membelakangi, dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Al-Bukhari No. 6229)

4. Menjauhi sifat dengki dan benci

Dari Abu Hurairah radhyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Kalian jangan saling mendengki, jangan saling memata-matai, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi! Janganlah sebagian kalian membeli barang yang sedang ditawar orang lain, dan hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, maka ia tidak boleh menzaliminya, menelantarkannya, dan menghinakannya.

Takwa itu di sini–beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali. Cukuplah keburukan bagi seseorang jika ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap orang muslim, haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya atas muslim lainnya.” (HR. Muslim No. 2564)

5. Toleransi terhadap perbedaan pendapat

Sungguh mengagumkan apa yang dikatakan oleh ulama besar semacam Imam Syafii kepada Yunus ash Shadafi yang terkenal dengan nama Abu Musa,

يَا أَبَا مُوْسَى، أَلاَ يَسْتَقِيْمُ أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ نَتَّفِقْ فِيْ مَسْأَلَةٍ


“Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara (bersahabat) sekalipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?” (Siyar A’lam an-Nubala’, adz-Dzahabi, 10/16)

Perbedaan furu’ (permasalahan cabang) adalah sebuah keniscayaan yang antar umat Islam harus saling berlapang dada. Maka perhatikan baik-baik atsar dari Qatadah rahimahullah ini. Beliau berkata,

مَنْ لَمْ يَعْرَفِ الِاخْتِلَافَ لَمْ يَشُمَّ رَائِحَةَ الْفِقْهِ بِأَنْفِهِ


“Barang siapa yang belum mengetahui (adanya) ikhtilaf maka hidungnya belum mencium wanginya perkara fikih.” (Jami’ Bayan al-Ilmi wa Fadhlih, Abu Amr al-Qurthubi No. 1520)

‘Alaa kulli hal. Betapa urgennya perkara akhlak ini, sehingga pantas saja jika para salaf ash-shalih mendahulukan untuk mempelajari adab daripada ilmu (syariat) itu sendiri. Seorang ulama salaf menasihati anaknya,

يَا بُنَىَّ لِأَنْ تَتَعَلَّمَ بَابًا مِنْ الأَدَبِ أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ أَنْ تَتَعَلَّمَ سَبْعِيْنَ بَابًا مِنْ أَبْوَابِ العِلْمِ


“Wahai anakku, aku lebih suka melihatmu mempelajari satu bab tentang adab dibanding mempelajari tujuh puluh bab tentang ilmu.” (Tazkirah as-Sami’ wa al-Mutakallim, Ibnu al-Jama’ah al-Kinani, 2)

Al-Mikhlad bin Husain berkata kepada Imam Ibnul Mubarak,

نَحْنُ إِلَى كَثِيرٍ مِنَ الأَدَبِ أَحْوَجُ مِنَّا إِلَى كَثِيرٍ مِنَ الحَدِيثِ


“Kita jauh lebih membutuhkan banyaknya adab dibanding banyaknya hadits.”

Dalam kitab Jami’ Bayan al-Ilmi wa Fadhlih karya Abu Amr al-Qurthubi (No. 816) disebutkan, Al-Laits bin Sa’ad sering menasihati para pelajar hadis,

تَعَلَمُوْا الحِلْمَ قَبْلَ العِلْمِ


‘Pelajarilah kelembutan hati dan kerendahan jiwa sebelum kalian belajar ilmu.’”
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
اَوَلَا يَرَوۡنَ اَنَّهُمۡ يُفۡتَـنُوۡنَ فِىۡ كُلِّ عَامٍ مَّرَّةً اَوۡ مَرَّتَيۡنِ ثُمَّ لَا يَتُوۡبُوۡنَ وَلَا هُمۡ يَذَّكَّرُوۡنَ
Dan tidakkah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, namun mereka tidak (juga) bertobat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?

(QS. At-Taubah Ayat 126)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More