Kisah Sufi: Sang Raja dan Anak Miskin, Penuntun dan Pencari
Rabu, 04 Desember 2024 - 12:04 WIB
SESEORANGtidak akan bisa melewati jalan dalam perjalanan batinnya sendirian. Saudara tidak dapat melewatinya sendirian, sebab harus ada seorang penuntun. Yang kita sebut raja adalah penuntun, dan anak miskin itu Si Pencari.
Dikisahkan bahwa Raja Mahmud dan tentaranya terpisah. Ketika sedang bersicepat mengendarai kudanya, dilihatnya seorang anak kecil berada di tepi sungai. Anak itu telah menebarkan jalanya ke sungai, dan wajahnya sangat muram.
"Anakku," kata Sang Raja, "Kenapa kau sedih? Aku tak pernah melihat orang semuram dirimu."
Anak lelaki itu menjawab, "Baginda, hamba salah seorang dari tujuh bersaudara yang tak punya ayah lagi. Kami bersama ibu kami dalam kemiskinan dan tanpa bantuan siapa pun. Hamba datang kemari setiap hari dan menebarkan jala untuk menangkap ikan agar malamnya hamba bisa makan. Kalau hamba gagal menangkap seekor ikan pun pada siang hari, kami tak punya apa-apa untuk dimakan pada malam hari."
"Anakku," kata Sang Raja, "bolehkah aku membantumu?'
Anak itu setuju, dan Raja Mahmud pun melemparkan jala yang, karena sentuhan keagungannya, menghasilkan seratus ikan.
***
Idries Shah dalam bukunya berjudul "Tales of The Dervishes" yang ditermahkan Ahmad Bahar menjadi "Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi" mengatakanmereka yang belum luas pengetahuannya sering beranggapan bahwa sistem metafisika menolak nilai benda 'duniawi' atau, sebaliknya, menjanjikan keuntungan kebendaan yang melimpah.
Tetapi dalam Sufisme, capaian 'hal-hal baik' tidak selalu kiasan atau mesti harafiah. Kisah perumpamaan yang berasal dari Faridudin Attar ini, dan dicantumkannya dalam Parliament of Birds (Musyawarah Burung), dipergunakan baik dalam pemahaman harafiah maupun simbolik.
Menurut para darwis, seseorang bisa memperoleh keuntungan kebendaan lewat Jalan Sufi apabila hal itu demi manfaat Jalan dan dirinya sendiri. Demikian pula, ia akan memperoleh karunia rohani sesuai dengan kemampuannya mempergunakannya dengan cara yang benar.
Dikisahkan bahwa Raja Mahmud dan tentaranya terpisah. Ketika sedang bersicepat mengendarai kudanya, dilihatnya seorang anak kecil berada di tepi sungai. Anak itu telah menebarkan jalanya ke sungai, dan wajahnya sangat muram.
"Anakku," kata Sang Raja, "Kenapa kau sedih? Aku tak pernah melihat orang semuram dirimu."
Baca Juga
Anak lelaki itu menjawab, "Baginda, hamba salah seorang dari tujuh bersaudara yang tak punya ayah lagi. Kami bersama ibu kami dalam kemiskinan dan tanpa bantuan siapa pun. Hamba datang kemari setiap hari dan menebarkan jala untuk menangkap ikan agar malamnya hamba bisa makan. Kalau hamba gagal menangkap seekor ikan pun pada siang hari, kami tak punya apa-apa untuk dimakan pada malam hari."
"Anakku," kata Sang Raja, "bolehkah aku membantumu?'
Anak itu setuju, dan Raja Mahmud pun melemparkan jala yang, karena sentuhan keagungannya, menghasilkan seratus ikan.
***
Idries Shah dalam bukunya berjudul "Tales of The Dervishes" yang ditermahkan Ahmad Bahar menjadi "Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi" mengatakanmereka yang belum luas pengetahuannya sering beranggapan bahwa sistem metafisika menolak nilai benda 'duniawi' atau, sebaliknya, menjanjikan keuntungan kebendaan yang melimpah.
Tetapi dalam Sufisme, capaian 'hal-hal baik' tidak selalu kiasan atau mesti harafiah. Kisah perumpamaan yang berasal dari Faridudin Attar ini, dan dicantumkannya dalam Parliament of Birds (Musyawarah Burung), dipergunakan baik dalam pemahaman harafiah maupun simbolik.
Menurut para darwis, seseorang bisa memperoleh keuntungan kebendaan lewat Jalan Sufi apabila hal itu demi manfaat Jalan dan dirinya sendiri. Demikian pula, ia akan memperoleh karunia rohani sesuai dengan kemampuannya mempergunakannya dengan cara yang benar.
(mhy)
Lihat Juga :