Wabah Corona, Bolehkah Salat Memakai Masker?
Sabtu, 12 September 2020 - 17:18 WIB
Sudah menjadi pemandangan biasa di berbagai masjid dan mushalla, kaum muslimin salat memakai masker. Masker menjadi salah satu usaha untuk mencegah penularan Covid-19 (virus Corona). Bagaimana pandangan syariat terhadap hal ini? Apakah dibolehkan?
Berikut jawaban Ustadz Farid Nu'man Hasan (dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia). Ketika seseorang salat memakai masker , maka ada satu anggota sujud yang tertutup yaitu hidung. Padahal hidung, menurut sebagian ulama (bahkan ijma' sahabat Nabi) adalah anggota sujud yang mesti menempel ke bumi.
( )
Sementara mayoritas ulama mengatakan menempelnya jidat saja sudah cukup, ada pun Imam Asy-Syafi'i mengatakan wajib menempelkan hidung dan jidat sekaligus sebagaimana keterangan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari. ( )
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu'anhuma bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Aku diperintahkan sujud di atas tujuh tulang: di atas jidat, dan beliau mengisyaratkan dengan tangan kanan beliau ke hidung, dua tangan, dua lutut, dan ujung-ujung dua telapak kaki." (HR. Al-Bukhari No. 812)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah memberikan keterangan sebagai berikut:
وَنَقَلَ اِبْن الْمُنْذِرِ إِجْمَاع الصَّحَابَة عَلَى أَنَّهُ لَا يُجْزِئ السُّجُود عَلَى الْأَنْف وَحْده ، وَذَهَبَ الْجُمْهُور إِلَى أَنَّهُ يُجْزِئُ عَلَى الْجَبْهَة وَحْدهَا ، وَعَنْ الْأَوْزَاعِيِّ وَأَحْمَد وَإِسْحَاق وَابْن حَبِيب مِنْ الْمَالِكِيَّة وَغَيْرهمْ يَجِب أَنْ يَجْمَعهُمَا وَهُوَ قَوْلٌ لِلشَّافِعِيِّ أَيْضًا
"Dikutip dari Ibnul Mundzir adanya ijma' (kesepakatan) sahabat Nabi bahwa menempelkan hidung saja tidaklah cukup ketika sujud. Sedangkan jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa menempelkan jidat saja sudah cukup. Sedangkan dari Al Auza'i, Ahmad, Ishaq, Ibnu Habib dari kalangan Malikiyah dan selain mereka mewajibkan menggabungkan antara jidat dan hidung. Ini juga pendapat Asy- Syafi'i." (Fathul Bari, 3/204)
Bukan hanya hidung tapi juga masker tersebut menutup mulut. Ini pun juga terlarang, para ulama -seperti Syeikh Sayyid Sabiq- mengkategorikan makruhatush shalah (hal dimakruhkan dalam salat). Rasulullah SAW bersabda:
عن أبي هريرة قال: نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن السدل في الصلاة، وأن يغطي الرجل فاه
"Dari Abu Hurairah, katanya: "Rasulullah ﷺ melarang menjulurkan kain ke bawah ketika salat dan seseorang menutup mulutnya." (HR. Abu Daud No. 643, dan Al Hakim No. 631, katanya shahih sesuai syarat Al-Bukhari dan Muslim)
( )
Lalu karena ini kasusnya adalah ada sebab, ada uzur syar'i, yaitu menghindari tersebarnya virus penyakit, seperti Covid-19 , flu maka ini tidak apa-apa, sebagaimana difatwakan sebagian ulama. Syeikh Abdurrahman As Suhaim menjelaskan:
وقد نصّ الفقهاء على كراهية تغطية الوجه في الصلاة لِغير حاجة ؛ لِوُرود النهي عن تغطية الفم ، ولكون الوجه يُباشر الأرض
Para fuqaha mengatakan makruhnya menutup wajah saat salat tanpa kebutuhan. Berdasarkan larangan menutup mulut saat shalat, tetapi wajah bersentuhan langsung dengan bumi.
أما إذا وُجِدت الحاجة مثل شِدّة الْحَرّ أو شِدّة البرد“ فإن الكراهة تزول ، ففي حديث وائل بن حُجْر رضي الله عنه : ثم جئت بعد ذلك في زمان فيه بَرْد شديد ، فرأيت الناس عليهم جل الثياب تَحَرّك أيديهم تحت الثياب . رواه الإمام أحمد وأبو داود والدارمي . وصححه الألباني والأرنؤوط
Tetapi jika ada kebutuhan seperti lantai yang sangat panas atau sangat dingin, maka kemakruhannya teranulir. Dalam hadits Wail bin Hujr radhiyallahu'anhu: "Kemudian aku datang setelah itu, di waktu yang sangat dingin, aku melihat manusia melebarkan pakaiannya dan menyelinapkan tangannya di bawah pakaiannya. (HR. Ahmad, Abu Daud. Hadis ini dishahihkan Al-Albani dan Al-Arnauth).
Hilangnya kemakruhan ini berdasarkan kaidah syar'iyah:
الكراهة تندفع مع وجود الحاجة
Makruh itu tertahan bersamaan dengan adanya keperluan (kebutuhan). Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa para ulama membolehkan menutup mulut saat mencegah menguap dalam salat, maka menutup mulut dalam rangka pengobatan lebih utama lagi untuk dibolehkan.
Imam Ibnu 'Allan rahimahullah mengatakan -tentang menahan nguap dalam salat: "Yaitu tahan sejauh kemampuan dia dengan menutup mulutnya, kalau tidak mampu maka dia letakkan tangannya di mulutnya." (Dalilul Falihin, 6/175). (Baca Juga: Bagaimana Hukum Salat Berjarak Saat Terjadi Wabah? Ini Pandangan Mazhab Syafi'i)
Imam Al-Munawi mengatakan: "Dengan tangan kiri bagian punggungnya." (Faidhul Qadir, 1/404)
Syeikh Dhiya' 'Abdil 'Aal mengatakan:
فإن العلماء نصوا على جواز تغطية الوجه لدفع التثاؤب، ونصوا على أن تغطيته للوقاية من الأمراض أولى
Sesungguhnya para ulama mengatakan bolehnya menutup wajah untuk mencegah "menguap"”, maka perkataan mereka bahwa bolehnya menutup wajah untuk mencegah penyakit adalah lebih utama (untuk dibolehkan). Demikian. (Baca Juga: Salat Memakai Masker, Bagaimana Hukumnya?)
Wallahu Ta'ala A'lam
Berikut jawaban Ustadz Farid Nu'man Hasan (dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia). Ketika seseorang salat memakai masker , maka ada satu anggota sujud yang tertutup yaitu hidung. Padahal hidung, menurut sebagian ulama (bahkan ijma' sahabat Nabi) adalah anggota sujud yang mesti menempel ke bumi.
( )
Sementara mayoritas ulama mengatakan menempelnya jidat saja sudah cukup, ada pun Imam Asy-Syafi'i mengatakan wajib menempelkan hidung dan jidat sekaligus sebagaimana keterangan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari. ( )
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu'anhuma bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Aku diperintahkan sujud di atas tujuh tulang: di atas jidat, dan beliau mengisyaratkan dengan tangan kanan beliau ke hidung, dua tangan, dua lutut, dan ujung-ujung dua telapak kaki." (HR. Al-Bukhari No. 812)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah memberikan keterangan sebagai berikut:
وَنَقَلَ اِبْن الْمُنْذِرِ إِجْمَاع الصَّحَابَة عَلَى أَنَّهُ لَا يُجْزِئ السُّجُود عَلَى الْأَنْف وَحْده ، وَذَهَبَ الْجُمْهُور إِلَى أَنَّهُ يُجْزِئُ عَلَى الْجَبْهَة وَحْدهَا ، وَعَنْ الْأَوْزَاعِيِّ وَأَحْمَد وَإِسْحَاق وَابْن حَبِيب مِنْ الْمَالِكِيَّة وَغَيْرهمْ يَجِب أَنْ يَجْمَعهُمَا وَهُوَ قَوْلٌ لِلشَّافِعِيِّ أَيْضًا
"Dikutip dari Ibnul Mundzir adanya ijma' (kesepakatan) sahabat Nabi bahwa menempelkan hidung saja tidaklah cukup ketika sujud. Sedangkan jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa menempelkan jidat saja sudah cukup. Sedangkan dari Al Auza'i, Ahmad, Ishaq, Ibnu Habib dari kalangan Malikiyah dan selain mereka mewajibkan menggabungkan antara jidat dan hidung. Ini juga pendapat Asy- Syafi'i." (Fathul Bari, 3/204)
Bukan hanya hidung tapi juga masker tersebut menutup mulut. Ini pun juga terlarang, para ulama -seperti Syeikh Sayyid Sabiq- mengkategorikan makruhatush shalah (hal dimakruhkan dalam salat). Rasulullah SAW bersabda:
عن أبي هريرة قال: نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن السدل في الصلاة، وأن يغطي الرجل فاه
"Dari Abu Hurairah, katanya: "Rasulullah ﷺ melarang menjulurkan kain ke bawah ketika salat dan seseorang menutup mulutnya." (HR. Abu Daud No. 643, dan Al Hakim No. 631, katanya shahih sesuai syarat Al-Bukhari dan Muslim)
( )
Lalu karena ini kasusnya adalah ada sebab, ada uzur syar'i, yaitu menghindari tersebarnya virus penyakit, seperti Covid-19 , flu maka ini tidak apa-apa, sebagaimana difatwakan sebagian ulama. Syeikh Abdurrahman As Suhaim menjelaskan:
وقد نصّ الفقهاء على كراهية تغطية الوجه في الصلاة لِغير حاجة ؛ لِوُرود النهي عن تغطية الفم ، ولكون الوجه يُباشر الأرض
Para fuqaha mengatakan makruhnya menutup wajah saat salat tanpa kebutuhan. Berdasarkan larangan menutup mulut saat shalat, tetapi wajah bersentuhan langsung dengan bumi.
أما إذا وُجِدت الحاجة مثل شِدّة الْحَرّ أو شِدّة البرد“ فإن الكراهة تزول ، ففي حديث وائل بن حُجْر رضي الله عنه : ثم جئت بعد ذلك في زمان فيه بَرْد شديد ، فرأيت الناس عليهم جل الثياب تَحَرّك أيديهم تحت الثياب . رواه الإمام أحمد وأبو داود والدارمي . وصححه الألباني والأرنؤوط
Tetapi jika ada kebutuhan seperti lantai yang sangat panas atau sangat dingin, maka kemakruhannya teranulir. Dalam hadits Wail bin Hujr radhiyallahu'anhu: "Kemudian aku datang setelah itu, di waktu yang sangat dingin, aku melihat manusia melebarkan pakaiannya dan menyelinapkan tangannya di bawah pakaiannya. (HR. Ahmad, Abu Daud. Hadis ini dishahihkan Al-Albani dan Al-Arnauth).
Hilangnya kemakruhan ini berdasarkan kaidah syar'iyah:
الكراهة تندفع مع وجود الحاجة
Makruh itu tertahan bersamaan dengan adanya keperluan (kebutuhan). Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa para ulama membolehkan menutup mulut saat mencegah menguap dalam salat, maka menutup mulut dalam rangka pengobatan lebih utama lagi untuk dibolehkan.
Imam Ibnu 'Allan rahimahullah mengatakan -tentang menahan nguap dalam salat: "Yaitu tahan sejauh kemampuan dia dengan menutup mulutnya, kalau tidak mampu maka dia letakkan tangannya di mulutnya." (Dalilul Falihin, 6/175). (Baca Juga: Bagaimana Hukum Salat Berjarak Saat Terjadi Wabah? Ini Pandangan Mazhab Syafi'i)
Imam Al-Munawi mengatakan: "Dengan tangan kiri bagian punggungnya." (Faidhul Qadir, 1/404)
Syeikh Dhiya' 'Abdil 'Aal mengatakan:
فإن العلماء نصوا على جواز تغطية الوجه لدفع التثاؤب، ونصوا على أن تغطيته للوقاية من الأمراض أولى
Sesungguhnya para ulama mengatakan bolehnya menutup wajah untuk mencegah "menguap"”, maka perkataan mereka bahwa bolehnya menutup wajah untuk mencegah penyakit adalah lebih utama (untuk dibolehkan). Demikian. (Baca Juga: Salat Memakai Masker, Bagaimana Hukumnya?)
Wallahu Ta'ala A'lam
(rhs)