Penting yang Mana: Meninggalkan Larangan atau Melakukan Ketaatan?

Senin, 28 September 2020 - 05:16 WIB

Kesimpulan pendapat mereka ialah bahwa menjauhi hal-hal yang diharamkan --walaupun jumlahnya sangat sedikit-- adalah lebih utama daripada memperbanyak ketaatan yang hukumnya sunnah. Karena sesungguhnya menjauhi larangan hukumnya fardhu dan memperbanyak ketaatan dalam hal yang sunnah hukumnya sunnah.

Kelompok ulama khalaf mengatakan, "Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, 'Apabila aku melarangmu dari sesuatu, maka jauhilah dia; dan apabila aku memerintahkanmu tentang suatu perkara maka kerjakanlah dia sesuai dengan kemampuanmu,' adalah karena mentaati Allah SWT dalam suatu perkara tidak dapat dilakukan kecuali dengan melakukan amalan, dan amalan itu bergantung kepada adanya beberapa syarat dan sebab; sedangkan sebagian sebab itu ada yang tidak dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, Rasulullah SAW mengaitkannya dengan kemampuan? sebagaimana Allah SWT mengaitkan perintah-Nya untuk melakukan taqwa dengan kemampuan.

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

"Maka bertagwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu ..." (QS at- Taghabun: 16)



وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

"... mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, (bagi) orang yang mampu melaksanakannya" (QS Ali Imran: 97)

Sedangkan tuntutan pada larangan ialah meniadakan perbuatan. Itulah hukum asalnya. Maksudnya hendaklah perbuatan itu tidak ada untuk selama-lamanya. Sehingga tidak dikenal di dalamnya kemampuan untuk tidak dapat melakukannya sehubungan dengan masalah itupun ada beberapa pandangan. Kekuatan yang mendorong kepada perbuatan maksiat itu bisa jadi kuat, sehingga seseorang tidak memiliki kesabaran untuk mencegah diri darinya, padahal dia memiliki kemampuan untuk melakukannya. Sehingga pencegahan untuk kasus seperti ini memerlukan usaha keras, dan barangkali melebihi usaha dalam memberikan semangat kepada jiwa seseorang untuk melakukan ketaatan.




Oleh sebab itu, banyak sekali orang yang berusaha keras melakukan ketaatan, tetapi dia tidak kuat untuk meninggalkan perkara-perkara yang diharamkan. Umar pernah ditanya tentang suatu umat Islam yang sangat mudah digoda oleh kemaksiatan tetapi mereka tidak melakukan kemaksiatan tersebut.

Dia menjawab, "Mereka adalah suatu umat Muslim yang hati mereka diuji oleh Allah SWT dalam ketaqwaan. Mereka

berhak memperoleh ampunan dan pahala yang besar." (Diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Zuhd, sebagaimana yang termuat dalam Tafsir Ibn Katsir, 7: 248; dari Mujahid, dari Umar, tetapi dia tidak mendengarkannya darinya, sehingga riwayat ini dianggap munaqathi')

Yazid bin Maisarah berkata bahwa Allah SWT berfirman dalam sebagian kitab suci-Nya yang lain, "Wahai pemuda yang mau meninggalkan nafsu syahwatnya, yang menghabiskan waktu remajanya untuk-Ku, engkau di sisi-Ku adalah seperti sebagian malaikat-Ku." (Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam al-Hilyah, 5: 237)

Dia juga berfirman, "Alanglah dahsyatnya nafsu syahwat di dalam tubuh manusia. Ia bagaikan api yang membakar. Maka bagaimana mungkin orang yang tak berpagar dapat selamat darinya?" (al-Hilyah, 5: 241)

Kesimpulannya, menurut Syaih Yusuf Qardhawi, sesungguhnya Allah tidak memberikan beban kepada para hamba-Nya untuk melakukan amal perbuatan yang tidak mampu mereka lakukan. Dan banyak sekali amal perbuatan yang tidak dibebankan lagi kepada mereka oleh Allah SWT hanya karena ada kesulitan, sebagai keringanan dan rahmat bagi mereka.

Sedangkan perkara yang berkaitan dengan larangan, maka tidak ada seorangpun yang dimaafkan apabila dia melakukannya dengan kekuatan nafsu syahwatnya. Bahkan, Allah memberikan beban kepada mereka untuk meninggalkannya bagaimanapun keadaannya.

Allah membolehkan seseorang untuk memakan makanan yang diharamkan ketika dia berada di dalam keadaan darurat untuk mempertahankan hidup, dan bukan untuk bersenang-senang dan memuaskan nafsu syahwatnya. Atas dasar itu, kita dapat mengetahui kebenaran apa yang dikatakan oleh Imam Ahmad: "Sesungguhnya larangan itu lebih berat daripada perintah."

Diriwayatkan dari Nabi SAW, dari Tsauban, dan lain-lain bahwasanya beliau bersabda,

"Istiqamahlah terus, tetapi kamu tidak akan mendapatkannya." (Hadits shahih, yang diriwayatkan oleh Ahmad, 5: 276, 277, 282; Darimi, 1: 168; Ibn Majah, 288 dari Salim bin Abu Ja'd, dari Nauban, yang di-shahih-kan oleh Hakim, 1: 130 dan disepakati okh al-Dzahabi).
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(mhy)
Halaman :
cover top ayah
قُلْ لِّـلۡمُؤۡمِنِيۡنَ يَغُـضُّوۡا مِنۡ اَبۡصَارِهِمۡ وَيَحۡفَظُوۡا فُرُوۡجَهُمۡ‌ ؕ ذٰ لِكَ اَزۡكٰى لَهُمۡ‌ ؕ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيۡرٌۢ بِمَا يَصۡنَـعُوۡنَ
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.

(QS. An-Nur Ayat 30)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More