Melihat Kondisi Hati sebagai Parameter Amal
Jum'at, 09 Oktober 2020 - 07:45 WIB
Menurut Asy Syaikh Said Hawwa dalam kitab 'Jalan Ruhani', yang dimaksud dengan hati mencakup dua hal. Pertama, segumpal daging sanubari yang terletak di sebelah kiri dada. Ia adalah daging yang istimewa, di dalamnya terdapat rongga yang berisikan darah, itulah sumber dan pusat dari ruh. Dan pengertian ini lebih pada pendekatan dunia kedokteran.
(Baca juga : Jaringan Sabu dari Malaysia Dibongkar, Pengendali Para Napi )
Kedua, rasa ruhaniyah yang halus yang berkaitan dengan hati ruhani (ukhrawi) dan perasaan halus itu adalah hakikat dari manusia. Ialah yang tahu, mengerti dan paham. Ialah yang mendapat perintah, yang dicela, diberi sanksi dan mendapat tuntutan. Ia memiliki hubungan dengan hati jasmani (bendawi). Akal manusia bingung untuk mengetahui letak hubungan dan pertaliannya, padahal pertaliannya (hubungan antara hati ruhaniah dan hati Jasmani) sama dengan hubungan antara watak dengan jasad, antara sifat dan yang disifati, antara pemakai alat dengan alat itu sendiri, antara sesuatu yang menempati tempat itu sendiri. (Jalan Ruhani, 1995: 44-45).
Hubungan inilah yang mendasari bahwa gerak hati ruhani merupakan sumber inspirasi bagi hati jasmani yang diimplementasi dalam sikap dan watak manusia. Rasul Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
"Ketahuilah (ingatlah), sesungguhnya di dalam tubuh ini ada segumpal daging. Jika ia baik maka seluruh tubuh baik . Jika ia rusak maka seluruh tubuh rusak pula. Ketahuilah ia adalah hati." (HR. Bukhari Muslim)
(Baca juga : Epidemiolog UGM: Cegah Klaster Pesantren, Terapkan Karantina Mandiri )
Ibnu Qudamah dalam 'Mukhtashar Minhajul Qashidin', membagi hati dalam tiga klasifika yaitu: Pertama, hati yang subur dengan ketaqwaan dan riyadhah ruhiyah (latihan-latih ruhani). Ia suci dari kejelekan-kejelekan akhlak dan senantiasa meraih jalan menuju hidayah Allah.
Kedua, hati yang sibuk dengan hawa nafsu dan asyik dengan kekotoran berupa akhlak tercela. Maka akan semakin kuat kekuasaan setan dalam mencengkeram hati, sehingga iman makin tak berdaya. Karena hawa nafsu akan memadamkan cahaya iman.
(Baca juga : Kebal, Jasa Pengiriman Barang Domestik Berkibar di Masa Pandemi )
Ketiga, hati yang berada di dalam keraguan dan sikap was-was. Bila ia mengajak pada kejahatan, maka ia akan merusak imannya. Namun, jika kerusakannya sampai pada tingkat membahayakan (kufur) ia akan kembali lagi pada kebaikan.
Wallahu A'lam
(Baca juga : Jaringan Sabu dari Malaysia Dibongkar, Pengendali Para Napi )
Kedua, rasa ruhaniyah yang halus yang berkaitan dengan hati ruhani (ukhrawi) dan perasaan halus itu adalah hakikat dari manusia. Ialah yang tahu, mengerti dan paham. Ialah yang mendapat perintah, yang dicela, diberi sanksi dan mendapat tuntutan. Ia memiliki hubungan dengan hati jasmani (bendawi). Akal manusia bingung untuk mengetahui letak hubungan dan pertaliannya, padahal pertaliannya (hubungan antara hati ruhaniah dan hati Jasmani) sama dengan hubungan antara watak dengan jasad, antara sifat dan yang disifati, antara pemakai alat dengan alat itu sendiri, antara sesuatu yang menempati tempat itu sendiri. (Jalan Ruhani, 1995: 44-45).
Hubungan inilah yang mendasari bahwa gerak hati ruhani merupakan sumber inspirasi bagi hati jasmani yang diimplementasi dalam sikap dan watak manusia. Rasul Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
"Ketahuilah (ingatlah), sesungguhnya di dalam tubuh ini ada segumpal daging. Jika ia baik maka seluruh tubuh baik . Jika ia rusak maka seluruh tubuh rusak pula. Ketahuilah ia adalah hati." (HR. Bukhari Muslim)
(Baca juga : Epidemiolog UGM: Cegah Klaster Pesantren, Terapkan Karantina Mandiri )
Ibnu Qudamah dalam 'Mukhtashar Minhajul Qashidin', membagi hati dalam tiga klasifika yaitu: Pertama, hati yang subur dengan ketaqwaan dan riyadhah ruhiyah (latihan-latih ruhani). Ia suci dari kejelekan-kejelekan akhlak dan senantiasa meraih jalan menuju hidayah Allah.
Kedua, hati yang sibuk dengan hawa nafsu dan asyik dengan kekotoran berupa akhlak tercela. Maka akan semakin kuat kekuasaan setan dalam mencengkeram hati, sehingga iman makin tak berdaya. Karena hawa nafsu akan memadamkan cahaya iman.
(Baca juga : Kebal, Jasa Pengiriman Barang Domestik Berkibar di Masa Pandemi )
Ketiga, hati yang berada di dalam keraguan dan sikap was-was. Bila ia mengajak pada kejahatan, maka ia akan merusak imannya. Namun, jika kerusakannya sampai pada tingkat membahayakan (kufur) ia akan kembali lagi pada kebaikan.
Wallahu A'lam
(wid)