Adab Hubungan Suami Isteri, Salat Jamaah Dua Rakaat Sebelum Jimak
Jum'at, 16 Oktober 2020 - 14:17 WIB
PERNIKAHAN merupakan sunnah Nabi yang sangat dianjurkan pelaksanaannya bagi umat Islam . Salah satu tujuan menikah dalam Islam adalah menghasilkan keturunan yang saleh dan salehah.
Untuk menghasilkan keturunan, sepasang suami istri perlu melakukan hubungan intim . Bagi seorang suami, ada beberapa etika atau adab dalam melakukan hubungan intim, yaitu sebelum berhubungan, saat melakukannya, dan sesudahnya. ( )
Syaikh ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman as-Suhaibani dalam kitab Aadaab Islaamiyyah yang diterjemahkan Zaki Rahmawan dengan judul Adab Harian Muslim Teladan menjelaskan tentang adab hubungan suami istri tersebut.
Syaikh Abdul Hamid menyarankan sebelum jima' masing-masing dari suami dan isteri hendaknya mempercantik diri (berhias) hanya untuk pasangannya. Suami melakukan sunnah-sunnah fithrah, yaitu; khitan, membersihkan bulu kemaluan, menggunting kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak. (
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اَلْفِطْرَةُ خَمْسٌ: اَلْخِتَانُ وَاْلاِسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيْمُ اْلأَظْفَارِ.
“Fitrah itu ada lima; Khitan, membersihkan bulu kemaluan, menggunting kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak.” [Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5891), Muslim (no. 257 (50)), Ibnu Majah (no. 292), at-Tirmidzi (no. 2756), Abu Dawud (no. 4198) dan an-Nasa-i (no. 5043)]
Hal ini berlaku juga untuk seorang isteri, dan tidak membiarkannya lebih dari 40 hari.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وُقِّتَ لَنَا فِيْ قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيْمِ اْلأَظْفَارِ وَنَتْفِ اْلإِبْطِ وَخَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لاَ نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً.
“Telah ditetapkan (oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) kepada kami agar mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan serta tidak membiarkannya lebih dari 40 malam.” [Shahih: HR. Muslim no. 258 (51), at-Tirmidzi no. 2759, Abu Dawud no. 4200, an-Nasa-i I/15-16 no. 14]
Selain itu, hendaknya seorang isteri menjauhkan diri dari menyerupai wanita-wanita kafir dalam hal memanjangkan kuku dan mengecatnya. ( )
Hendaknya seorang isteri menjauhkan diri dari melakukan tato, mencukur/mencabut alis seluruhnya atau sebagiannya atau dengan cara yang semisalnya. Begitu juga tidak boleh merenggangkan gigi, yaitu memisahkan gigi satu dengan yang lainnya sehingga jaraknya berjauhan satu dengan yang lainnya.
Semua hal tersebut haram dan pelakunya dilaknat oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam hadis berikut:
“لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِماَتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَقَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ.”
“Allah melaknat wanita pembuat tato dan wanita yang meminta ditato, wanita yang mencabut alis atau wanita yang meminta dicabut alisnya dan wanita yang merenggangkan giginya untuk mempercantik dirinya dengan merubah ciptaan Allah.” (HR al-Bukhari (no. 4886, 5939) dan Muslim (no. 2125 (120))
Salat Jamaah
Selanjutnya, hendaknya pasangan suami isteri melakukan salat berjama’ah dua raka’at bersama-sama (sebelum melakukan jima’/persetubuhan).
Sebagaimana keterangan atsar dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu bahwa beliau memerintahkan Abu Huraiz, apabila isterinya mendatanginya agar salat di belakangnya sebelum menggaulinya. [Riwayat Abu Bakar Abi Syaibah dan ath-Thabrani. Lihat Adaa-buz Zifaf hal. 95 oleh Syaikh al-Albani]
Hal tersebut merupakan peringatan bagi pasangan suami isteri, apabila hendak meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat maka selayaknya harus mendasari semua perilakunya dengan nilai takwa.
Hendaknya sang suami, meletakkan tangannya di atas kepala isterinya (ubun-ubunnya) kemudian menyebut Nama Allah, lalu mendo’akan dengan keberkahan dan mengucapkan do’a:
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ.”
“Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan perempuan ini, juga kebaikan tabiat-nya (wataknya) dan aku mohon perlindungan kepada-Mu dari kejelekan tabiatnya.” (HR Abu Dawud (no. 2160) dan Ibnu Majah (no. 1918). Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 1892).
Hendaknya sang suami tidak lupa untuk mengucapkan do’a sebelum menggauli isterinya dengan membaca:
بِسْمِ اللهِ، اَللّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا.
“Dengan menyebut Nama Allah, ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan agar tidak mengganggu apa yang Engkau rezekikan kepada kami.” (HR al-Bukhari (no. 141) dan Muslim (no. 1434), dari Sahabat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma).
Sedangkan lanjutan lafaz hadits tersebut adalah:
…فَقُضِيَ بَيْنَهُمَا لَمْ يَضُّرَهُ.
“…Apabila ditakdirkan mendapatkan anak, maka setan tidak dapat mengganggu selama-lamanya.” (HR al-Bukhari (no. 261), Muslim no. 321 (46), Ahmad VI/ 37 (210), Abu Dawud (no. 77) dan an-Nasa-i (I/128).
Diperbolehkan bagi pasangan suami isteri untuk saling melihat seluruh aurat pasangannya. Sebagaimana hadis ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma:
كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ بَيْنِيْ وَبَيْنَهُ وَاحِدٌ (تَخْتَلِفُ أَيْدِيْنَا فِيْهِ) فَيُبَادِرُنِيْ حَتَّى أَقُوْلَ: دَعْ لِيْ، دَعْ لِيْ، قَالَتْ: وَهُمَا جُنُبَانِ.
“Aku pernah mandi berdua dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu wadah yang terletak antara aku dan beliau. Tangan kami berebutan menciduki air yang ada di dalamnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menang dalam perebutan itu, lalu aku katakan, ‘Sisakan untukku, sisakan untukku.’ Padahal pada saat itu kami sedang dalam keadaan junub.”
Lebih disukai bagi orang yang junub untuk berwudhu’ ketika hendak tidur, lebih utama lagi kalau mandi. Hal tersebut berdasarkan hadis ‘Abdullah bin Qais, ia berkata, “Aku bertanya kepada ‘Aisyah, ‘Apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila dalam keadaan junub? Apakah beliau mandi sebelum tidur atau tidur sebelum mandi?’
Aisyah menjawab, "Semua pernah dilakukan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, terkadang beliau mandi sebelum tidur dan terkadang berwudhu’ saja lalu tidur.’ Aku berkata. ‘Segala puji bagi Allah Yang telah memberi keleluasaan dalam masalah ini.” [HR. Ahmad VI/73, 149. Lihat Adabuz Zifaaf hal. 118-119]
Untuk menghasilkan keturunan, sepasang suami istri perlu melakukan hubungan intim . Bagi seorang suami, ada beberapa etika atau adab dalam melakukan hubungan intim, yaitu sebelum berhubungan, saat melakukannya, dan sesudahnya. ( )
Syaikh ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman as-Suhaibani dalam kitab Aadaab Islaamiyyah yang diterjemahkan Zaki Rahmawan dengan judul Adab Harian Muslim Teladan menjelaskan tentang adab hubungan suami istri tersebut.
Syaikh Abdul Hamid menyarankan sebelum jima' masing-masing dari suami dan isteri hendaknya mempercantik diri (berhias) hanya untuk pasangannya. Suami melakukan sunnah-sunnah fithrah, yaitu; khitan, membersihkan bulu kemaluan, menggunting kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak. (
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اَلْفِطْرَةُ خَمْسٌ: اَلْخِتَانُ وَاْلاِسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيْمُ اْلأَظْفَارِ.
“Fitrah itu ada lima; Khitan, membersihkan bulu kemaluan, menggunting kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak.” [Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5891), Muslim (no. 257 (50)), Ibnu Majah (no. 292), at-Tirmidzi (no. 2756), Abu Dawud (no. 4198) dan an-Nasa-i (no. 5043)]
Hal ini berlaku juga untuk seorang isteri, dan tidak membiarkannya lebih dari 40 hari.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وُقِّتَ لَنَا فِيْ قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيْمِ اْلأَظْفَارِ وَنَتْفِ اْلإِبْطِ وَخَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لاَ نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً.
“Telah ditetapkan (oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) kepada kami agar mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan serta tidak membiarkannya lebih dari 40 malam.” [Shahih: HR. Muslim no. 258 (51), at-Tirmidzi no. 2759, Abu Dawud no. 4200, an-Nasa-i I/15-16 no. 14]
Selain itu, hendaknya seorang isteri menjauhkan diri dari menyerupai wanita-wanita kafir dalam hal memanjangkan kuku dan mengecatnya. ( )
Hendaknya seorang isteri menjauhkan diri dari melakukan tato, mencukur/mencabut alis seluruhnya atau sebagiannya atau dengan cara yang semisalnya. Begitu juga tidak boleh merenggangkan gigi, yaitu memisahkan gigi satu dengan yang lainnya sehingga jaraknya berjauhan satu dengan yang lainnya.
Semua hal tersebut haram dan pelakunya dilaknat oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam hadis berikut:
“لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِماَتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَقَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ.”
“Allah melaknat wanita pembuat tato dan wanita yang meminta ditato, wanita yang mencabut alis atau wanita yang meminta dicabut alisnya dan wanita yang merenggangkan giginya untuk mempercantik dirinya dengan merubah ciptaan Allah.” (HR al-Bukhari (no. 4886, 5939) dan Muslim (no. 2125 (120))
Salat Jamaah
Selanjutnya, hendaknya pasangan suami isteri melakukan salat berjama’ah dua raka’at bersama-sama (sebelum melakukan jima’/persetubuhan).
Sebagaimana keterangan atsar dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu bahwa beliau memerintahkan Abu Huraiz, apabila isterinya mendatanginya agar salat di belakangnya sebelum menggaulinya. [Riwayat Abu Bakar Abi Syaibah dan ath-Thabrani. Lihat Adaa-buz Zifaf hal. 95 oleh Syaikh al-Albani]
Hal tersebut merupakan peringatan bagi pasangan suami isteri, apabila hendak meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat maka selayaknya harus mendasari semua perilakunya dengan nilai takwa.
Hendaknya sang suami, meletakkan tangannya di atas kepala isterinya (ubun-ubunnya) kemudian menyebut Nama Allah, lalu mendo’akan dengan keberkahan dan mengucapkan do’a:
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ.”
“Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan perempuan ini, juga kebaikan tabiat-nya (wataknya) dan aku mohon perlindungan kepada-Mu dari kejelekan tabiatnya.” (HR Abu Dawud (no. 2160) dan Ibnu Majah (no. 1918). Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 1892).
Hendaknya sang suami tidak lupa untuk mengucapkan do’a sebelum menggauli isterinya dengan membaca:
بِسْمِ اللهِ، اَللّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا.
“Dengan menyebut Nama Allah, ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan agar tidak mengganggu apa yang Engkau rezekikan kepada kami.” (HR al-Bukhari (no. 141) dan Muslim (no. 1434), dari Sahabat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma).
Sedangkan lanjutan lafaz hadits tersebut adalah:
…فَقُضِيَ بَيْنَهُمَا لَمْ يَضُّرَهُ.
“…Apabila ditakdirkan mendapatkan anak, maka setan tidak dapat mengganggu selama-lamanya.” (HR al-Bukhari (no. 261), Muslim no. 321 (46), Ahmad VI/ 37 (210), Abu Dawud (no. 77) dan an-Nasa-i (I/128).
Diperbolehkan bagi pasangan suami isteri untuk saling melihat seluruh aurat pasangannya. Sebagaimana hadis ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma:
كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ بَيْنِيْ وَبَيْنَهُ وَاحِدٌ (تَخْتَلِفُ أَيْدِيْنَا فِيْهِ) فَيُبَادِرُنِيْ حَتَّى أَقُوْلَ: دَعْ لِيْ، دَعْ لِيْ، قَالَتْ: وَهُمَا جُنُبَانِ.
“Aku pernah mandi berdua dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu wadah yang terletak antara aku dan beliau. Tangan kami berebutan menciduki air yang ada di dalamnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menang dalam perebutan itu, lalu aku katakan, ‘Sisakan untukku, sisakan untukku.’ Padahal pada saat itu kami sedang dalam keadaan junub.”
Lebih disukai bagi orang yang junub untuk berwudhu’ ketika hendak tidur, lebih utama lagi kalau mandi. Hal tersebut berdasarkan hadis ‘Abdullah bin Qais, ia berkata, “Aku bertanya kepada ‘Aisyah, ‘Apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila dalam keadaan junub? Apakah beliau mandi sebelum tidur atau tidur sebelum mandi?’
Aisyah menjawab, "Semua pernah dilakukan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, terkadang beliau mandi sebelum tidur dan terkadang berwudhu’ saja lalu tidur.’ Aku berkata. ‘Segala puji bagi Allah Yang telah memberi keleluasaan dalam masalah ini.” [HR. Ahmad VI/73, 149. Lihat Adabuz Zifaaf hal. 118-119]
(mhy)