Ngaji Online hingga Menanam Sayuran di Masa Pandemi Corona
Sabtu, 09 Mei 2020 - 10:03 WIB
Pondok pesantren (ponpes) harus berpikir keras untuk tetap mengajarkan ilmu agama dan bertahan hidup kepada para santri di masa pandemi corona. Seperti yang dilakukan Ponpen Al-Mumtaz di Dusun Kerjan 1, Desa Beji, Kecamatan Patuk, Gunungkidul.
Pengasuh Ponpes Al-Mumtaz Muhammad Khoiron Marzuki mengatakan, jumlah santri yang mondok sekitar 400 orang. Mereka berasal dari berbagai daerah seperti Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, hingga beberapa daerah di pulau Kalimantan.
Ponpes dengan konsep boarding school dan enterpreneur ini tidak hanya mencetak manusia yang berakhlak mulia, tapi juga memiliki jiwa wirausaha atau enterpreneur. Misalnya membuat roti, sabun detergen, membatik, dan koperasi. Harapannya setelah lulus, mereka bisa terjun ke masyarakat. “Jadi tidak hanya bisa mengaji, tapi juga menjadi pengusaha muslim andal. Ini yang kami tonjolkan,” kata Marzuki.
Menurut dia, dampak pandemi corona sangat dirasakan pihaknya sehingga para santri terpaksa harus dipulangkan. Meski demikian, dari total 400 orang masih tersisa 30 santri yang menimba ilmu di ponpes yang berada di pinggir jalan Wonosari - Yogya Km 14 ini. “Agar para santri tetap belajar, kami akhirnya menggunakan sistem online. Begitu juga dengan pengajian, kita terapkan social distancing,” ungkapnya.
Menurut Khoiron, sejumlah guru sudah membuat pengajaran sistem online melalui aplikasi video call. Mereka akan dipantau harian untuk perkembangan selama mengikuti pendidikan. “Santri jarak jauh yang pulang tetap setor hafalan dengan video call. Hal ini untuk mengingatkan para santri untuk tetap belajar selama berada di rumah,” terangnya.
Sementara santri yang tidak bisa pulang karena penerapan aturan pemerintah mengenai larangan mudik tetap beraktivitas di pondok. Mereka membuat jarak dalam setiap kegiatan termasuk dalam berbagai kajian ilmu agama dan juga belajar berkebun untuk tanaman sayur-mayur. “Para santri diwajibkan berkebun atau bercocok tanam untuk ketahanan pangan,” lanjutnya.
Seorang pengurus Ponpes Al-Mumtaz Ashari Anggara mengungkapkan, kegiatan enterpreneur dilakukan seusai salat zuhur. Untuk konsep berkebun, pihaknya menerapkan satu jiwa satu pohon (sajitipo). Artinya, setiap santri menanam satu pohon. “Setiap pagi semua santri dijadwal ke kebun untuk menyirami tanaman kemudian gerakan kebersihan pondok. Nah, untuk kajian agama, kita sekarang membuat jarak yaitu 1 meter,” ucapnya.
Yang tidak kalah penting, kata Khoiron, ponpes ini juga mengajarkan semangat kebersamaan yang kuat. Satu di antaranya memupuk kegotong-royongan dengan terlibat dalam kegiatan pembangunan masjid. Upaya ini merupakan bagian untuk perluasan masjid di ponpes yang tidak mampu lagi menampung para santri.
“Memang ada program perluasan masjid. Mudah-mudahan dapat dukungan semua pihak sehingga masjid bisa diselesaikan untuk kegiatan ibadah para santri. Saat ini para santri kerja bakti membantu tukang bangunan,” pungkasnya. (Suharjono)
Pengasuh Ponpes Al-Mumtaz Muhammad Khoiron Marzuki mengatakan, jumlah santri yang mondok sekitar 400 orang. Mereka berasal dari berbagai daerah seperti Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, hingga beberapa daerah di pulau Kalimantan.
Ponpes dengan konsep boarding school dan enterpreneur ini tidak hanya mencetak manusia yang berakhlak mulia, tapi juga memiliki jiwa wirausaha atau enterpreneur. Misalnya membuat roti, sabun detergen, membatik, dan koperasi. Harapannya setelah lulus, mereka bisa terjun ke masyarakat. “Jadi tidak hanya bisa mengaji, tapi juga menjadi pengusaha muslim andal. Ini yang kami tonjolkan,” kata Marzuki.
Menurut dia, dampak pandemi corona sangat dirasakan pihaknya sehingga para santri terpaksa harus dipulangkan. Meski demikian, dari total 400 orang masih tersisa 30 santri yang menimba ilmu di ponpes yang berada di pinggir jalan Wonosari - Yogya Km 14 ini. “Agar para santri tetap belajar, kami akhirnya menggunakan sistem online. Begitu juga dengan pengajian, kita terapkan social distancing,” ungkapnya.
Menurut Khoiron, sejumlah guru sudah membuat pengajaran sistem online melalui aplikasi video call. Mereka akan dipantau harian untuk perkembangan selama mengikuti pendidikan. “Santri jarak jauh yang pulang tetap setor hafalan dengan video call. Hal ini untuk mengingatkan para santri untuk tetap belajar selama berada di rumah,” terangnya.
Sementara santri yang tidak bisa pulang karena penerapan aturan pemerintah mengenai larangan mudik tetap beraktivitas di pondok. Mereka membuat jarak dalam setiap kegiatan termasuk dalam berbagai kajian ilmu agama dan juga belajar berkebun untuk tanaman sayur-mayur. “Para santri diwajibkan berkebun atau bercocok tanam untuk ketahanan pangan,” lanjutnya.
Seorang pengurus Ponpes Al-Mumtaz Ashari Anggara mengungkapkan, kegiatan enterpreneur dilakukan seusai salat zuhur. Untuk konsep berkebun, pihaknya menerapkan satu jiwa satu pohon (sajitipo). Artinya, setiap santri menanam satu pohon. “Setiap pagi semua santri dijadwal ke kebun untuk menyirami tanaman kemudian gerakan kebersihan pondok. Nah, untuk kajian agama, kita sekarang membuat jarak yaitu 1 meter,” ucapnya.
Yang tidak kalah penting, kata Khoiron, ponpes ini juga mengajarkan semangat kebersamaan yang kuat. Satu di antaranya memupuk kegotong-royongan dengan terlibat dalam kegiatan pembangunan masjid. Upaya ini merupakan bagian untuk perluasan masjid di ponpes yang tidak mampu lagi menampung para santri.
“Memang ada program perluasan masjid. Mudah-mudahan dapat dukungan semua pihak sehingga masjid bisa diselesaikan untuk kegiatan ibadah para santri. Saat ini para santri kerja bakti membantu tukang bangunan,” pungkasnya. (Suharjono)
(ysw)