Meneladani Good Looking Nabi Yusuf, Kisah Terindah dalam Al-Qur'an
Senin, 23 November 2020 - 09:04 WIB
Nabi Yusuf menafsirkan mimpi itu bahwa akan terjadi musim panen yang luar biasa selama tujuh tahun. Lalu setelah itu akan terjadi musim paceklik selama tujuh tahun yang akan menghabiskan semua hasil panen tujuh tahun sebelumnya.
Sang raja puas dengan tafsiran itu. Diapun menawarkan kepada Yusuf posisi di istana apapun itu. Dan Yusuf menerima tawaran itu. Tapi penerimaan itu dipastikan sesuai dengan kapasitas dirinya yang sesuai. Diapun meminta untuk dijadikan Kabulog.
Penekanan yang ada di sini adalah bahwa pelayanan publik itu bukan sesuatu yang tabu. Bahkan bernilai ibadah. Hanya saja hendaknya disesuaikan dengan kapasitas masing-masing.
Artinya, silakan masuk ke arena publik dan poliitk. Tapi janganlah jadikan pelayanan publik sekedar gagah-gagahan. Berlomba mencari kekuasaan untuk popularitas dan kepentingan sempit, walau sesungguhnya tidak punya kapasitas.
Atau bersedia menduduki jabatan publik tertentu, walau jelas bukan bidang yang sesuai bagi dirinya bahkan tidak memiliki kapasitas untuk jabatan itu. Yusuf bahkan berani meminta posisi itu karena merasa punya kapasitas untuk itu.
6. Memiliki kelapangan dada untuk memaafkan saudara-saudaranya yang pernah ingin membinasakannya.
Pada akhirnya setelah melalui berbagai drama, Yusuf berhasil membawa serta Ayah/Ibu dan saudara-saudaranya, konon kabarnya lebih 70 orang, ke Mesir. Tentu setelah Yusuf mempersiapkan segala sesuatu untuk mereka.
Poin yang ingin saya tekankan di sini adalah bagaimana Nabi Yusuf memiliki kelapangan dada untuk memaafkan Saudara-Saudaranya yang pernah berusaha membinasakannya (membunuhnya). Bahkan mereka telah melakukan kebohongan-kebohongan kepada ayahnya dan dirinya sendiri.
Tidak saja bahwa Yusuf memaafkan mereka. Tapi masing-masing saudara itu diberikan fasilitas untuk mengembangkan keluarganya. Dan ini pula yang menjadi cikal bakal kabilah-kabilah Yahudi yang berjumlah 12 itu.
Intinya, salah satu aspek "Good Looking" Yusuf yang harus kita tauladani adalah lapang dada. Memaafkan dan tidak mendendam. Dalam hidup ini kerap manusia terjangkiti berbagai penyakit hati, termasuk hasad (dengki). Tapi pada akhirnya memaafkan dan “move on” adalah respon terbaik dan mengantar kepada ketenangan dan kebahagiaan.
Akhirnya saya ingin menyimpulkan bahwa kisah sang Good LookingYusuf, itu tersimpulkan dalam keyakinan kita bahwa hidup semuanya ada dalam satu radar dan kontrol. Ada dalam satu genggaman yang tunggal. Semua ada dalam ruang gelombang Takdir Ilahi.
Juga tidak kalah pentingnya adalah bahwa segetir apapun tantangan hidup dan kebenaran, pada akhirnya pasti "at the end of the tunnel there a shining light" (di ujung terowongan itu ada cahaya yang bersinar).
Bahwa sekuat apapun kebenaran itu tertantang, pada akhirnya akan menemukan kemenangannya. "So keep your head high and build a strong hope and optimism" Insya Allah! [Baca Juga: Kisah Nabi Yusuf, Cerita Terindah dalam Al-Qur'an (1)]
New York, 22 November 2020
Sang raja puas dengan tafsiran itu. Diapun menawarkan kepada Yusuf posisi di istana apapun itu. Dan Yusuf menerima tawaran itu. Tapi penerimaan itu dipastikan sesuai dengan kapasitas dirinya yang sesuai. Diapun meminta untuk dijadikan Kabulog.
Penekanan yang ada di sini adalah bahwa pelayanan publik itu bukan sesuatu yang tabu. Bahkan bernilai ibadah. Hanya saja hendaknya disesuaikan dengan kapasitas masing-masing.
Artinya, silakan masuk ke arena publik dan poliitk. Tapi janganlah jadikan pelayanan publik sekedar gagah-gagahan. Berlomba mencari kekuasaan untuk popularitas dan kepentingan sempit, walau sesungguhnya tidak punya kapasitas.
Atau bersedia menduduki jabatan publik tertentu, walau jelas bukan bidang yang sesuai bagi dirinya bahkan tidak memiliki kapasitas untuk jabatan itu. Yusuf bahkan berani meminta posisi itu karena merasa punya kapasitas untuk itu.
6. Memiliki kelapangan dada untuk memaafkan saudara-saudaranya yang pernah ingin membinasakannya.
Pada akhirnya setelah melalui berbagai drama, Yusuf berhasil membawa serta Ayah/Ibu dan saudara-saudaranya, konon kabarnya lebih 70 orang, ke Mesir. Tentu setelah Yusuf mempersiapkan segala sesuatu untuk mereka.
Poin yang ingin saya tekankan di sini adalah bagaimana Nabi Yusuf memiliki kelapangan dada untuk memaafkan Saudara-Saudaranya yang pernah berusaha membinasakannya (membunuhnya). Bahkan mereka telah melakukan kebohongan-kebohongan kepada ayahnya dan dirinya sendiri.
Tidak saja bahwa Yusuf memaafkan mereka. Tapi masing-masing saudara itu diberikan fasilitas untuk mengembangkan keluarganya. Dan ini pula yang menjadi cikal bakal kabilah-kabilah Yahudi yang berjumlah 12 itu.
Intinya, salah satu aspek "Good Looking" Yusuf yang harus kita tauladani adalah lapang dada. Memaafkan dan tidak mendendam. Dalam hidup ini kerap manusia terjangkiti berbagai penyakit hati, termasuk hasad (dengki). Tapi pada akhirnya memaafkan dan “move on” adalah respon terbaik dan mengantar kepada ketenangan dan kebahagiaan.
Akhirnya saya ingin menyimpulkan bahwa kisah sang Good LookingYusuf, itu tersimpulkan dalam keyakinan kita bahwa hidup semuanya ada dalam satu radar dan kontrol. Ada dalam satu genggaman yang tunggal. Semua ada dalam ruang gelombang Takdir Ilahi.
Juga tidak kalah pentingnya adalah bahwa segetir apapun tantangan hidup dan kebenaran, pada akhirnya pasti "at the end of the tunnel there a shining light" (di ujung terowongan itu ada cahaya yang bersinar).
Bahwa sekuat apapun kebenaran itu tertantang, pada akhirnya akan menemukan kemenangannya. "So keep your head high and build a strong hope and optimism" Insya Allah! [Baca Juga: Kisah Nabi Yusuf, Cerita Terindah dalam Al-Qur'an (1)]
New York, 22 November 2020
(rhs)