Penyebab Munculnya Orang-Orang Sufi dan Mahabatullah
Jum'at, 04 Desember 2020 - 05:00 WIB
PADA zaman para sahabat Nabi SAW , kaum Muslimin serta pengikutnya mempelajari tasawuf , agama Islam dan hukum-hukum Islam secara keseluruhan, tanpa kecuali. (
)
Tiada satu bagian pun yang tidak dipelajari dan dipraktikkan, baik lahir maupun batin; urusan dunia maupun akhirat ; masalah pribadi maupun kemasyarakatan, bahkan masalah yang ada hubungannya dengan penggunaan akal, perkembangan jiwa dan jasmani, mendapat perhatian pula.
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam kitabnya berjudul " Fatwa Qardhawi, Permasalahan, Pemecahan dan Hikmah " menjelaskan timbulnya perubahan dan adanya kesulitan dalam kehidupan baru yang dihadapinya adalah akibat pengaruh yang ditimbulkan dari dalam dan luar. Dan juga adanya bangsa-bangsa yang berbeda paham dan alirannya dalam masyarakat yang semakin hari kian bertambah besar. ( )
Dalam hal ini, terdapat orang-orang yang perhatiannya dibatasi pada bagian akal, yaitu Ahlulkalam, Mu'tazilah. Ada yang perhatiannya dibatasi pada bagian lahirnya (luarnya) atau hukum-hukumnya saja, yaitu ahli fiqih . Ada pula orang-orang yang perhatiannya pada materi dan foya-foya, misalnya orang-orang kaya, dan sebagainya.
Maka, menurut Al-Qardhawi, pada saat itu, timbullah orang-orang sufi yang perhatiannya terbatas pada bagian ubudiah saja, terutama pada bagian peningkatan dan penghayatan jiwa untuk mendapatkan keridhaan Allah dan keselamatan dari kemurkaan-Nya. ( )
Demi tercapainya tujuan tersebut, maka diharuskan zuhud atau hidup sederhana dan mengurangi hawa nafsu . Ini diambil dari pengertian syariat dan takwa kepada Allah.
Di samping itu, kemudian timbul hal baru, yaitu cinta kepada Allah ( mahabatullah ). Sebagaimana Siti Rabi'ah Al-Adawiyah, Abu Yazid Al-Basthami , dan Sulaiman Ad-Darani. Mereka adalah tokoh-tokoh sufi. Mereka berpendapat sebagai berikut:
"Bahwa ketaatan dan kewajiban bukan karena takut pada neraka , dan bukan keinginan akan surga dan kenikmatannya, tetapi demi cintanya kepada Allah dan mencari keridhaan-Nya, supaya dekat dengan-Nya."
Dalam syairnya, Siti Rabi'ah Al-Adawiyah telah berkata:
"Semua orang yang menyembah Allah karena takut akan neraka dan ingin menikmati surga. Kalau aku tidak demikian, aku menyembah Allah, karena aku cinta kepada Allah dan ingin ridhaNya."
Kemudian pandangan mereka itu berubah, dari pendidikan akhlak dan latihan jiwa, berubah menjadi paham-paham baru atas Islam yang menyimpang, yaitu filsafat; dan yang paling menonjol ialah Al-Ghaulu bil Hulul wa Wahdatul-Wujud (paham bersatunya hamba dengan Allah).
Paham ini juga yang dianut oleh Al-Hallaj , seorang tokoh sufi, sehingga dihukum mati tahun 309 H. karena ia berkata, "Saya adalah Tuhan."
Paham Hulul berarti Allah bersemayam di dalam makhluk-Nya, sama dengan paham kaum Nasrani terhadap Isa Al-Masih .
Banyak di kalangan para sufi sendiri yang menolak paham Al-Hallaj itu. Dan hal ini juga yang menyebabkan kemarahan para fuqaha khususnya dan kaum Muslimin pada umumnya.
Filsafat ini sangat berbahaya, karena dapat menghilangkan rasa tanggung jawab dan beranggapan bahwa semua manusia sama, baik yang jahat maupun yang baik; dan yang bertauhid maupun yang tidak, semua makhluk menjadi tempat bagi Tajalli (kasyaf) Al-Haq, yaitu Allah. ( )
Dalam keadaan yang demikian, tentu timbul asumsi yang bermacam-macam, ada yang menilai masalah tasawuf tersebut secara amat fanatik dengan memuji mereka dan menganggap semua ajarannya itu baik sekali. Ada pula yang mencelanya, menganggap semua ajaran mereka tidak benar, dan beranggapan aliran tasawuf itu diambil dari agama Masehi, agama Budha, dan lain-lainnya. (Bersambung)
Tiada satu bagian pun yang tidak dipelajari dan dipraktikkan, baik lahir maupun batin; urusan dunia maupun akhirat ; masalah pribadi maupun kemasyarakatan, bahkan masalah yang ada hubungannya dengan penggunaan akal, perkembangan jiwa dan jasmani, mendapat perhatian pula.
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam kitabnya berjudul " Fatwa Qardhawi, Permasalahan, Pemecahan dan Hikmah " menjelaskan timbulnya perubahan dan adanya kesulitan dalam kehidupan baru yang dihadapinya adalah akibat pengaruh yang ditimbulkan dari dalam dan luar. Dan juga adanya bangsa-bangsa yang berbeda paham dan alirannya dalam masyarakat yang semakin hari kian bertambah besar. ( )
Dalam hal ini, terdapat orang-orang yang perhatiannya dibatasi pada bagian akal, yaitu Ahlulkalam, Mu'tazilah. Ada yang perhatiannya dibatasi pada bagian lahirnya (luarnya) atau hukum-hukumnya saja, yaitu ahli fiqih . Ada pula orang-orang yang perhatiannya pada materi dan foya-foya, misalnya orang-orang kaya, dan sebagainya.
Maka, menurut Al-Qardhawi, pada saat itu, timbullah orang-orang sufi yang perhatiannya terbatas pada bagian ubudiah saja, terutama pada bagian peningkatan dan penghayatan jiwa untuk mendapatkan keridhaan Allah dan keselamatan dari kemurkaan-Nya. ( )
Demi tercapainya tujuan tersebut, maka diharuskan zuhud atau hidup sederhana dan mengurangi hawa nafsu . Ini diambil dari pengertian syariat dan takwa kepada Allah.
Di samping itu, kemudian timbul hal baru, yaitu cinta kepada Allah ( mahabatullah ). Sebagaimana Siti Rabi'ah Al-Adawiyah, Abu Yazid Al-Basthami , dan Sulaiman Ad-Darani. Mereka adalah tokoh-tokoh sufi. Mereka berpendapat sebagai berikut:
"Bahwa ketaatan dan kewajiban bukan karena takut pada neraka , dan bukan keinginan akan surga dan kenikmatannya, tetapi demi cintanya kepada Allah dan mencari keridhaan-Nya, supaya dekat dengan-Nya."
Dalam syairnya, Siti Rabi'ah Al-Adawiyah telah berkata:
"Semua orang yang menyembah Allah karena takut akan neraka dan ingin menikmati surga. Kalau aku tidak demikian, aku menyembah Allah, karena aku cinta kepada Allah dan ingin ridhaNya."
Kemudian pandangan mereka itu berubah, dari pendidikan akhlak dan latihan jiwa, berubah menjadi paham-paham baru atas Islam yang menyimpang, yaitu filsafat; dan yang paling menonjol ialah Al-Ghaulu bil Hulul wa Wahdatul-Wujud (paham bersatunya hamba dengan Allah).
Paham ini juga yang dianut oleh Al-Hallaj , seorang tokoh sufi, sehingga dihukum mati tahun 309 H. karena ia berkata, "Saya adalah Tuhan."
Paham Hulul berarti Allah bersemayam di dalam makhluk-Nya, sama dengan paham kaum Nasrani terhadap Isa Al-Masih .
Banyak di kalangan para sufi sendiri yang menolak paham Al-Hallaj itu. Dan hal ini juga yang menyebabkan kemarahan para fuqaha khususnya dan kaum Muslimin pada umumnya.
Filsafat ini sangat berbahaya, karena dapat menghilangkan rasa tanggung jawab dan beranggapan bahwa semua manusia sama, baik yang jahat maupun yang baik; dan yang bertauhid maupun yang tidak, semua makhluk menjadi tempat bagi Tajalli (kasyaf) Al-Haq, yaitu Allah. ( )
Dalam keadaan yang demikian, tentu timbul asumsi yang bermacam-macam, ada yang menilai masalah tasawuf tersebut secara amat fanatik dengan memuji mereka dan menganggap semua ajarannya itu baik sekali. Ada pula yang mencelanya, menganggap semua ajaran mereka tidak benar, dan beranggapan aliran tasawuf itu diambil dari agama Masehi, agama Budha, dan lain-lainnya. (Bersambung)
(mhy)