Perihal Istri Bersedekah Tanpa Sepengetahuan Suami
Rabu, 06 Januari 2021 - 06:55 WIB
Seorang muslim atau muslimah harus mengejar derajat ketakwaan di hadapan Allah Ta'ala. Secara sederhana, takwa ialah bentuk kesalehan diri di mana seseorang senantiasa melaksakanan segala perintah Allah dan dengan segenap usaha menjauhi larangan-Nya. Konsep takwa juga sering disebut dalam Al-Qur'an.
Salah satu tanda seseorang disebut bertakwa adalah ketika muslim gemar melakukan sedekah . Sebab bersedekah dan berinfak adalah salah satu cara kita menjauhi api neraka dan masuk ke dalam surga, dan ini berlaku baik bagi laki-laki dan perempuan.
(Baca juga: Hindarkan Anak dari Celaan dan Cacian )
Firman Allah Ta'ala :
وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." (QS. Ali Imran: 133)
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
"(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Ali Imran: 134).
(Baca juga: Ummul Khair, Perempuan Pemberani yang Lisannya Hanya Menyuarakan Kebenaran )
Ibnu Kathir dalam tafsir-nya menerangkan bahwa berinfaq dalam kondisi lapang maupun sempit bisa diartikan demikian. Namun lebih luas diterangkan bahwa kondisi yang dimaksud juga bisa dalam keadaan giat ataupun malas, sehat ataupun sakit dan dengan segala kondisi apapun. Para ahli surga tersebut menunjukkan bahwa mereka tidak dilalaikan oleh keadaan apa pun dalam bertakwa kepada-Nya.
Pada Tafsir al-Maraghi juga disebutkan bahwa berinfak dihadapkan pada dua kondisi, yakni keadaan mudah dan susah. Sebagian orang teramat berat untuk menginfakkan harta yang ia cintai. Bila mereka berhasil melakukannya maka itu menunjukan ketakwaan.
(Baca juga : Berlemah Lembut Kepada Perempuan adalah Akhlak yang Mulia )
Adapun anjuran berinfak dalam keadaan susah ialah sebagai tantangan, karena pada umumnya mereka dalam kondisi tersebut cenderung meminta dari pada memberi. Maka bagi mereka yang masih bisa menyisihkan hartanya walaupun dalam keadaan susah, itulah ciri ahli surga.
Maka, dalam masalah ini perlu dirinci dulu. Jika harta milik sendiri, maka istri berhak menginfakkan atau menyedekahkan harta yang menjadi miliknya sendiri, tanpa harus izin suaminya, seperti harta dari warisan orang tuanya, hartanya semasa gadis, harta hasil usahanya sendiri, harta dari hadiah orang lain, termasuk harta hibah dari suaminya, sehingga semua ini adalah hak mutlak istri. Dia bebas memanfaatkannya untuk semua jenis kebaikan.
(Baca juga: Tokoh Agama Layak Masuk Prioritas Vaksin Covid-19 )
Imam al Bukhari dalam Shahih-nya membuat Bab berjudul:
بَابُ الزَّكَاةِ عَلَى الزَّوْجِ وَالأَيْتَامِ فِي الحَجْرِ
Bab zakat untuk suami dan anak-anak yatim yang ada dalam pengasuhan. Ini menunjukkan kebebasan bagi seorang istri menggunakan hartanya sendiri, termasuk dia bersedekah, bahkan dia berzakat untuk suaminya yang fakir.
Zainab Radhiallahu 'Anha, seorang shahabiyah yang bersuamikan laki-laki yang miskin, yaitu Abu Mas'ud Al Anshari Radhiallahu 'Anhu.
(Baca juga: Kabar Gembira! Ibu Rumah Tangga Bakal Terima BLT Rp200.000 )
Zainab bertanya kepada Rasulullah :
أَيَجْزِي عَنِّي أَنْ أُنْفِقَ عَلَى زَوْجِي، وَأَيْتَامٍ لِي فِي حَجْرِي؟
“Apakah bisa diterima zakatku untuk suamiku dan anak-anak yatim yang dalam pengasuhanku?”
Rasulullah menjawab:
نَعَمْ، لَهَا أَجْرَانِ، أَجْرُ القَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ
“Ya, bagi dia (istri) dua pahala; pahala menguatkan hubungan kekerabatan dan pahala sedekah.” (HR. Bukhari).
(Baca juga: DPR Minta Pemerintah Pastikan Pemilik Drone dan Segera Lakukan Diplomasi )
Di masa Rasulullah pun, para wanita menyedekahkan hartanya sendiri tanpa izin suaminya. Hal ini tertera dalam hadits berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: «خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عِيدٍ، فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلُ وَلاَ بَعْدُ، ثُمَّ مَالَ عَلَى النِّسَاءِ، وَمَعَهُ بِلاَلٌ فَوَعَظَهُنَّ، وَأَمَرَهُنَّ أَنْ يَتَصَدَّقْنَ»، فَجَعَلَتِ المَرْأَةُ تُلْقِي القُلْبَ وَالخُرْصَ
Dari Ibnu 'Abbas Radhiallahu 'Anhuma berkata; Nabi keluar pada hari 'Ied lalu shalat dua rakaat dan beliau tidak shalat lain sebelum maupun sesudahnya, kemudian beliau mendatangi jamaah wanita bersama Bilal, lalu beliau memberikan nasihat dan memerintahkan mereka untuk bershadaqah. Maka diantara mereka ada yang memberikan gelang dan antingnya. (HR. Bukhari).
Kisah ini menunjukkan kaum wanita bersedekah tanpa izin suaminya saat mereka dianjurkan bersedekah oleh Rasulullah ﷺ.
Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:
فِي هَذَا الْحَدِيث جَوَاز صَدَقَة الْمَرْأَة مِنْ مَالهَا بِغَيْرِ إِذْن زَوْجهَا وَلا يَتَوَقَّف ذَلِكَ عَلَى ثُلُث مَالهَا , هَذَا مَذْهَبنَا وَمَذْهَب الْجُمْهُور
Hadis ini menunjukkan bolehnya bagi kaum wanita menyedekahkan hartanya tanpa izin suaminya, dan tidak dibatasi hanya 1/3 hartanya. Inilah mazhab kami dan mazhab mayoritas ulama. (Syarh Shahih Muslim).
(Baca juga: Sidang Praperadilan Habib Rizieq, Polisi Sebutkan Poin-Poin Penghasutan )
Ada pun untuk harta bukan miliknya tapi milik suaminya yang mesti dijaganya, atau uang belanja sehari-hari yang seharusnya dibelanjakan sesuai amanahnya maka itu mesti izin suami jika ingin menyedekahkannya.
Dalam hadis lainnya :
لا يجوز لامرأة عطية إلا بإذن زوجها
Tidak boleh bagi seorang istri melakukan pemberian kecuali dengan izin suaminya. (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Wallahu 'Alam.
Salah satu tanda seseorang disebut bertakwa adalah ketika muslim gemar melakukan sedekah . Sebab bersedekah dan berinfak adalah salah satu cara kita menjauhi api neraka dan masuk ke dalam surga, dan ini berlaku baik bagi laki-laki dan perempuan.
(Baca juga: Hindarkan Anak dari Celaan dan Cacian )
Firman Allah Ta'ala :
وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." (QS. Ali Imran: 133)
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
"(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Ali Imran: 134).
(Baca juga: Ummul Khair, Perempuan Pemberani yang Lisannya Hanya Menyuarakan Kebenaran )
Ibnu Kathir dalam tafsir-nya menerangkan bahwa berinfaq dalam kondisi lapang maupun sempit bisa diartikan demikian. Namun lebih luas diterangkan bahwa kondisi yang dimaksud juga bisa dalam keadaan giat ataupun malas, sehat ataupun sakit dan dengan segala kondisi apapun. Para ahli surga tersebut menunjukkan bahwa mereka tidak dilalaikan oleh keadaan apa pun dalam bertakwa kepada-Nya.
Pada Tafsir al-Maraghi juga disebutkan bahwa berinfak dihadapkan pada dua kondisi, yakni keadaan mudah dan susah. Sebagian orang teramat berat untuk menginfakkan harta yang ia cintai. Bila mereka berhasil melakukannya maka itu menunjukan ketakwaan.
(Baca juga : Berlemah Lembut Kepada Perempuan adalah Akhlak yang Mulia )
Adapun anjuran berinfak dalam keadaan susah ialah sebagai tantangan, karena pada umumnya mereka dalam kondisi tersebut cenderung meminta dari pada memberi. Maka bagi mereka yang masih bisa menyisihkan hartanya walaupun dalam keadaan susah, itulah ciri ahli surga.
Maka, dalam masalah ini perlu dirinci dulu. Jika harta milik sendiri, maka istri berhak menginfakkan atau menyedekahkan harta yang menjadi miliknya sendiri, tanpa harus izin suaminya, seperti harta dari warisan orang tuanya, hartanya semasa gadis, harta hasil usahanya sendiri, harta dari hadiah orang lain, termasuk harta hibah dari suaminya, sehingga semua ini adalah hak mutlak istri. Dia bebas memanfaatkannya untuk semua jenis kebaikan.
(Baca juga: Tokoh Agama Layak Masuk Prioritas Vaksin Covid-19 )
Imam al Bukhari dalam Shahih-nya membuat Bab berjudul:
بَابُ الزَّكَاةِ عَلَى الزَّوْجِ وَالأَيْتَامِ فِي الحَجْرِ
Bab zakat untuk suami dan anak-anak yatim yang ada dalam pengasuhan. Ini menunjukkan kebebasan bagi seorang istri menggunakan hartanya sendiri, termasuk dia bersedekah, bahkan dia berzakat untuk suaminya yang fakir.
Zainab Radhiallahu 'Anha, seorang shahabiyah yang bersuamikan laki-laki yang miskin, yaitu Abu Mas'ud Al Anshari Radhiallahu 'Anhu.
(Baca juga: Kabar Gembira! Ibu Rumah Tangga Bakal Terima BLT Rp200.000 )
Zainab bertanya kepada Rasulullah :
أَيَجْزِي عَنِّي أَنْ أُنْفِقَ عَلَى زَوْجِي، وَأَيْتَامٍ لِي فِي حَجْرِي؟
“Apakah bisa diterima zakatku untuk suamiku dan anak-anak yatim yang dalam pengasuhanku?”
Rasulullah menjawab:
نَعَمْ، لَهَا أَجْرَانِ، أَجْرُ القَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ
“Ya, bagi dia (istri) dua pahala; pahala menguatkan hubungan kekerabatan dan pahala sedekah.” (HR. Bukhari).
(Baca juga: DPR Minta Pemerintah Pastikan Pemilik Drone dan Segera Lakukan Diplomasi )
Di masa Rasulullah pun, para wanita menyedekahkan hartanya sendiri tanpa izin suaminya. Hal ini tertera dalam hadits berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: «خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عِيدٍ، فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلُ وَلاَ بَعْدُ، ثُمَّ مَالَ عَلَى النِّسَاءِ، وَمَعَهُ بِلاَلٌ فَوَعَظَهُنَّ، وَأَمَرَهُنَّ أَنْ يَتَصَدَّقْنَ»، فَجَعَلَتِ المَرْأَةُ تُلْقِي القُلْبَ وَالخُرْصَ
Dari Ibnu 'Abbas Radhiallahu 'Anhuma berkata; Nabi keluar pada hari 'Ied lalu shalat dua rakaat dan beliau tidak shalat lain sebelum maupun sesudahnya, kemudian beliau mendatangi jamaah wanita bersama Bilal, lalu beliau memberikan nasihat dan memerintahkan mereka untuk bershadaqah. Maka diantara mereka ada yang memberikan gelang dan antingnya. (HR. Bukhari).
Kisah ini menunjukkan kaum wanita bersedekah tanpa izin suaminya saat mereka dianjurkan bersedekah oleh Rasulullah ﷺ.
Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:
فِي هَذَا الْحَدِيث جَوَاز صَدَقَة الْمَرْأَة مِنْ مَالهَا بِغَيْرِ إِذْن زَوْجهَا وَلا يَتَوَقَّف ذَلِكَ عَلَى ثُلُث مَالهَا , هَذَا مَذْهَبنَا وَمَذْهَب الْجُمْهُور
Hadis ini menunjukkan bolehnya bagi kaum wanita menyedekahkan hartanya tanpa izin suaminya, dan tidak dibatasi hanya 1/3 hartanya. Inilah mazhab kami dan mazhab mayoritas ulama. (Syarh Shahih Muslim).
(Baca juga: Sidang Praperadilan Habib Rizieq, Polisi Sebutkan Poin-Poin Penghasutan )
Ada pun untuk harta bukan miliknya tapi milik suaminya yang mesti dijaganya, atau uang belanja sehari-hari yang seharusnya dibelanjakan sesuai amanahnya maka itu mesti izin suami jika ingin menyedekahkannya.
Dalam hadis lainnya :
لا يجوز لامرأة عطية إلا بإذن زوجها
Tidak boleh bagi seorang istri melakukan pemberian kecuali dengan izin suaminya. (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Wallahu 'Alam.
(wid)