Kisah Cucu Raja Blambangan Setelah Dibuang ke Laut karena Dianggap Bawa Sial
Jum'at, 08 Januari 2021 - 18:05 WIB
PADA suatu malam ada sebuah perahu dagang dari Gresik melintasi Selat Bali. Ketika perahu itu berada di tengah-tengah Selat Bali tiba-tiba terjadi keanehan, perahu itu tidak dapat bergerak, maju tak bisa mundurpun tak bisa.
Nakhoda memerintahkan awak kapal untuk memeriksa sebab-sebab kemacetan itu, mungkinkah perahunya membentur batu karang.
Setelah diperiksa ternyata perahu itu hanya menabrak sebuah peti berukir indah, seperti peti milik kaum bangsawan yang digunakan menyimpan barang berharga. Nakhoda memerintahkan mengambil peti itu. (
)
Di atas perahu peti itu dibuka, semua orang terkejut karena di dalamnya terdapat seorang bayi mungil yang bertubuh montok dan rupawan.
Nakhoda merasa gembira dapat menyelamatkan jiwa si bayi mungil itu, tapi juga mengutuk orang yang tega membuang bayi itu ke tengah lautan, sungguh orang yang tidak berperikemanusiaan.
Nakhoda kemudian memerintahkan awak kapal untuk melanjutkan pelayaran ke Pulau Bali. Tapi perahu tak dapat bergerak maju. Ketika perahu diputar dan diarahkan ke Gresik ternyata perahu itu melaju dengan pesatnya.
Buku Kisah dan Ajaran Wali Sanga karya H. Lawrens Rasyidi menceritakan ini benar-benar kejadian gaib, kejadian di luar perhitungan manusia biasa.
“Pertama hanya karena peti, perahu ini tak dapat bergerak, kemudian setelah peti ini kita buka perahu tak dapat melanjutkan perjalanan ke Pulau Bali. Baiklah kita kembali saja ke Gresik, kita laporkan kejadian aneh ini kepada majikan kita,” demikian kata Nakhoda kepada anak buahnya.
Perahu itupun melaju cepat ke arah Gresik. Tanpa ada halangan dan rintangan. Padahal berdasarkan perhitungan, berlayar ke arah barat saat itu sama dengan menentang gelombang dan badai. Mereka tiba di pelabuhan Gresik dengan selamat. ( )
Tetapi Nyai Ageng Pinatih merasa cemas melihat kapal perahu dagang miliknya kembali lebih cepat dari biasanya. “Apa yang terjadi? Mengapa kalian pulang secepatnya ini?” tanyanya marah.
Lebih-lebih setelah diperiksa barang dagangan masih utuh seperti semula. Nyai Ageng Pinatih mulai naik pitam. Nakhoda perahu tak banyak bicara, dia perintahkan anak buahnya membawa peti berisi bayi ke hadapan Nyai Ageng Pinatih.
“Peti inilah yang menyebabkan kami kembali dalam waktu secepat ini. Kami tak dapat meneruskan pelayaran ke Pulau Bali,” kata sang Nakhoda. “Hanya karena peti? Apa isinya? Harta karun?” hardik Nyai Ageng Pinatih. “Inilah isinya, kata Nakhoda sembari membuka tutup peti itu.
Sepasang mata Nyai Ageng Pinatih terbelalak heran melihat bayi montok, sehat dan rupawan menggerak-gerakkan tangannya sembari menatap ke arahnya. “Bayi…? Bayi siapa ini?” guman Nyai Ageng Pinatih sembari mengangkat bayi itu dari dalam peti.
Begitu diangkat bayi itu tampak tersenyum. Hati Nyai Ageng Pinatih berbinar-binar, seketika itu juga dia merasa sangat suka pada si bayi. Lebih-lebih dia itu adalah seorang janda yang tidak dikaruniai seorang putrapun.
“Kami menemukannya di tengah samodra Selat Bali," ucap nakhoda kapal.
“Tengah samodra?” ulang Nyai Ageng Pinatih.
“Benar Nyai Ageng.”
“Lalu apa rencana kalian atas bayi ini?”
“Banyak di antara kami yang menyukai bayi itu dan mengambilnya sebagai anak. Tapi kami tahu betapa lama Nyai Ageng mendambahkan seorang putra, maka lebih tepat kiranya bila Nyai Ageng yang merawat dan membesarkan bayi itu.”
Nakhoda memerintahkan awak kapal untuk memeriksa sebab-sebab kemacetan itu, mungkinkah perahunya membentur batu karang.
Setelah diperiksa ternyata perahu itu hanya menabrak sebuah peti berukir indah, seperti peti milik kaum bangsawan yang digunakan menyimpan barang berharga. Nakhoda memerintahkan mengambil peti itu. (
Baca Juga
Di atas perahu peti itu dibuka, semua orang terkejut karena di dalamnya terdapat seorang bayi mungil yang bertubuh montok dan rupawan.
Nakhoda merasa gembira dapat menyelamatkan jiwa si bayi mungil itu, tapi juga mengutuk orang yang tega membuang bayi itu ke tengah lautan, sungguh orang yang tidak berperikemanusiaan.
Nakhoda kemudian memerintahkan awak kapal untuk melanjutkan pelayaran ke Pulau Bali. Tapi perahu tak dapat bergerak maju. Ketika perahu diputar dan diarahkan ke Gresik ternyata perahu itu melaju dengan pesatnya.
Buku Kisah dan Ajaran Wali Sanga karya H. Lawrens Rasyidi menceritakan ini benar-benar kejadian gaib, kejadian di luar perhitungan manusia biasa.
“Pertama hanya karena peti, perahu ini tak dapat bergerak, kemudian setelah peti ini kita buka perahu tak dapat melanjutkan perjalanan ke Pulau Bali. Baiklah kita kembali saja ke Gresik, kita laporkan kejadian aneh ini kepada majikan kita,” demikian kata Nakhoda kepada anak buahnya.
Perahu itupun melaju cepat ke arah Gresik. Tanpa ada halangan dan rintangan. Padahal berdasarkan perhitungan, berlayar ke arah barat saat itu sama dengan menentang gelombang dan badai. Mereka tiba di pelabuhan Gresik dengan selamat. ( )
Tetapi Nyai Ageng Pinatih merasa cemas melihat kapal perahu dagang miliknya kembali lebih cepat dari biasanya. “Apa yang terjadi? Mengapa kalian pulang secepatnya ini?” tanyanya marah.
Lebih-lebih setelah diperiksa barang dagangan masih utuh seperti semula. Nyai Ageng Pinatih mulai naik pitam. Nakhoda perahu tak banyak bicara, dia perintahkan anak buahnya membawa peti berisi bayi ke hadapan Nyai Ageng Pinatih.
“Peti inilah yang menyebabkan kami kembali dalam waktu secepat ini. Kami tak dapat meneruskan pelayaran ke Pulau Bali,” kata sang Nakhoda. “Hanya karena peti? Apa isinya? Harta karun?” hardik Nyai Ageng Pinatih. “Inilah isinya, kata Nakhoda sembari membuka tutup peti itu.
Sepasang mata Nyai Ageng Pinatih terbelalak heran melihat bayi montok, sehat dan rupawan menggerak-gerakkan tangannya sembari menatap ke arahnya. “Bayi…? Bayi siapa ini?” guman Nyai Ageng Pinatih sembari mengangkat bayi itu dari dalam peti.
Begitu diangkat bayi itu tampak tersenyum. Hati Nyai Ageng Pinatih berbinar-binar, seketika itu juga dia merasa sangat suka pada si bayi. Lebih-lebih dia itu adalah seorang janda yang tidak dikaruniai seorang putrapun.
“Kami menemukannya di tengah samodra Selat Bali," ucap nakhoda kapal.
“Tengah samodra?” ulang Nyai Ageng Pinatih.
“Benar Nyai Ageng.”
“Lalu apa rencana kalian atas bayi ini?”
“Banyak di antara kami yang menyukai bayi itu dan mengambilnya sebagai anak. Tapi kami tahu betapa lama Nyai Ageng mendambahkan seorang putra, maka lebih tepat kiranya bila Nyai Ageng yang merawat dan membesarkan bayi itu.”