Saat Menghadapi Musibah, Seorang Muslim Harusnya Di Posisi Mana?
Senin, 11 Januari 2021 - 11:10 WIB
Musibah adalah sebuah keniscayaan atau kepastian dalam kehidupan manusia . Musibah bisa menimpa diri pribadi, masyarakat, lingkungan, hingga musibah pada sebuah negara . Misalkan, hampir setiap tahun di Indonesia, banyak terjadi musibah. Peristiwa sedih terjadi sambung menyambung tidak berkesudahan.
Musibah terjadi dari mulai tanah longsor, angin puting beliung, gunung meletus, sampai pada berbagai alat transportasi juga terkena musibah, seperti pesawat jatuh, kereta api tabrakan, kapal laut tenggelam, bus umum masuk jurang, hingga bumi berguncang (gempa bumi) di berbagai daerah di Indonesia.
(Baca juga: Ciri Sebaik-baiknya Rumah Menurut Allah Ta'ala dan Rasul )
Penderitaan lahir batin , bagi mereka yang tertimpa musibah, baik yang kehilangan anggota keluarganya maupun kehilangan harta tak dapat diungkapkan lewat kata-kata dan tulisan. Musibah akan menarik simpati dan empati masyarakat, baik dalam
negeri maupun luar, bahkan sampai tingkat dunia untuk menolong dan membantu mereka yang terkena musibah.
Jika menelaah Al Qur'an, kata musibah disebutkan dalam Alquran sebanyak 10 kali dan ini menunjukkan bahwa kata tersebut memiliki nilai yang penting bagi manusia. Sebagai contoh kata musibah dikemukakan dalam surat at Taghabun ayat 11.
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS At-Taghabun : 11)
(Baca juga: Ketentuan Allah Ta'ala Tentang Musibah, Hikmah atau Akibat Dosa? )
Ulama menafsirkan bahwa seseorang tidaklah ditimpa sesuatu yang tidak diinginkannya kecuali dengan izin Allah Ta'ala, ketetapan, dan takdir-NYa.
Barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah membimbing hatinya untuk menerima perintah-Nya dan rela kepada keputusan-NYa, Allah membimbingnya kepada keadaan, perkataan dan perbuatan terbaik, sebab dasar hidayah adalah hati, sementara anggota badan adalah pengikut. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, tidak ada sedikit pun yang samar bagi-Nya.
Dalam menjelaskan ayat tersebut di atas Ibn Kasir dalam kitab tafsirnya mengemukakan bahwa Allah Ta'ala menyatakan tiada sesuatu pun yang terjadi di alam ini melainkan dengan kehendak dan kekuasaan-Nya. Sedang siapa yang beriman kepada Allah Ta'ala pastia akan rela pada putusan Allah baik qada maupun taqdir-Nya.
(Baca juga: Inilah yang Diminta Semua Umat Muslim di Yaumil Hisab )
Dengan iman itulah hati akan mendapatkan ketenangan, karena ia telah yakin bahwa yang dikehendaki tidak akan terjadi.
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ اْلمُؤْمِنِيْنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَاهُ اْلأَمْرُ يَسُرُّهُ قَالَ اْلحَمْدُ ِللهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتِ وَإِذَا أَتَاهُ اْلأَمْرُ يَكْرَهُهُ قَالَ اْلحَمْدُ ِللهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ
Dari ‘Aisyah Ummul Mu’minin, semoga Allah Ta'ala meridhai, beliau berkata : Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam jika ditimpa keadaan yang menyenangkan, maka Rasulullah berkata : Alhamdulillah alladzii bi ni’matihii tatimmus shoolihaat (Segala puji bagi Allah yang dengan kenikmatan dariNya kebaikan-kebaikan menjadi sempurna). Sedangkan jika beliau ditimpa sesuatu yang tidak disenanginya, beliau mengucapkan : Alhamdulillah ala kulli haal (Segala puji bagi Allah dalam segenap keadaan).” (HR Ibnu Majah)
Dari hadis tersebut, kita perlu memetik pelajaran tentang kepasrahan dan ketaatan kepada Allah Ta'ala saat menghadapi musibah. Para ulama menyebutkan bahwa seseorang dalam menghadapi musibah ada empat posisi atau keadaan. Seorang muslim harus menempatkan posisinya sesuai yang diridhai Allah Ta'ala.
(Baca juga: Jalur Puncak Longsor, Petugas: Tinggal Disemprot Biar Bisa Dilalui )
1. Manusia marah bila terkena musibah
Yaitu seseorang menampakkan rasa marah baik pada lisan, hati atau anggota badannya. Seseorang yang murka pada Allah dalam hatinya yaitu dia merasa benci (murka) pada Allah Ta'ala dan dia merasa bahwa Allah Ta'ala telah menzaliminya dengan ditimpakan suatu musibah. Muslimin harus berlindung pada Allah dari perbuatan semacam ini.
2. Seseorang akan sabar saat musibah.
Yakni dengan menahan diri terhadap musibah yang dihadapi. Keadaan ini adalah seseorang benci dan tidak menyukai musibah tetapi dia bisa menahan diri dengan tidak menggerutu dengan lisannya yang bisa membuat Allah Ta'ala murka padanya. Dia tidak marah dan tidak juga menggerutu dalam hatinya.
3. Ridha terhadap musibah
Yaitu seseorang merasa lapang hatinya dengan musibah yang menimpa, dia betul-betul ridha dan seakan-akan dia tidak mendapatkan musibah. Hukum sabar dengan musibah adalah wajib. Ridha adalah mustahab (dianjurkan).
(Baca juga: Simak! Aturan & Daftar Terbaru Negara Tujuan Buruh Migran RI )
4. Bersyukur kepada Allah Ta'ala atas musibah yang menimpa
Keadaan seperi inilah yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat (mendapatkan) sesuatu yang dia sukai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan :
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
(Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihat/segala puji hanya milik Allah yang dengan segala nikmatnya segala kebaikan menjadi sempurna.’ Dan ketika beliau mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan :
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ
Alhamdulillah ala kulli hal.
(Baca juga: Pemerintah Ditagih Jadikan GeNose dan CePad Alat Deteksi COVID-19 Resmi Negara )
Keadaan bersyukur saat musibah inilah merupakan tingkatan tertinggi dalam menghadapi musibah. Yaitu seseorang malah mensyukuri musibah yang menimpa dirinya. Keadaan seperti inilah yang didapati pada hamba Allah yang selalu bersyukur kepada-Nya, dia melihat bahwa di balik musibah dunia yang menimpanya ada lagi musibah yang lebih besar yaitu musibah agama.
Dan ingatlah musibah agama tentu saja lebih berat daripada musibah dunia karena azab (siksaan) di dunia tentu saja masih lebih ringan dibandingkan siksaan di akhirat nanti. Karena musibah dapat menghapuskan dosa, maka orang semacam ini bersyukur kepada Allah karena dia telah mendapatkan tambahan kebaikan.
Al Qur'an mengingatkan bahwa dengan kemakmuran dan kesempitan, dengan kesukaan dan kedukaan dan dengan kesehatan dan penyakit, manusia akan diuji.
وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Dan kami uji mereka dengan nikmat pemberian yang baik-baik dan bala bencana yang buruk, supaya mereka kembali (bertaubat)." (QS Al-A'raf : 168).
(Baca juga: Besok PN Jakarta Selatan Bakal Putuskan Praperadilan Habib Rizieq )
Wallahu 'Alam
Musibah terjadi dari mulai tanah longsor, angin puting beliung, gunung meletus, sampai pada berbagai alat transportasi juga terkena musibah, seperti pesawat jatuh, kereta api tabrakan, kapal laut tenggelam, bus umum masuk jurang, hingga bumi berguncang (gempa bumi) di berbagai daerah di Indonesia.
(Baca juga: Ciri Sebaik-baiknya Rumah Menurut Allah Ta'ala dan Rasul )
Penderitaan lahir batin , bagi mereka yang tertimpa musibah, baik yang kehilangan anggota keluarganya maupun kehilangan harta tak dapat diungkapkan lewat kata-kata dan tulisan. Musibah akan menarik simpati dan empati masyarakat, baik dalam
negeri maupun luar, bahkan sampai tingkat dunia untuk menolong dan membantu mereka yang terkena musibah.
Jika menelaah Al Qur'an, kata musibah disebutkan dalam Alquran sebanyak 10 kali dan ini menunjukkan bahwa kata tersebut memiliki nilai yang penting bagi manusia. Sebagai contoh kata musibah dikemukakan dalam surat at Taghabun ayat 11.
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS At-Taghabun : 11)
(Baca juga: Ketentuan Allah Ta'ala Tentang Musibah, Hikmah atau Akibat Dosa? )
Ulama menafsirkan bahwa seseorang tidaklah ditimpa sesuatu yang tidak diinginkannya kecuali dengan izin Allah Ta'ala, ketetapan, dan takdir-NYa.
Barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah membimbing hatinya untuk menerima perintah-Nya dan rela kepada keputusan-NYa, Allah membimbingnya kepada keadaan, perkataan dan perbuatan terbaik, sebab dasar hidayah adalah hati, sementara anggota badan adalah pengikut. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, tidak ada sedikit pun yang samar bagi-Nya.
Dalam menjelaskan ayat tersebut di atas Ibn Kasir dalam kitab tafsirnya mengemukakan bahwa Allah Ta'ala menyatakan tiada sesuatu pun yang terjadi di alam ini melainkan dengan kehendak dan kekuasaan-Nya. Sedang siapa yang beriman kepada Allah Ta'ala pastia akan rela pada putusan Allah baik qada maupun taqdir-Nya.
(Baca juga: Inilah yang Diminta Semua Umat Muslim di Yaumil Hisab )
Dengan iman itulah hati akan mendapatkan ketenangan, karena ia telah yakin bahwa yang dikehendaki tidak akan terjadi.
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ اْلمُؤْمِنِيْنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَاهُ اْلأَمْرُ يَسُرُّهُ قَالَ اْلحَمْدُ ِللهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتِ وَإِذَا أَتَاهُ اْلأَمْرُ يَكْرَهُهُ قَالَ اْلحَمْدُ ِللهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ
Dari ‘Aisyah Ummul Mu’minin, semoga Allah Ta'ala meridhai, beliau berkata : Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam jika ditimpa keadaan yang menyenangkan, maka Rasulullah berkata : Alhamdulillah alladzii bi ni’matihii tatimmus shoolihaat (Segala puji bagi Allah yang dengan kenikmatan dariNya kebaikan-kebaikan menjadi sempurna). Sedangkan jika beliau ditimpa sesuatu yang tidak disenanginya, beliau mengucapkan : Alhamdulillah ala kulli haal (Segala puji bagi Allah dalam segenap keadaan).” (HR Ibnu Majah)
Dari hadis tersebut, kita perlu memetik pelajaran tentang kepasrahan dan ketaatan kepada Allah Ta'ala saat menghadapi musibah. Para ulama menyebutkan bahwa seseorang dalam menghadapi musibah ada empat posisi atau keadaan. Seorang muslim harus menempatkan posisinya sesuai yang diridhai Allah Ta'ala.
(Baca juga: Jalur Puncak Longsor, Petugas: Tinggal Disemprot Biar Bisa Dilalui )
1. Manusia marah bila terkena musibah
Yaitu seseorang menampakkan rasa marah baik pada lisan, hati atau anggota badannya. Seseorang yang murka pada Allah dalam hatinya yaitu dia merasa benci (murka) pada Allah Ta'ala dan dia merasa bahwa Allah Ta'ala telah menzaliminya dengan ditimpakan suatu musibah. Muslimin harus berlindung pada Allah dari perbuatan semacam ini.
2. Seseorang akan sabar saat musibah.
Yakni dengan menahan diri terhadap musibah yang dihadapi. Keadaan ini adalah seseorang benci dan tidak menyukai musibah tetapi dia bisa menahan diri dengan tidak menggerutu dengan lisannya yang bisa membuat Allah Ta'ala murka padanya. Dia tidak marah dan tidak juga menggerutu dalam hatinya.
3. Ridha terhadap musibah
Yaitu seseorang merasa lapang hatinya dengan musibah yang menimpa, dia betul-betul ridha dan seakan-akan dia tidak mendapatkan musibah. Hukum sabar dengan musibah adalah wajib. Ridha adalah mustahab (dianjurkan).
(Baca juga: Simak! Aturan & Daftar Terbaru Negara Tujuan Buruh Migran RI )
4. Bersyukur kepada Allah Ta'ala atas musibah yang menimpa
Keadaan seperi inilah yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat (mendapatkan) sesuatu yang dia sukai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan :
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
(Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihat/segala puji hanya milik Allah yang dengan segala nikmatnya segala kebaikan menjadi sempurna.’ Dan ketika beliau mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan :
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ
Alhamdulillah ala kulli hal.
(Baca juga: Pemerintah Ditagih Jadikan GeNose dan CePad Alat Deteksi COVID-19 Resmi Negara )
Keadaan bersyukur saat musibah inilah merupakan tingkatan tertinggi dalam menghadapi musibah. Yaitu seseorang malah mensyukuri musibah yang menimpa dirinya. Keadaan seperti inilah yang didapati pada hamba Allah yang selalu bersyukur kepada-Nya, dia melihat bahwa di balik musibah dunia yang menimpanya ada lagi musibah yang lebih besar yaitu musibah agama.
Dan ingatlah musibah agama tentu saja lebih berat daripada musibah dunia karena azab (siksaan) di dunia tentu saja masih lebih ringan dibandingkan siksaan di akhirat nanti. Karena musibah dapat menghapuskan dosa, maka orang semacam ini bersyukur kepada Allah karena dia telah mendapatkan tambahan kebaikan.
Al Qur'an mengingatkan bahwa dengan kemakmuran dan kesempitan, dengan kesukaan dan kedukaan dan dengan kesehatan dan penyakit, manusia akan diuji.
وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Dan kami uji mereka dengan nikmat pemberian yang baik-baik dan bala bencana yang buruk, supaya mereka kembali (bertaubat)." (QS Al-A'raf : 168).
(Baca juga: Besok PN Jakarta Selatan Bakal Putuskan Praperadilan Habib Rizieq )
Wallahu 'Alam
(wid)