Pemuda Tajir Itu Memilih Memeluk Islam dan Menjadi Miskin
Jum'at, 17 April 2020 - 10:07 WIB
Saat perpisahan itu menggambarkan kepada kita kegigihan luar biasa dalam kekafiran pihak ibu, sebaliknya kebulatan tekad yang lebih besar dalam mempertahankan keimanan dari pihak anak. Ketika sang ibu mengusirnya dari rumah sambil berkata: “Pergilah sesuka hatimu! Aku bukan ibumu lagi”.
Maka Mush’ab pun menghampiri ibunya sambil berkata: “Wahai bunda! Telah ananda sampaikan nasihat kepada bunda, dan ananda menaruh kasihan kepada bunda. Karena itu saksikanlah bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”.
Dengan murka dan naik darah ibunya menyahut: “Demi bintang! Sekali-kali aku takkan masuk ke dalam agamamu itu. Otakku bisa jadi rusak, dan buah pikiranku takkan diindahkan orang lagi”.
Demikianlah akhirnya Mush’ab meninggalkan kemewahan dan kesenangan yang dialaminya selama itu, dan memilih hidup miskin dan sengsara.
Pemuda ganteng dan perlente itu, telah menjadi seorang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan usang, sehari makan dan beberapa hari menderita lapar. Tapi jiwanya yang telah dihiasi dengan ‘aqidah suci dan cemerlang berkat sepuhan Nur Ilahi, telah mengubah dirinya menjadi seorang manusia lain, yaitu manusia yang dihormati, penuh wibawa dan disegani. (Bersambung)
Maka Mush’ab pun menghampiri ibunya sambil berkata: “Wahai bunda! Telah ananda sampaikan nasihat kepada bunda, dan ananda menaruh kasihan kepada bunda. Karena itu saksikanlah bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”.
Dengan murka dan naik darah ibunya menyahut: “Demi bintang! Sekali-kali aku takkan masuk ke dalam agamamu itu. Otakku bisa jadi rusak, dan buah pikiranku takkan diindahkan orang lagi”.
Demikianlah akhirnya Mush’ab meninggalkan kemewahan dan kesenangan yang dialaminya selama itu, dan memilih hidup miskin dan sengsara.
Pemuda ganteng dan perlente itu, telah menjadi seorang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan usang, sehari makan dan beberapa hari menderita lapar. Tapi jiwanya yang telah dihiasi dengan ‘aqidah suci dan cemerlang berkat sepuhan Nur Ilahi, telah mengubah dirinya menjadi seorang manusia lain, yaitu manusia yang dihormati, penuh wibawa dan disegani. (Bersambung)
(mhy)