Kisah Sakaratul Maut, Amr Ibn Al-Ash: Seakan Aku Bernafas dari Jarum Beracun

Jum'at, 12 Februari 2021 - 07:58 WIB
Ilustrasi/Ist
SETIAP manusia saat meregang nyawa mengalami sakaratul maut sebagaimana dijelaskan dalam ayat:

وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ۖ ذَٰلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ

"Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya." (QS Qaf Ayat 19)




Al-Qurthubi dalam kitabnya At-tadzkirah memaparkan saat Amr bin al-Ash sekarat, anaknya berkata kepadanya, “Wahai ayahku, engkau pernah mengatakan, 'Semoga saja aku bertemu dengan seorang laki-laki yang berakal saat maut menjemputnya agar ia melukiskan kepadaku apa yang dilihatnya'. Sekarang, engkaulah orang itu. Maka ceritakanlah kepadaku!”



Ayahnya menjawab, “Anakku, demi Allah, seakan-akan bagian sampingku berada di ranjang, seakan-akan aku bernafas dari jarum beracun, seakan-akan duri pohon ditarik dari tapak kakiku sampai kepala.”

Kemudian ia mengucapkan sebaris bait syair:

Aduhai, andai saja sebelum hal yang telah jelas di hadapanku ini terjadi

aku berada di puncak gunung sambil menggembala kambing gunung.




Kesukaran

Dr Umar Sulaiman al Asygar dalam Buku Ensiklopedia Kiamat menjelaskan, sakaratul maut berarti kesulitan dan kesukaran maut. Ar-Raghib berkata dalam al-Mufradat, “Kata sakar adalah suatu keadaan yang menghalangi antara seseorang dengan akalnya. Dalam penggunaannya, kata ini banyak dipakai untuk makna minuman yang memabukkan. Kata ini juga berkonotasi marah, rindu, sakit, ngantuk, dan kondisi tidak sadar (pingsan) yang disebabkan oleh kasa sakit."

Rasulullah SAW pernah mengalami sakaratul maut. Dalam sakit yang menjelang wafatnya, Rasul meraih cangkir kecil berisi air, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya untuk membasuh wajahnya. Beliau berujar, “Tiada tuhan selain Allah. Sesungguhnya pada maut pasti ada sakaratul maut.” (HR Bukhari dari Aisyah )

Aisyah bercerita mengenai sakitnya Rasulullah SAW. “Aku tidak melihat sakit pada seseorang yang lebih keras dibanding yang dialami Rasulullah SAW.”

Aisyah juga pernah masuk ke kamar ayahnya Abu Bakar yang sedang sakit menjelang wafatnya. Tatkala sakit itu semakin berat, Aisyah mengucapkan sebait syair:

Kekayaan tidak berarti apa-apa bagi seorang pemuda saat sekarat melewati kerongkongannya, dan menyesakkan dadanya

Lalu Abu Bakar membuka wajahnya dan berujar, “Bukan begitu, yang benar (mengutip sebuah ayat) 'Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya "(HR Bukhari, Muslim, dan Tirmizi)




Jiwa yang Busuk

Sudah pasti orang kafir akan mengalami maut lebih berat dibanding yang dialami seorang mukmin. Umar Sulaiman al Asygar mengutip sebagian hadis dari al-Barra' ibn “Azib, “Wahai jiwa yang busuk, keluarlah menuju kebencian dan muka Allah?” Lalu ia berpisah dari jasadnya dan si malaikat mencabutnya sebagaimana bulu wol yang tebal dan basah dicabut, dan bersamaan dengan itu terputuslah urat-urat dan syaraf-syaraf.

Al-Qur'an melukiskan betapa beratnya sakaratul maut yang dialami oleh orang kafir:

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ مِثْلَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۗ وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ ۖ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ

"Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: 'Telah diwahyukan kepada saya', padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: 'Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah'. Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): 'Keluarkanlah nyawamu' Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. (QS Al-An'am Ayat 93)




Maksud ayat di atas, seperti dituturkan Ibn Katsir, adalah ketika malaikat azab memberi kabar kepada orang kafir tentang azab, belenggu, rantai, neraka Jahim, api yang panas membakar dan murka Allah, lalu si malaikat berusaha mencabut roh dari jasadnya, akan tetapi rohnya menolak keluar, maka malaikat memukul mereka sampai roh mereka keluar dari jasad, sambil berteriak, “Keluarkan nyawamu! Pada hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar.”

Ibn Katsir menafsirkan “wa al-mala'ikah basithu aidihim” dengan “memukul”. Makna ayat ini sama dengan makna ayat:

لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي

"Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku" (QS Al-Maidah : 28) dan:

وَيَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ وَأَلْسِنَتَهُمْ بِالسُّوءِ

... dan mereka menjulurkan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakitimu".

Meringankan

Rasulullah SAW memberitahukan kepada kita bahwa sakatatul maut akan diringankan bagi orang yang mati syahid di medan perang.

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang mati syahid tidak merasakan sakitnya terbunuh, kecuali seperti sakitnya dicubit.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, an-Nasa'i, dan ad-Darimi. Tirmidzi berkata, “Hadis ini hasan gharib)

Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitab Futuh Al-Ghaib bertutur mengenai kisah seorang wali menjelang sakaratul maut . Kisah ini disampaikan dalam risalah ke-79, sebagai berikut:

Kala sang wali menghadapi sakaratul maut, putranya, Abdul Wahab berkata kepadanya, “Apa yang mesti kulakukan sepeninggal ayah?”

“Kamu mesti takut kepada-Nya, jangan takut kepada selain-Nya, jangan berharap kepada selain-Nya, dan berpasrahlah hanya kepadaNya,” jawabnya.

Selanjutnya ia berkata, “Aku adalah biji tak berkulit. Orang lain telah datang kepadaku; berilah mereka tempat dan hormatilah mereka. Inilah manfaat nan besar. Jangan membuat tempat ini penuh sesak dengan ini. Atasmu kedamaian, kasih dan ramat Allah. Semoga Dia melindungiku dan kamu, dan mengasihiku dan kamu. Kumulai senantiasa dengan asma Allah.”

Ia terus berkata begini satu hari satu malam, “Celakalah kau, aku tak takut sesuatu pun, baik malaikat maupun malakul maut. Duhai malakul maut! Bukanlah kau, tapi sahabatku yang bermurah kepadaku.”

Lantas pada malam kewafatannya, ia memekik keras, dan kata kedua putranya, Abdur-Razaq dan Musa, dia mengangkat dan merentangkan kedua tangannya sembari berkata, “Atasmu kedamaian, kasih dan rahmat Allah. Bertobatlah dan ikutilah jalan ini. Kini aku datang kepadamu.”

Dia berkata, “Tunggu”. Dan, meninggallah dia.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(mhy)
Hadits of The Day
Dari Aisyah Ummul Mukminin, bahwa ia berkata:  Sudah biasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa beberapa hari, hingga kami mengira bahwa beliau akan berpuasa terus. Namun beliau juga biasa berbuka (tidak puasa) beberapa hari hingga kami mengira bahwa beliau akan tidak puasa terus. Dan aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyempurnakan puasanya sebulan penuh, kecuali Ramadhan.  Dan aku juga tidak pernah melihat beliau puasa sunnah dalam sebulan yang lebih banyak daripada puasanya ketika bulan Sya'ban.

(HR. Muslim No. 1956)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More