Berikut 3 Hikmah dan Faedah Orang Puasa Menurut Syaikh Utsaimin

Sabtu, 18 April 2020 - 06:39 WIB
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Foto/Ist
DI antara nama-nama Allah Ta’ala adalah Al-Hakim. Dan dzat yang hakim itu disifati dengan sifat hikmah. Sedangkan hikmah itu adalah bersikap bijaksana dalam urusan dan menempatkan sesuatu sesuai tempatnya.

Dan konsekuensi dari salah satu nama di antara nama-nama Allah Ta’ala ini adalah bahwa semua apa yang Dia ciptakan dan Dia syariatkan itu untuk hikmah yang agung. Hal ini akan diketahui oleh orang yang mengetahuinya sedangkan orang yang jahil maka dia tidak mengetahuinya.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam bukunya berjudul Fushul fi Shiyam menjelaskan adapun puasa yang telah Allah Ta’ala syariatkan dan wajibkan kepada hamba-Nya itu mempunyai hikmah yang agung dan mempunyai faidah yang melimpah ruah.

Menurut ulama era kontemporer ahli dalam sains fiqh dan lebih dikenal dengan nama Syaikh Ibn 'Utsaimin atau Syaikh 'Utsaimin ini di antara hikmah puasa adalah: puasa merupakan ibadah yang dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Rabbnya, dengan meninggalkan hal-hal yang dia sukai seperti makan, minum, dan hubungan badan.

Supaya dengan amalan ini ia bisa menggapai keridhaan dari Rabbnya dan mendapatkan kemenangan di negeri kemuliaan-Nya. Maka dari itu akan menjadi jelas bagi seseorang yang mengutamakan kecintaannya kepada rabbnya daripada kecintaan terhadap dirinya sendiri, dan lebih mengutamakan negeri akhirat daripada kehidupan dunia.

Puasa merupakan sebab untuk meraih ketakwaan, jika seseorang melaksanakan karena meyakini wajibnya hukum berpuasa tersebut. Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.”(QS. Al-Baqarah: 183)

Maka orang yang berpuasa itu diperintahkan agar bertakwa kepada Allah Ta’ala, yaitu dengan menjalankan puasa semata-mata ikhlas karena-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan ini merupakan tujuan terbesar dari ibadah puasa. Dan bukanlah tujuan puasa itu untuk menyiksa orang yang berpuasa dengan meninggalkan makan, minum, dan berhubungan badan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan palsu, serta kebodohan, maka Allah Ta’ala tidak butuh kepada puasanya meski ia meninggalkan makan dan minum.”(HR Bukhari)

Ucapan palsu adalah setiap ucapan yang diharamkan, di antaranya seperti berdusta, ghibah, mencela, dan yang lainnya dari jenis ucapan-ucapan yang diharamkan.

Sedangkan perbuatan palsu adalah melakukan perbuatan yang diharamkan, seperti memusuhi manusia dengan bersikap khianat, mencela, memukul badan, mengambil harta dan lain sebagainya.

Dan masuk dalam kategori ini adalah mendengarkan sesuatu yang diharamkan, seperti mendengarkan nyanyian-nyanyian dan ma’azif yang diharamkan. Al-ma’azif yaitu semua alat yang sia-sia.

Dan arti kebodohan adalah ketololan, yaitu tidak lurus dalam ucapan dan perbuatan.

Maka apabila seorang yang berpuasa itu berjalan sesuai dengan konsekuensi dari ayat dan hadis ini, niscaya puasanya menjadi mediator untuk mentarbiyah diri pribadi dan mendidik akhlaknya, dan agar istiqamah dalam menempuhnya.

Dan tidaklah dia keluar dari bulan Ramadhan itu melainkan dalam keadaan benar-benar mendapatkan dampak (pengaruh) yang dalam (dari puasanya), dimana pengaruh ini nampak pada diri, akhlak dan kehidupannya. Termasuk dari hikmah berpuasa adalah:

Pertama, orang yang kaya mengetahui kadar kenikmatan yang telah Allah Ta’ala berikan kepadanya dalam bentuk kekayaan. Allah Ta’ala telah memudahkan baginya untuk mendapatkan hal yang ia inginkan dari makanan, minuman, berhubungan badan yang telah Allah Ta’ala perbolehkan menurut timbangan syar’i, dan Allah Ta’ala juga telah memberikan kemudahan berupa kemampuan untuk mendapatkannya.

Oleh sebab itulah ia bersyukur kepada Rabbnya atas nikmat-nikmat ini. Dia akan selalu mengingat-ingat saudaranya yang fakir yang tidak mulus jalan yang ia tempuh untuk mendapat yang seperti itu. Maka ia akan mewujudkan rasa syukurnya tersebut dengan cara bersedekah dan berbuat kebaikan.

Kedua, melatih untuk mengekang hawa nafsu dan mengendalikannya, hingga ia mampu menyetirnya dan mengerahkannya kepada hal-hal yang akan mendatangkan kebaikan dan kebahagiaan baginya, baik di dunia maupun akhirat.

Berpuasa juga akan menjauhkan dirinya dari menjadi sifat manusia yang berperingai seperti binatang yang tidak mampu mengekang diri dalam menuruti kelezatan syahwat, padahal dalam perbuatan ini mengandung kemaslahatan bagi dirinya.

Ketiga, mendapat faidah kesehatan yang merupakan buah dari berhentinya makan sehingga berhenti pula pencernaan dalam jangka waktu tertentu, dan mengurangi zat-zat yang berlebihan dan zat-zat yang membahayakan terhadap tubuh atau yang lainnya.
(mhy)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا فِى الۡبِلَادِؕ (١٩٦) مَتَاعٌ قَلِيۡلٌ ثُمَّ مَاۡوٰٮهُمۡ جَهَنَّمُ‌ؕ وَ بِئۡسَ الۡمِهَادُ (١٩٧)
Jangan sekali-kali kamu teperdaya oleh kegiatan orang-orang kafir (yang bergerak) di seluruh negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat kembali mereka ialah neraka Jahanam. Jahanam itu seburuk-buruk tempat tinggal.

(QS. Ali 'Imran Ayat 196-197)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More