Hukum Mimpi Basah dalam Pandangan Islam
Jum'at, 19 Februari 2021 - 15:04 WIB
Mimpi basah dalam kaidah ilmiah adalah mimpi bersetubuh atau orgasme tidur yang meliputi ejakulasi pada pria, serta lubrikasi vagina atau orgasme pada wanita. Yaitu keluarnya mani (sperma) dari kemaluan saat dalam keadaan tidur.
Mimpi basah sering terjadi pada masa remaja dan awal masa dewasa muda, tetapi juga terjadi pada orang dewasa. Dalam perspektif Islam, mimpi basah disebut dengan istilah ihtilam. Mimpi basah ini menjadi penanda seseorang sudah baligh (dewasa) dan dikenai kewajiban (taklif) sebagai seorang muslim yang mukallaf.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah menyebutkan mimpi basah ini dalam hadis-hadis shahih. "Pena Tuhan diangkat dari tiga perkara; dari orang yang tertidur sampai terbangun, dari orang gila sampai dia sembuh, dari seorang anak sampai dia mimpi basah (yahtalima, ihtilam)." Hadits ini diriwayatkan oleh tujuh sahabat utama, Ummul Mukminin ‘Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq, Abu Qatadah, ‘Ali bin Abu Thalib, ‘Umar bin Khaththab, ‘Abdullah bin ‘Abbas, Sidad bin Aus, dan Tsauban.
Dalam Kitab Khulasah Kifayatul Akhyar disebutkan hadis yang diriwayatkan Imam Muslim: "Air mandi itu dari sebab air (keluar sperma). Yang dimaksud di sini, baik keluarnya karena syahwat atau mimpi, maupun oleh sebab-sebab yang lainnya."
Wanita Juga Mengalami Mimpi Basah
Dilansir dari kisahikmah, Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari sahabat mulia Anas bin Malik, Ummu Tsulaim radhiyallahu 'anha mendatangi Nabi. "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta’ala tidak malu dalam menjelaskan kebenaran. Apakah seorang wanita wajib mandi jika mimpi basah? " tanya Ummu Tsulaim.
"Ya," jawab Nabi yang mulia. "Wanita wajib mandi jika melihat (keluar) mani."
Mendengar pertanyaan Ummu Tsulaim, Ummul Mukminin Ummu Salamah yang saat itu berada di sisi Rasulullah pun tertawa, lalu bertanya, "Apakah wanita juga mimpi basah dan mengeluakan air mani?"
"Iya," jawab baginda Nabi. "Dari mana seorang anak bisa mirip (dengan ayah atau ibunya jika bukan karena air mani keduanya)?"
Dalam hadis riwayat Imam Muslim, Rasulullah صلى الله عليه وسلم menyebutkan perbedaan air mani laki-laki dan perempuan. Air mani laki-laki kental dan berwarna putih, sedangkan air mani wanita halus dan berwarna kuning.
Orang tua hendaknya memberikan pemahaman, bahwa setelah mimpi basah ada kewajiban yang harus ditunaikan. Lalu seorang anak disiapkan agar segera memasuki jenjang pernikahan jika sudah mampu, atau mengisi harinya dengan kesibukan belajar, membaca Al-Qur'an, dzikir, sehingga syahwatnya terjaga jika belum mampu menikah.
Mimpi Basah dari Setan?
Dikutip dari konsultasisyariah,ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Sebelum kita menyimpulkan perbedaan pendapat itu, terlebih dahulu kita simak beberapa hadis yang berbicara tentang itu.
Pertama, sebuah hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa beliau menyatakan:
ما احتلم نبي قط إنما الاحتلام من الشيطان
"Tidak ada seorang nabipun yang mengalami mimpi basah (ihtilam). Mimpi basah itu dari setan."
Hanya saja banyak di antara para ahli hadis menyatakan hadis ini dhaif. Di antaranya Ibnu Dihyah sebagaimana yang dinukil Ibnul Mulaqin dalam Ghayah as-Sul (hlm. 290) dan dalam as-Silsilah ad-Dhaifah, hadis ini diberi derajat: hadis bathil. (as-Silsilah ad-Dhaifah, 3/434)
Karena dalam sanad hadis ini terdapat perawi yang bernama Abdul Aziz bin Abi Tsabit. Imam Bukhari dan Imam Abu Hatim menyebutnya, “Munkarul Hadis.” Sementara an-Nasai menyebutnya, “Matrukul Hadis.” (simak: at-Tahdzib, Ibnu Hajar, 6/308)
Kemudian, ada hadis lain dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
الرُّؤْيَا مِنَ اللهِ، وَالْحُلْمُ مِنَ الشَّيْطَانِ
"Ar-Rukya itu dari Allah dan al-Hulmu itu dari setan." (HR. Bukhari 5747 dan Muslim 2261).
Imam An-Nawawi menukil keterangan al-Maziri tentang makna ar-Rukya dan al-Hulmu. Istilah ar-Rukya untuk menyebut mimpi yang disukai (mimpi baik), sedangkan istilah al-Hulmu untuk menyebut mimpi yang tidak disukai (mimpi buruk). (Syarh Shahih Muslim, 15/17)
Sebagian ulama menjadikan hadis ini sebagai dalil bahwa ihtilam (mimpi basah) adalah dari setan. Wallahu A'lam
Kewajiban Mandi dan Tata Caranya
Ketika seseorang berhadas besar (junub), maka ia diwajibkan mandi besar agar kembali berada dalam kesucian. Berikut teknis Mandi Wajib sebagaimana dijelaskan Imam An-Nawawi:
1. Dimulai dengan basmalah dan niat mandi wajib.
Nawaitul Ghusla Liraf'il Hadatsil Akbari Fardhon Lillaahi Ta'aala.
Artinya: Saya niat mandi untuk menghilangkan hadas besar karena Allah.
2. Mencuci kedua telapan tangan sebanyak tiga kali.
3. Mencuci kemaluan, untuk menghilangkan najis baik depan maupun belakang. Karena mungkin saja masih ada bekas mani di sekitar kemaluan depan, atau mungkin sebelum mandi melakukan aktivitas BAB terlebih dahulu sehingga harus dipastikan bahwa setelah BAB dicuci dengan bersih. Terlebih bagi perempuan yang mandi setelah haidh atau nifas, maka sangat dianjurkan untuk membersihkan sisa-sisa najis itu dengan sesutau yang harum, baik sabun mandi, minyak, dan seterusnya.
4. Berwudhu seperti wudhu salat. Hanya saja ada sedikit perbedaan di antara para ulama, apakah membasuh kakinya didahulukan atau diakhirkan setelah selesai mandi. Namun pilihan mana saja yang dipilih semuanya dibenarkan, karena itu masih disebut dengan wudhu, dan wudunya tetap sah. Termasuk di antaranya pilihan untuk mengakhirkan wudhu.
5. Mengambil air lalu menggosokkan jari-jari ke sela-sela rambut hingga mengenai kulit kepala dan jenggot (bagi yang ada). Untuk memastikan bahwa tidak ada bagian tubuh yang tidak terkena air. Terlebih rambut perempuan yang panjang dan tebal, atau jenggot laki-laki yang kadang lebih tebal dan panjang dari rambutnya juga harus lebih diperhatikan lagi.
6. Membasuh kepala tiga kali, agar dipastikan bahwa semua rambut dan kulit kepala terkena air.
7. Lalu meratakan air ke seluruh tubuh sambil menggosokkan tangan kesemua badan, dan dimulai dari bagian badan sebelah kanan, tiga kali.
8. Pindah dari tempat berdiri, lalau kemudian membasuh kedua kaki. Karena dikhawatirkan bagian dalam telapak kaki tidak terkena air.
Wallahu A'lam
Mimpi basah sering terjadi pada masa remaja dan awal masa dewasa muda, tetapi juga terjadi pada orang dewasa. Dalam perspektif Islam, mimpi basah disebut dengan istilah ihtilam. Mimpi basah ini menjadi penanda seseorang sudah baligh (dewasa) dan dikenai kewajiban (taklif) sebagai seorang muslim yang mukallaf.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah menyebutkan mimpi basah ini dalam hadis-hadis shahih. "Pena Tuhan diangkat dari tiga perkara; dari orang yang tertidur sampai terbangun, dari orang gila sampai dia sembuh, dari seorang anak sampai dia mimpi basah (yahtalima, ihtilam)." Hadits ini diriwayatkan oleh tujuh sahabat utama, Ummul Mukminin ‘Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq, Abu Qatadah, ‘Ali bin Abu Thalib, ‘Umar bin Khaththab, ‘Abdullah bin ‘Abbas, Sidad bin Aus, dan Tsauban.
Dalam Kitab Khulasah Kifayatul Akhyar disebutkan hadis yang diriwayatkan Imam Muslim: "Air mandi itu dari sebab air (keluar sperma). Yang dimaksud di sini, baik keluarnya karena syahwat atau mimpi, maupun oleh sebab-sebab yang lainnya."
Wanita Juga Mengalami Mimpi Basah
Dilansir dari kisahikmah, Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari sahabat mulia Anas bin Malik, Ummu Tsulaim radhiyallahu 'anha mendatangi Nabi. "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta’ala tidak malu dalam menjelaskan kebenaran. Apakah seorang wanita wajib mandi jika mimpi basah? " tanya Ummu Tsulaim.
"Ya," jawab Nabi yang mulia. "Wanita wajib mandi jika melihat (keluar) mani."
Mendengar pertanyaan Ummu Tsulaim, Ummul Mukminin Ummu Salamah yang saat itu berada di sisi Rasulullah pun tertawa, lalu bertanya, "Apakah wanita juga mimpi basah dan mengeluakan air mani?"
"Iya," jawab baginda Nabi. "Dari mana seorang anak bisa mirip (dengan ayah atau ibunya jika bukan karena air mani keduanya)?"
Dalam hadis riwayat Imam Muslim, Rasulullah صلى الله عليه وسلم menyebutkan perbedaan air mani laki-laki dan perempuan. Air mani laki-laki kental dan berwarna putih, sedangkan air mani wanita halus dan berwarna kuning.
Orang tua hendaknya memberikan pemahaman, bahwa setelah mimpi basah ada kewajiban yang harus ditunaikan. Lalu seorang anak disiapkan agar segera memasuki jenjang pernikahan jika sudah mampu, atau mengisi harinya dengan kesibukan belajar, membaca Al-Qur'an, dzikir, sehingga syahwatnya terjaga jika belum mampu menikah.
Mimpi Basah dari Setan?
Dikutip dari konsultasisyariah,ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Sebelum kita menyimpulkan perbedaan pendapat itu, terlebih dahulu kita simak beberapa hadis yang berbicara tentang itu.
Pertama, sebuah hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa beliau menyatakan:
ما احتلم نبي قط إنما الاحتلام من الشيطان
"Tidak ada seorang nabipun yang mengalami mimpi basah (ihtilam). Mimpi basah itu dari setan."
Hanya saja banyak di antara para ahli hadis menyatakan hadis ini dhaif. Di antaranya Ibnu Dihyah sebagaimana yang dinukil Ibnul Mulaqin dalam Ghayah as-Sul (hlm. 290) dan dalam as-Silsilah ad-Dhaifah, hadis ini diberi derajat: hadis bathil. (as-Silsilah ad-Dhaifah, 3/434)
Karena dalam sanad hadis ini terdapat perawi yang bernama Abdul Aziz bin Abi Tsabit. Imam Bukhari dan Imam Abu Hatim menyebutnya, “Munkarul Hadis.” Sementara an-Nasai menyebutnya, “Matrukul Hadis.” (simak: at-Tahdzib, Ibnu Hajar, 6/308)
Kemudian, ada hadis lain dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
الرُّؤْيَا مِنَ اللهِ، وَالْحُلْمُ مِنَ الشَّيْطَانِ
"Ar-Rukya itu dari Allah dan al-Hulmu itu dari setan." (HR. Bukhari 5747 dan Muslim 2261).
Imam An-Nawawi menukil keterangan al-Maziri tentang makna ar-Rukya dan al-Hulmu. Istilah ar-Rukya untuk menyebut mimpi yang disukai (mimpi baik), sedangkan istilah al-Hulmu untuk menyebut mimpi yang tidak disukai (mimpi buruk). (Syarh Shahih Muslim, 15/17)
Sebagian ulama menjadikan hadis ini sebagai dalil bahwa ihtilam (mimpi basah) adalah dari setan. Wallahu A'lam
Kewajiban Mandi dan Tata Caranya
Ketika seseorang berhadas besar (junub), maka ia diwajibkan mandi besar agar kembali berada dalam kesucian. Berikut teknis Mandi Wajib sebagaimana dijelaskan Imam An-Nawawi:
1. Dimulai dengan basmalah dan niat mandi wajib.
Nawaitul Ghusla Liraf'il Hadatsil Akbari Fardhon Lillaahi Ta'aala.
Artinya: Saya niat mandi untuk menghilangkan hadas besar karena Allah.
2. Mencuci kedua telapan tangan sebanyak tiga kali.
3. Mencuci kemaluan, untuk menghilangkan najis baik depan maupun belakang. Karena mungkin saja masih ada bekas mani di sekitar kemaluan depan, atau mungkin sebelum mandi melakukan aktivitas BAB terlebih dahulu sehingga harus dipastikan bahwa setelah BAB dicuci dengan bersih. Terlebih bagi perempuan yang mandi setelah haidh atau nifas, maka sangat dianjurkan untuk membersihkan sisa-sisa najis itu dengan sesutau yang harum, baik sabun mandi, minyak, dan seterusnya.
4. Berwudhu seperti wudhu salat. Hanya saja ada sedikit perbedaan di antara para ulama, apakah membasuh kakinya didahulukan atau diakhirkan setelah selesai mandi. Namun pilihan mana saja yang dipilih semuanya dibenarkan, karena itu masih disebut dengan wudhu, dan wudunya tetap sah. Termasuk di antaranya pilihan untuk mengakhirkan wudhu.
5. Mengambil air lalu menggosokkan jari-jari ke sela-sela rambut hingga mengenai kulit kepala dan jenggot (bagi yang ada). Untuk memastikan bahwa tidak ada bagian tubuh yang tidak terkena air. Terlebih rambut perempuan yang panjang dan tebal, atau jenggot laki-laki yang kadang lebih tebal dan panjang dari rambutnya juga harus lebih diperhatikan lagi.
6. Membasuh kepala tiga kali, agar dipastikan bahwa semua rambut dan kulit kepala terkena air.
7. Lalu meratakan air ke seluruh tubuh sambil menggosokkan tangan kesemua badan, dan dimulai dari bagian badan sebelah kanan, tiga kali.
8. Pindah dari tempat berdiri, lalau kemudian membasuh kedua kaki. Karena dikhawatirkan bagian dalam telapak kaki tidak terkena air.
Wallahu A'lam
(rhs)