Maut adalah Pemberi Nasihat Terbesar, Begini Kata Orang-Orang Bijak
Selasa, 09 Maret 2021 - 14:07 WIB
Syaikh Umar Sulaiman al Asygar dalam bukunya berjudul Ensiklopedia Kiamat mengingatkan bahwa orang yang berakal adalah yang dapat mengambil pelajaran, sebab maut adalah pemberi nasihat terbaik.
Sebagian ahli zuhud ditanya, “Apakah nasihat yang paling besar?”
Jawabnya, “Merenungkan orang-orang mati.”
Al-Qurthubi dalam at-Tudzkirah melukiskan maut dengan sangat baik, “Ketahuilah bahwa maut adalah hal yang menakutkan, perkara yang menyeramkan, cangkir yang rasanya menjijikkan. Sesungguhnya maut itu menghancurkan kelezatan, memutuskan kesenangan, dan mendatangkan hal-hal yang dibenci. Hal yang memutuskan hubunganmu, memisahkan anggota tubuhmu, menghancurkan sendi-sendimu pastilah perkara yang menakutkan, sesuatu yang besar, dan harinya pastilah hari yang besar.”
Sebagaimana hidup merupakan tanda kekuasaan Allah, maka maut juga tanda kekuasaan Allah, tetapi jangan Anda katakan bahwa itu aneh.
Allah berfirman, “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan.” (QS al-Bagarah: 28)
Memikirkan ayat ini berarti memikirkan salah satu ciptaan dan keajaibannya yang menunjukkan kebesaran kekuasaan Allah.
Diriwayatkan bahwa seorang Badui bepergian dengan naik unta, lalu tiba-tiba untanya terpuruk dan mati. Si Badui turun dari unta itu lalu mengelilinginya dan memikirkannya, “Kenapa kau tidak bangkit? Kenapa kau tidak berdiri? Anggota tubuhmu lengkap dan sehat. Ada apa denganmu? Apa yang menyebabkan kau seperti ini? Apa yang dapat membuatmu bangkit? Apa yang merobohkanmu? Apa yang membuatmu tidak bergerak?”
Kemudian ia pergi sambil memikirkan hal itu dan merasa takjub.
Nasihat Orang Bijak
Allah memberi nasihat tentang maut kepada Rasul-Nya, “Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka juga akan mati" (QS Az-Zumar : 12)
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-Awsath, Abu Na'im dalam al- Hilyah, al-Hakim dalam Mustadraknya, dan lain-lain disebutkan bahwa Sahabat Ali ibn Abi Thalib , berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Jibril mendatangiku dan berkata, “Hai Muhammad, hiduplah sesuka hatimu, sebab kau pasti mati. Cintailah orang yang kau sukai, tapi pasti kau akan berpisah dengannya. Beramallah sesukamu, sebab pasti (amal)mu akan dibalas. Ketahuilah, kemuliaan seorang mukmin ada pada ibadah malamnya, dan kehormatannya ada pada sikap tidak membebani orang lain.'” (Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, II, h. 505, hadis no. 831)
Kami akan sampaikan beberapa nas dari Allah dan Rasul yang mengingatkan kematian. Ini adalah kebiasaan orang saleh, yakni mereka mengingatkan diri mereka dan orang lain akan kematian.
Ali ibn Abi Thalib berkata, “Dunia berjalan kebelakang, dan akhirat berjalan ke depan. Keduanya memiliki pengikut. Jadilah pengikut akhirat dan jangan menjadi pengikut dunia. Sebab, hari ini adalah amal dan bukan hisab, sedangkan besok adalah hisab dan tidak ada amal.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahil-nya, bab “Harapan dan Optimisme.”)
Di antara nasihat para ulama sebagaimana disebutkan dalam kitab at-Tadzkirah adalah sebagai berikut:
Wahai orang yang tertipu, renungkanlah kematian beserta sekarat, kesulitan, dan kepahitannya. Sesungguhnya maut adalah janji yang paling jujur, dan hakim yang paling adil. Cukuplah maut menakutkan hati, membuat mata menangis, memisahkan kelompok-kelompok, menghancurkan kelezatan dan kenikmatan hidup, serta memutuskan angan-angan dan harapan.
Apakah kau merenungkan, hai anak Adam, hari kejatuhanmu dan perpindahanmu dari tempat tinggalmu, saat kau pindah dari keluasan menuju kesempitan, saat temanmu mengkhianatimu, saat saudaramu meninggalkanmu, saat kau dipindahkan dari tempat tidur dan selimutmu ke dalam belahan bumi, lalu mereka menutupimu dengan tanah?
Hai penumpuk harta dan penghimpun gedung, demi Allah, kau tak memiliki harta lagi kecuali kafan yang menempel di badan. Bahkan kafan itu pun akan hancur dan binasa, dan jasadmu akan jadi makanan tanah.
Imam Qurthubi menukil dari Yazid ar-Rugasyi bahwa ia berkata kepada dirinya sendiri, “Celaka dirimu, hai Yazid! Siapa yang salat untukmu setelah kau mati? Siapa yang puasa untukmu setelah kau mati? Siapa yang dapat membuat Tuhanmu rida kepadamu setelah kau mati?”
Sebagian ahli zuhud ditanya, “Apakah nasihat yang paling besar?”
Jawabnya, “Merenungkan orang-orang mati.”
Al-Qurthubi dalam at-Tudzkirah melukiskan maut dengan sangat baik, “Ketahuilah bahwa maut adalah hal yang menakutkan, perkara yang menyeramkan, cangkir yang rasanya menjijikkan. Sesungguhnya maut itu menghancurkan kelezatan, memutuskan kesenangan, dan mendatangkan hal-hal yang dibenci. Hal yang memutuskan hubunganmu, memisahkan anggota tubuhmu, menghancurkan sendi-sendimu pastilah perkara yang menakutkan, sesuatu yang besar, dan harinya pastilah hari yang besar.”
Sebagaimana hidup merupakan tanda kekuasaan Allah, maka maut juga tanda kekuasaan Allah, tetapi jangan Anda katakan bahwa itu aneh.
Allah berfirman, “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan.” (QS al-Bagarah: 28)
Memikirkan ayat ini berarti memikirkan salah satu ciptaan dan keajaibannya yang menunjukkan kebesaran kekuasaan Allah.
Diriwayatkan bahwa seorang Badui bepergian dengan naik unta, lalu tiba-tiba untanya terpuruk dan mati. Si Badui turun dari unta itu lalu mengelilinginya dan memikirkannya, “Kenapa kau tidak bangkit? Kenapa kau tidak berdiri? Anggota tubuhmu lengkap dan sehat. Ada apa denganmu? Apa yang menyebabkan kau seperti ini? Apa yang dapat membuatmu bangkit? Apa yang merobohkanmu? Apa yang membuatmu tidak bergerak?”
Kemudian ia pergi sambil memikirkan hal itu dan merasa takjub.
Nasihat Orang Bijak
Allah memberi nasihat tentang maut kepada Rasul-Nya, “Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka juga akan mati" (QS Az-Zumar : 12)
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-Awsath, Abu Na'im dalam al- Hilyah, al-Hakim dalam Mustadraknya, dan lain-lain disebutkan bahwa Sahabat Ali ibn Abi Thalib , berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Jibril mendatangiku dan berkata, “Hai Muhammad, hiduplah sesuka hatimu, sebab kau pasti mati. Cintailah orang yang kau sukai, tapi pasti kau akan berpisah dengannya. Beramallah sesukamu, sebab pasti (amal)mu akan dibalas. Ketahuilah, kemuliaan seorang mukmin ada pada ibadah malamnya, dan kehormatannya ada pada sikap tidak membebani orang lain.'” (Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, II, h. 505, hadis no. 831)
Kami akan sampaikan beberapa nas dari Allah dan Rasul yang mengingatkan kematian. Ini adalah kebiasaan orang saleh, yakni mereka mengingatkan diri mereka dan orang lain akan kematian.
Ali ibn Abi Thalib berkata, “Dunia berjalan kebelakang, dan akhirat berjalan ke depan. Keduanya memiliki pengikut. Jadilah pengikut akhirat dan jangan menjadi pengikut dunia. Sebab, hari ini adalah amal dan bukan hisab, sedangkan besok adalah hisab dan tidak ada amal.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahil-nya, bab “Harapan dan Optimisme.”)
Di antara nasihat para ulama sebagaimana disebutkan dalam kitab at-Tadzkirah adalah sebagai berikut:
Wahai orang yang tertipu, renungkanlah kematian beserta sekarat, kesulitan, dan kepahitannya. Sesungguhnya maut adalah janji yang paling jujur, dan hakim yang paling adil. Cukuplah maut menakutkan hati, membuat mata menangis, memisahkan kelompok-kelompok, menghancurkan kelezatan dan kenikmatan hidup, serta memutuskan angan-angan dan harapan.
Apakah kau merenungkan, hai anak Adam, hari kejatuhanmu dan perpindahanmu dari tempat tinggalmu, saat kau pindah dari keluasan menuju kesempitan, saat temanmu mengkhianatimu, saat saudaramu meninggalkanmu, saat kau dipindahkan dari tempat tidur dan selimutmu ke dalam belahan bumi, lalu mereka menutupimu dengan tanah?
Hai penumpuk harta dan penghimpun gedung, demi Allah, kau tak memiliki harta lagi kecuali kafan yang menempel di badan. Bahkan kafan itu pun akan hancur dan binasa, dan jasadmu akan jadi makanan tanah.
Imam Qurthubi menukil dari Yazid ar-Rugasyi bahwa ia berkata kepada dirinya sendiri, “Celaka dirimu, hai Yazid! Siapa yang salat untukmu setelah kau mati? Siapa yang puasa untukmu setelah kau mati? Siapa yang dapat membuat Tuhanmu rida kepadamu setelah kau mati?”