LBM PBNU: Haram Hukumnya Salat Id di Masjid dan Lapangan Zona Merah
Kamis, 21 Mei 2020 - 03:10 WIB
JAKARTA - Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) mengeluarkan pandangan keagamaan perihal panduan salat id di tengah situasi darurat Covid-19. LBM PBNU memutuskan pandangan fiqih salat id berdasarkan zona Covid-19 yang ditetapkan pemerintah.
"LBM PBNU memutuskan keharaman pelaksanaan salat id baik di masjid maupun di tanah terbuka bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang ditetapkan sebagai zona merah oleh pemerintah," demikian LBM PBNU yang dilansir laman resmi Nahdlatul Ulama), Rabu (20/5/2020). ( )
Pandangan ini didasarkan pada kewajiban untuk menghindari kerumunan banyak orang yang diduga kuat sebagai salah satu sarana penyebaran Covid-19.
Sedangkan secara fiqih, kewajiban untuk menjaga diri dari penularan penyakit berbahaya diprioritaskan daripada kesunahan pelaksanaan salat id di masjid atau di tanah terbuka. ( )
Adapun masyarakat yang berada di zona kuning dapat mengambil pandangan fiqih yang membolehkan pelaksanaan salat id di rumah sebagai rukhshah.
Alasan atau uzur atas pelaksanaan salat id berjamaah di masjid adalah adanya kekhawatiran atas keselamatan jiwa, tercederainya kehormatan, dan kehilangan harta benda.
Dengan memperhatikan penyebaran virus berbahaya yang begitu cepat, LBM PBNU menyarankan masyarakat yang berada di zona kuning mengambil dispensasi hukum atau rukhshah, yaitu memilih pelaksanaan salat ‘id di rumah masing-masing daripada di masjid atau di tanah terbuka lapang.
LBM PBNU mengutip sabda Rasulullah SAW yang terjemahannya adalah “Sungguh Allah senang mana kala rukhsah-rukhsah-Nya (keringanan) diambil sebagaimana Dia pun senang manakala azimah-azimah-Nya dilaksanakan,” (HR At-Thabarani dan Al-Baihaqi).
Pandangan keagamaan LBM PBNU menjelaskan bahwa salat Jumat dan salat idul fitri memiliki bobot hukum berbeda. Salat Jumat adalah perkara wajib berbasis individu (fardhu ‘ain). Salat idul fitri adalah perkara sunnah atau maksimal fardhu kifayah. Sebab, kewajiban umat Islam pada 1 Syawwal adalah pembatalan puasa, bukan pelaksanaan shalat id-nya.
Adapun kajian fiqih memungkinkan umat Islam untuk melaksanakan salat id dengan jamaah terbatas bersama keluarga atau salat sendiri di rumah.
Rais Syuriyah PBNU KH Afifuddin Muhajir mengatakan bahwa pandangan keagamaan LBM PBNU terkait pelaksanaan salat id di rumah layak dijadikan pedoman pelaksanaan salat id bagi masyarakat di tengah musibah Covid-19. “(Pandangan keagamaan) Ini bisa segera di-share,” kata Kiai Afif.
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU, KH Abdul Moqsith Ghazali, mengatakan bahwa rumusan ini sudah cukup lengkap. Rumusan ini dapat segera diedarkan. "Menjelang maghrib sudah bisa beredar," katanya.
Wakil Sekretaris LBM PBNU KH Mahbub Maafi Ramdhan menambahkan bahwa pandangan keagamaan terkait pelaksanaan salat id di rumah dirumuskan sejalan dengan rumusan keagamaan LBM PBNU sebelumnya perihal pelaksanaan shalat Jumat pada masa Covid-19.
“Pandangan keagamaan terkait pelaksanaan salat id ini tidak keluar dari hasil bahtsul masail LBM PBNU perihal pelaksanaan salat berjamaah dan salat Jumat pada masa pandemi,” kata Kiai Mahbub. ( )
"LBM PBNU memutuskan keharaman pelaksanaan salat id baik di masjid maupun di tanah terbuka bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang ditetapkan sebagai zona merah oleh pemerintah," demikian LBM PBNU yang dilansir laman resmi Nahdlatul Ulama), Rabu (20/5/2020). ( )
Pandangan ini didasarkan pada kewajiban untuk menghindari kerumunan banyak orang yang diduga kuat sebagai salah satu sarana penyebaran Covid-19.
Sedangkan secara fiqih, kewajiban untuk menjaga diri dari penularan penyakit berbahaya diprioritaskan daripada kesunahan pelaksanaan salat id di masjid atau di tanah terbuka. ( )
Adapun masyarakat yang berada di zona kuning dapat mengambil pandangan fiqih yang membolehkan pelaksanaan salat id di rumah sebagai rukhshah.
Alasan atau uzur atas pelaksanaan salat id berjamaah di masjid adalah adanya kekhawatiran atas keselamatan jiwa, tercederainya kehormatan, dan kehilangan harta benda.
Dengan memperhatikan penyebaran virus berbahaya yang begitu cepat, LBM PBNU menyarankan masyarakat yang berada di zona kuning mengambil dispensasi hukum atau rukhshah, yaitu memilih pelaksanaan salat ‘id di rumah masing-masing daripada di masjid atau di tanah terbuka lapang.
LBM PBNU mengutip sabda Rasulullah SAW yang terjemahannya adalah “Sungguh Allah senang mana kala rukhsah-rukhsah-Nya (keringanan) diambil sebagaimana Dia pun senang manakala azimah-azimah-Nya dilaksanakan,” (HR At-Thabarani dan Al-Baihaqi).
Pandangan keagamaan LBM PBNU menjelaskan bahwa salat Jumat dan salat idul fitri memiliki bobot hukum berbeda. Salat Jumat adalah perkara wajib berbasis individu (fardhu ‘ain). Salat idul fitri adalah perkara sunnah atau maksimal fardhu kifayah. Sebab, kewajiban umat Islam pada 1 Syawwal adalah pembatalan puasa, bukan pelaksanaan shalat id-nya.
Adapun kajian fiqih memungkinkan umat Islam untuk melaksanakan salat id dengan jamaah terbatas bersama keluarga atau salat sendiri di rumah.
Rais Syuriyah PBNU KH Afifuddin Muhajir mengatakan bahwa pandangan keagamaan LBM PBNU terkait pelaksanaan salat id di rumah layak dijadikan pedoman pelaksanaan salat id bagi masyarakat di tengah musibah Covid-19. “(Pandangan keagamaan) Ini bisa segera di-share,” kata Kiai Afif.
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU, KH Abdul Moqsith Ghazali, mengatakan bahwa rumusan ini sudah cukup lengkap. Rumusan ini dapat segera diedarkan. "Menjelang maghrib sudah bisa beredar," katanya.
Wakil Sekretaris LBM PBNU KH Mahbub Maafi Ramdhan menambahkan bahwa pandangan keagamaan terkait pelaksanaan salat id di rumah dirumuskan sejalan dengan rumusan keagamaan LBM PBNU sebelumnya perihal pelaksanaan shalat Jumat pada masa Covid-19.
“Pandangan keagamaan terkait pelaksanaan salat id ini tidak keluar dari hasil bahtsul masail LBM PBNU perihal pelaksanaan salat berjamaah dan salat Jumat pada masa pandemi,” kata Kiai Mahbub. ( )
(mhy)