Ramadhan: Setan Dibelenggu, Pintu Surga Dibuka, dan Pintu Neraka Ditutup
Selasa, 13 April 2021 - 04:24 WIB
BULAN Ramadhan disebut juga syahrush shiyam (Bulan Puasa). Pada bulan itu menurut riwayat yang ada, setan-setan dibelenggu (shuffidatusy syayathin), pintu-pintu surga dibuka , dan pintu-pintu neraka ditutup .
Dalam riwayat lain dengan redaksi sulsilatisy syayathin.
إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ ، وَفُتِحَتْ أَبُوَابُ الجَّنَةِ ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ
Artinya, “Ketika masuk bulan Ramadlan maka setan-setan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup,” (HR Bukhari dan Muslim).
Banyak para ulama mengajukan penjelasan soal makna hadis tersebut. Di antara penjelasan yang tersedia adalah yang dihadirkan Abu Hasan Ali bin Khalaf bin Abdul Malik bin Baththal Al-Bakri Al-Qurthubi atau yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Baththal dalam kitab Syarhu Shahih al-Bukhari.
“Para ulama menakwil atau menafsirkan sabda Rasulullah SAW, ‘Pintu-pintu surga dibuka dan setan-setan dibelenggu’ dengan dua pendekatan. Pertama, pendekatan dengan makna hakiki, yaitu mereka (setan-setan) dibelenggu dalam pengertian secara hakiki sehingga intensitas mereka menggoda manusia menjadi berkurang, berbeda dengan yang dilakukan pada bulan selain Ramadhan. Sedangkan ‘dibukanya pintu-pintu surga’ juga dipahami sesuai bunyi teks hadisnya (zhahirul hadits)," tulisnya.
Kedua, memahami secara majazi. Dalam konteks ini dibukanya pintu-pintu surga dipahami bahwa Allah SWT membuka pintu-Nya dengan amal perbuatan yang dapat mengantarkan hamba-Nya ke surga seperti salat, puasa, dan tadarus Al-Quran sehingga, jalan menuju surga di bulan Ramadhan lebih mudah dan amal-perbuatan tersebut lebih cepat diterima.
Begitu juga maksud ditutupnya pintu neraka adalah mencegah mereka dari kemaksiatan dan perbuatan-perbuatan yang mengantarkan ke neraka.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa mengingat sedikitnya siksaan Allah kepada hamba-hamba akibat perbuatan buruk mereka, maka Allah melewatkan (memaafkan) perbuatan-pebuatan itu dari beberapa kaum dengan berkah bulan Ramadhan, memberikan ampunan kepada orang yang berbuat keburukan karena adanya orang yang berbuat kebajikan, serta mengampuni pelbagai kesalahan. Inilah makna tertutupnya pintu neraka.
Lantas bagaimana dengan dibelengunya setan? Menurut Ad-Dawudi dan Al-Mahlab, maksudnya adalah Allah menjaga kaum muslimin atau mayoritas dari mereka dari kemaksiatan dan kecenderungan untuk menuruti bisikan setan. Bahkan Al-Mahlab memberikan argumentasi bagi kalangan yang memahami dibelenggunya setan dalam pengertian hakiki.
Menurutnya, masuknya para pendurhaka (ahlul ma’ashi) pada bulan Ramadhan dalam ketataan sehingga mereka mengabaikan hawa nafsunya menunjukkan terbelenggunya setan.
“Setan-setan dibelenggu maksudnya adalah sesungguhnya dalam bulan Ramadhan Allah menjaga orang-orang muslim atau atau mayoritas mereka secara umum dari kemaksiatan, kecenderungan untuk mengikuti bisikan dan godaan setan," ujar Ad-Dawudi dan Al-Mahlab.
Al-Mahlab pun memberikan argumentasi yang mendukung kalangan yang memahami makna hadis ini dengan makna hakiki. Ia menyatakan bahwa setan terbelenggu karena para pendurhaka di bulan Ramadhan masuk ke dalam ketatatan kepada Allah dan menjauhkan diri dari hawa nafsunya.
Ada pula kalangan ulama lainnya yang memaknai belenggu dalam hadis di atas, intinya, setan yang dibelenggu hanya setan yang membangkang. Katakanlah, para setan yang "kelas berat" karena begitu mahir dalam menggoda serta menjerumuskan manusia ke dalam kesesatan. Adapun setan-setan yang "kelas teri" cenderung lolos.
Penjelasan ini bersesuaian dengan hadis lainnya, yang diriwayatkan Ibnu Huzaimah, Nasa'i, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim. Menurut Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Pada malam pertama bulan Ramadhan, setan-setan dibelenggu. Yaitu setan-setan yang membangkang."
Barangsiapa yang gemar maksiat kala Ramadhan berarti mudah terpedaya bahkan oleh setan-setan "kelas teri." Oleh karena itu, efek dari dibelenggunya setan-setan cenderung berlaku bagi mereka yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keikhlasan. Lihat surah Shad ayat 82-83. Artinya, "Iblis menjawab: 'Demi kekuasaan Engkau (Allah), aku akan menyesatkan mereka (manusia) semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis (ikhlas) di antara mereka."
Dalam riwayat lain dengan redaksi sulsilatisy syayathin.
إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ ، وَفُتِحَتْ أَبُوَابُ الجَّنَةِ ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ
Artinya, “Ketika masuk bulan Ramadlan maka setan-setan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup,” (HR Bukhari dan Muslim).
Banyak para ulama mengajukan penjelasan soal makna hadis tersebut. Di antara penjelasan yang tersedia adalah yang dihadirkan Abu Hasan Ali bin Khalaf bin Abdul Malik bin Baththal Al-Bakri Al-Qurthubi atau yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Baththal dalam kitab Syarhu Shahih al-Bukhari.
“Para ulama menakwil atau menafsirkan sabda Rasulullah SAW, ‘Pintu-pintu surga dibuka dan setan-setan dibelenggu’ dengan dua pendekatan. Pertama, pendekatan dengan makna hakiki, yaitu mereka (setan-setan) dibelenggu dalam pengertian secara hakiki sehingga intensitas mereka menggoda manusia menjadi berkurang, berbeda dengan yang dilakukan pada bulan selain Ramadhan. Sedangkan ‘dibukanya pintu-pintu surga’ juga dipahami sesuai bunyi teks hadisnya (zhahirul hadits)," tulisnya.
Kedua, memahami secara majazi. Dalam konteks ini dibukanya pintu-pintu surga dipahami bahwa Allah SWT membuka pintu-Nya dengan amal perbuatan yang dapat mengantarkan hamba-Nya ke surga seperti salat, puasa, dan tadarus Al-Quran sehingga, jalan menuju surga di bulan Ramadhan lebih mudah dan amal-perbuatan tersebut lebih cepat diterima.
Begitu juga maksud ditutupnya pintu neraka adalah mencegah mereka dari kemaksiatan dan perbuatan-perbuatan yang mengantarkan ke neraka.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa mengingat sedikitnya siksaan Allah kepada hamba-hamba akibat perbuatan buruk mereka, maka Allah melewatkan (memaafkan) perbuatan-pebuatan itu dari beberapa kaum dengan berkah bulan Ramadhan, memberikan ampunan kepada orang yang berbuat keburukan karena adanya orang yang berbuat kebajikan, serta mengampuni pelbagai kesalahan. Inilah makna tertutupnya pintu neraka.
Lantas bagaimana dengan dibelengunya setan? Menurut Ad-Dawudi dan Al-Mahlab, maksudnya adalah Allah menjaga kaum muslimin atau mayoritas dari mereka dari kemaksiatan dan kecenderungan untuk menuruti bisikan setan. Bahkan Al-Mahlab memberikan argumentasi bagi kalangan yang memahami dibelenggunya setan dalam pengertian hakiki.
Menurutnya, masuknya para pendurhaka (ahlul ma’ashi) pada bulan Ramadhan dalam ketataan sehingga mereka mengabaikan hawa nafsunya menunjukkan terbelenggunya setan.
“Setan-setan dibelenggu maksudnya adalah sesungguhnya dalam bulan Ramadhan Allah menjaga orang-orang muslim atau atau mayoritas mereka secara umum dari kemaksiatan, kecenderungan untuk mengikuti bisikan dan godaan setan," ujar Ad-Dawudi dan Al-Mahlab.
Al-Mahlab pun memberikan argumentasi yang mendukung kalangan yang memahami makna hadis ini dengan makna hakiki. Ia menyatakan bahwa setan terbelenggu karena para pendurhaka di bulan Ramadhan masuk ke dalam ketatatan kepada Allah dan menjauhkan diri dari hawa nafsunya.
Ada pula kalangan ulama lainnya yang memaknai belenggu dalam hadis di atas, intinya, setan yang dibelenggu hanya setan yang membangkang. Katakanlah, para setan yang "kelas berat" karena begitu mahir dalam menggoda serta menjerumuskan manusia ke dalam kesesatan. Adapun setan-setan yang "kelas teri" cenderung lolos.
Penjelasan ini bersesuaian dengan hadis lainnya, yang diriwayatkan Ibnu Huzaimah, Nasa'i, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim. Menurut Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Pada malam pertama bulan Ramadhan, setan-setan dibelenggu. Yaitu setan-setan yang membangkang."
Barangsiapa yang gemar maksiat kala Ramadhan berarti mudah terpedaya bahkan oleh setan-setan "kelas teri." Oleh karena itu, efek dari dibelenggunya setan-setan cenderung berlaku bagi mereka yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keikhlasan. Lihat surah Shad ayat 82-83. Artinya, "Iblis menjawab: 'Demi kekuasaan Engkau (Allah), aku akan menyesatkan mereka (manusia) semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis (ikhlas) di antara mereka."