Tradisi Punggahan, Berdoa dan Bersyukur Naik ke Bulan Mulia

Kamis, 16 Maret 2023 - 09:37 WIB
loading...
Tradisi Punggahan, Berdoa dan Bersyukur Naik ke Bulan Mulia
Tradisi punggahan dengan menu wajibnya. Foto/Ilustrasi: correcto
A A A
Masyarakat Indonesia menyambut bulan suci Ramadan dengan beragam tradisi. Salah satunya adalah tradisi punggahan. Ini dilakukan di sejumlah daerah Jawa dengan cara berbeda-beda. Tradisi ini bertujuan untuk mengingatkan umat Islam bahwa Ramadan akan segera tiba, dan juga untuk mengirim doa kepada leluhur yang telah meninggal dunia.

Salma Al Zahra Ramadhani dan Nor Mohammad Abdoeh dalam karya tulisnya berjudul "Tradisi Punggahan Menjelang Ramadan (Studi di Desa Bedono Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang)" menjelaskan punggahan berasal dari kata munggah (bahasa Jawa) yang artinya naik, mancat, atau memasuki tempat yang lebih tinggi.

Sesuai kata munggah tersebut tersirat makna perubahan ke arah yang lebih baik dari bulan Syaban menuju ke bulan suci Ramadan dan untuk peningkatan iman selama melakukan ibadah puasa Ramadan .

Punggahan merupakan tradisi mengirim doa kepada leluhur yang sudah meninggal dunia menjelang datangnya bulan Ramadan. Hal ini dimaksudkan sebagai tradisi berdoa dan bersyukur naik ke bulan mulia, yaitu bulan suci Ramadan. Bulan yang selalu di tunggu kedatangannya di seluruh dunia terutama oleh umat muslim tidak terkecuali Muslim di Indonesia.

Tradisi punggahan diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga saat menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa terutama Jawa Tengah saat itu Sunan Kalijaga menggunakan metode akultrasi budaya saat penyebaran agama Islam.



Menu Wajib

Punggahan biasanya dilakukan di rumah, masjid ataupun musala dengan mengundang sanak saudara dan tetangga sekitar serta seorang kiai untuk memimpin tahlil dan doa. Menu yang wajib disediakan saat punggahan adalah apem, pasung, pisang raja, dan Ketan. Itu merupakan menu wajib yang harus ada pada saat punggahan tersebut.

Menurut kepercayaan masyarakat menu ini sebagai pendorong agar makna yang terkandung dapat tersampaikan dan dapat membersihkan jiwa untuk menuju bulan yang mulia yaitu bulan Ramadan.

Ketan mirip dengan beras yang termasuk ke dalam kelompok biji-bijian serelia yang ukurannya agak besar, bulat dan lonjong. Warna ketan yang putih susu melambangkan kesucian yang akan diperoleh oleh masyarakat sebelum memasuki bulan Ramadan.

Konon ketan dari Bahas Arab yaitu dari kata “Qhotoan” yang artinya kotoran. Jika kita banyak kesalahan terhadap sesama manusia maupun kepada Allah SWT menjelang Ramadan itulah kita untuk membersihkan diri dengan cara bersedekah lewat tradisi punggahan.

Kue wajib lainnya adalah apam atau apem. Makanan ini terbuat dari tepung beras. Campuran di dalamnya terdiri dari telur, gula, santan, tape dan garam. Bentuknya hampir menyerupai serabi yang sering kita jumpai serta cara memasaknya dengan dikukus.



Konon apem juga dari Bahasa Arab yaitu dari kata ”Afwan” yang artinya maaf atau ampunan, artinya sebelum memasuki bulan Ramdan kita harus memohon ampun kepada sang Khaliq.

Selanjutnya kue pasung. Bentuk kue ini seperti contong namun itu aslinya juga apem hanya saja bentuknya yang berbeda. Konon pasung juga diambil dari Bahasa Arab yaitu dari kata “fashoum”.

Kalau dalam Bahasa Jawa pasung itu maknanya untuk mengikat atau memasung diri kita dari hawa nafsu. Jadi hawa nafsu itu dipasung agar saat memasuki bulan suci Ramadan tidak melakukan hal-hal yang di luar ajaran agama atau melanggar syariat agama Islam. Dalam hal ini termasuk juga memasung amarah agar ketika Ramadan hati kita lebih sabar dengan segala apa pun yang sedang kita jalani.

Salah satu buah yang termasuk dalam daftar makanan yang harus dibawa ketika punggahan adalah dedang rojo, pisang raja. Buah yang memiliki biji lembut ini baik untuk kesehatan. Gedang rojo berasal dari Bahasa Arab yaitu “ ghodhan roja'a” bahwa kita punya harapan agar terkabul apa yang kita minta kepada Allah SWT.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2363 seconds (0.1#10.140)