Jejak Israel: Kaum Pembunuh Nabi-Nabi yang Terusir dari Tanah Suci
Rabu, 19 Mei 2021 - 05:00 WIB
Kemudian setelah Nebukhadnesar, Palestina dikuasai oleh beberapa kerajaan dari luar, yaitu kerajaan Babilonia antara tahun 586-538 SM, kerajaan Persia antara 538-330 SM, kerajaan Yunani antara tahun 330-200 SM, Dinasti Seleucid antara tahun 200-167 SM, Dinasti Seleucid dan Maccabee antara tahun 167-63 SM, dan Imperium Romawi antara tahun 63 SM sampai 638 M.
Sedangkan, menjelang kehancuran kedua, Bani Israil juga melakukan berbagai penyimpangan seperti menghalalkan riba yang diharamkan dalam Taurat. Juga menyiksa dan membunuh nabi dan rasul, seperti membunuh Nabi Zakaria dan Nabi Yahya, menolak Nabi Isa sebagai al-Masih yang dijanjikan, bahkan berbuat makar untuk membunuhnya, dan lain-lain.
Karena berbagai penyimpangan itu, Bani Israil kembali terusir dari Tanah Suci. Dan, tak seperti pengusiran pertama yang terkonsentrasi di Babilonia, pengusiran kedua ini membuat Bani Israil terpencar dalam diaspora.
Diaspora Bani Israil tersebut tertulis dalam surah al-A’raf ayat 168: “Dan kami menyebarkan mereka sebagai komunitas yang terpisah-pisah ke seluruh penjuru bumi…”
Selama masa tersebut, orang Yahudi tak bisa kembali ke Yerusalem untuk mengklaimnya sebagai milik mereka, kecuali Ya’juj dan Ma’juj telah dilepaskan, seperti tertulis di surah al-Anbiyaa ayat 95 :
“Ada larangan pada sebuah kota yang telah kami hancurkan, bahwa mereka (penduduk kota itu) akan kembali (untuk mengklaimnya), sampai Ya’juj dan Ma’juj dilepaskan…”
Bani Israil, mungkin dimaafkan jika mereka menerima utusan berikutnya, seperti tertulis di surah al A’raf ayat 157 : “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Ketika Nabi Muhammad diutus, mereka dimudahkan untuk mengenali bahwa Tuhan yang mengutus Musa dan nabi-nabi Bani Israil, juga adalah Tuhan yang sama yang mengutus Nabi Muhammad. Yaitu, saat Baitul Maqdis menjadi kiblat pertama untuk salat. Tapi, setelah 18 bulan, dan jelas bahwa Bani Israil menolak, bahkan berencana menghancurkan Islam, maka arah kiblat pun berubah ke Makkah.
“Dalam perubahan kiblat itu, Allah berfirman dalam Alquran, bahwa “Kesalehan itu bukanlah menghadapkan wajah ke timur dan ke barat…” ( QS al-Baqarah ayat 177 ). (Bersambung)
Sedangkan, menjelang kehancuran kedua, Bani Israil juga melakukan berbagai penyimpangan seperti menghalalkan riba yang diharamkan dalam Taurat. Juga menyiksa dan membunuh nabi dan rasul, seperti membunuh Nabi Zakaria dan Nabi Yahya, menolak Nabi Isa sebagai al-Masih yang dijanjikan, bahkan berbuat makar untuk membunuhnya, dan lain-lain.
Karena berbagai penyimpangan itu, Bani Israil kembali terusir dari Tanah Suci. Dan, tak seperti pengusiran pertama yang terkonsentrasi di Babilonia, pengusiran kedua ini membuat Bani Israil terpencar dalam diaspora.
Diaspora Bani Israil tersebut tertulis dalam surah al-A’raf ayat 168: “Dan kami menyebarkan mereka sebagai komunitas yang terpisah-pisah ke seluruh penjuru bumi…”
Selama masa tersebut, orang Yahudi tak bisa kembali ke Yerusalem untuk mengklaimnya sebagai milik mereka, kecuali Ya’juj dan Ma’juj telah dilepaskan, seperti tertulis di surah al-Anbiyaa ayat 95 :
“Ada larangan pada sebuah kota yang telah kami hancurkan, bahwa mereka (penduduk kota itu) akan kembali (untuk mengklaimnya), sampai Ya’juj dan Ma’juj dilepaskan…”
Bani Israil, mungkin dimaafkan jika mereka menerima utusan berikutnya, seperti tertulis di surah al A’raf ayat 157 : “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Ketika Nabi Muhammad diutus, mereka dimudahkan untuk mengenali bahwa Tuhan yang mengutus Musa dan nabi-nabi Bani Israil, juga adalah Tuhan yang sama yang mengutus Nabi Muhammad. Yaitu, saat Baitul Maqdis menjadi kiblat pertama untuk salat. Tapi, setelah 18 bulan, dan jelas bahwa Bani Israil menolak, bahkan berencana menghancurkan Islam, maka arah kiblat pun berubah ke Makkah.
“Dalam perubahan kiblat itu, Allah berfirman dalam Alquran, bahwa “Kesalehan itu bukanlah menghadapkan wajah ke timur dan ke barat…” ( QS al-Baqarah ayat 177 ). (Bersambung)
(mhy)