Mencapai Derajat Ihsan
Senin, 07 Juni 2021 - 16:02 WIB
Setiap muslim hendaklah beraktivitas di dunia ini, haruslah berhati-hati jangan sampai melanggar syariat Islam . Jangan sampai aktivitas kita sia-sia bahkan mendatangkan dosa. Setiap amal perbuatan kita haruslah bernilai pahala. Sebagai muslim, amal perbuatan kita harus mendatangkan kecintaan kepada Allah Ta'ala dan menjadi hamba yang dicintai Allah. Begitulah harusnya kita memanajemeni pribadi kita.
Menurut ustad Firanda Andirja, sesungguhnya ada tingkatan-tingkatan bagi kaum muslim dalam agama ini. Tingkatan yang pertama adalah seorang muslim, tingkatan kedua seorang mukmin, dan tingkatan yang tertinggi adalah seorang muhsin. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam hadis yang mahsyur , yang dikenal dengan sebutan hadis Jibril.
Oleh karenanya tidak semua seorang muslim bisa mencapai derajat mukmin. Dan tidak semua orang mukmin bisa mencapai derajat muhsin. Apa itu muhsin? Muhsin adalah seseorang yang melakukan Al-Ihsan.
Tatkala malaikat Jibril bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
فَأَخْبِرْنِي عَنِ الْإِحْسَانِ، قَالَ: «أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan itu?” Beliau menjawab: “Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim).
Derajat ihsan ini adalah derajat yang tertingi di dalam agama. Dan seseorang hendaknya berusaha untuk mengamalkannya agar dia mendapatkan kedudukan yang tertinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Yang pertama adalah dia beribadah kepada Allah sehingga seakan-akan dia melihat Allah. Maksudnya adalah dia meyakini bahwa seakan-akan Allah Subhanahu wa Ta’ala hadir di hadapannya dan berbincang dengannya tatkala shalat.
Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلاَتِهِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ
“Jika seseorang dari kalian berdiri shalat sesungguhnya dia sedang berhadapan dengan Rabbnya.” (HR. Bukhari).
Dalam riwayat yang lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا كَانَ فِي الصَّلاَةِ فَإِنَّ اللَّهَ قِبَلَ وَجْهِهِ
“Sesungguhnya jika salah seseorang dari kalian berdiri untuk shalat, maka dia sedang berhadapan dengan Allah.” (HR. Bukhari).
Sehingga tatkala seseorang yakin bahwasanya Allah sedang dekat dan memperhatikannya, maka keyakinan itu akan memberi pengaruh besar dalam kehidupannya, ibadahnya, dan sikapnya.
Jika seseorang tidak mampu meyakini hal ini, maka hendaknya dia kembali kepada syarat yang kedua, yaitu meyakini bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat di mana pun dia berada.
Menurut ustad Firanda Andirja, sesungguhnya ada tingkatan-tingkatan bagi kaum muslim dalam agama ini. Tingkatan yang pertama adalah seorang muslim, tingkatan kedua seorang mukmin, dan tingkatan yang tertinggi adalah seorang muhsin. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam hadis yang mahsyur , yang dikenal dengan sebutan hadis Jibril.
Oleh karenanya tidak semua seorang muslim bisa mencapai derajat mukmin. Dan tidak semua orang mukmin bisa mencapai derajat muhsin. Apa itu muhsin? Muhsin adalah seseorang yang melakukan Al-Ihsan.
Tatkala malaikat Jibril bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
فَأَخْبِرْنِي عَنِ الْإِحْسَانِ، قَالَ: «أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan itu?” Beliau menjawab: “Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim).
Derajat ihsan ini adalah derajat yang tertingi di dalam agama. Dan seseorang hendaknya berusaha untuk mengamalkannya agar dia mendapatkan kedudukan yang tertinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Yang pertama adalah dia beribadah kepada Allah sehingga seakan-akan dia melihat Allah. Maksudnya adalah dia meyakini bahwa seakan-akan Allah Subhanahu wa Ta’ala hadir di hadapannya dan berbincang dengannya tatkala shalat.
Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلاَتِهِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ
“Jika seseorang dari kalian berdiri shalat sesungguhnya dia sedang berhadapan dengan Rabbnya.” (HR. Bukhari).
Baca Juga
Dalam riwayat yang lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا كَانَ فِي الصَّلاَةِ فَإِنَّ اللَّهَ قِبَلَ وَجْهِهِ
“Sesungguhnya jika salah seseorang dari kalian berdiri untuk shalat, maka dia sedang berhadapan dengan Allah.” (HR. Bukhari).
Sehingga tatkala seseorang yakin bahwasanya Allah sedang dekat dan memperhatikannya, maka keyakinan itu akan memberi pengaruh besar dalam kehidupannya, ibadahnya, dan sikapnya.
Jika seseorang tidak mampu meyakini hal ini, maka hendaknya dia kembali kepada syarat yang kedua, yaitu meyakini bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat di mana pun dia berada.