Keutamaan Tawakal Menurut Al-Qur’an dan Sunah Nabi

Rabu, 09 Juni 2021 - 09:54 WIB
Ilustrasi/Ist
SUATU ketika Nabi Muhammad SAW akan mengerjakan salat Ashar di Masjid Nabawi , Madinah. Tiba-tiba ada seorang jamaah datang dari luar kota, menggunakan kendaraan mahal, yaitu unta berwarna merah.



Orang itu melepaskan untanya tanpa diikat terlebih dahulu, kemudian memasuki masjid, mengikuti salat jamaah. Melihat sikap orang ini Rasulullah kembali dari depan dan bertanya kepadanya: “Fulan kenapa engkau lepas untamu?”

Orang itu menjawab, “Aku bertawakkal kepada Allah. Kalau Allah takdirkan untaku hilang, meskipun aku ikat pasti hilang. Dan jika Allah takdirkan unta itu tidak hilang, meskipun kami lepas ia tidak akan hilang”.

Rasulullah pun bersabda, "I’qilha wa tawakkal” (tambatkanlah terlebih dahulu (untamu) kemudian setelah itu bertawakal-lah).

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dengan kadar hadis hasan.



Kata tawakal berasal dari bahasa Arab dengan kata dasarnya wakilun. Dalam kamus-kamus bahasa, seperti kamus Al-Munjid disebutkan, kata wakil/wakilun diartikan sebagai menyerahkan, membiarkan, serta merasa cukup (pekerjaan itu dikerjakan oleh seorang wakil).

Dalam Kitab Tafsir Al-Misbah karya M Quraish Shihab dijelaskan bahwa dalam hal menjadikan Allah SWT sebagai ‘wakil’ atau apabila manusia bertawakal kepada-Nya, maka manusia dituntut untuk melakukan sesuatu yang berada dalam batas kemampuannya.

Tawakal bukan berarti penyerahan mutlak nasib manusia kepada Allah semata. Namun penyerahan tersebut harus didahului dengan usaha manusiawi.

Imam Ahmad bin Hambal dalam Tahdzib Madarijis Sailikin berkata, “Tawakal adalah aktivitas hati.” Artinya, tawakal merupakan perbuatan yang dilakukan hati, bukan sesuatu yang diucapkan lisan, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh anggota tubuh. Tawakal adalah buah dari keimanan dan kepercayaan kepada Allah SWT, bukan buah dari ilmu dan pengetahuan.

Sedangkan imam al-Ghazali mendefinisikan tawakal sebagai sikap menyandarkan diri kepada Allah SWT tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam dalam waktu kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang, dan hati yang tentram.

Tawakal boleh dilakukan ketika seseorang telah melalui tahap ikhtiar. Ini adalah fase di mana ada tuntutan usaha dan bekerja sungguh-sungguh. Setelah itu, barulah seseorang bisa menyerahkan hasil pekerjaannya kepada Allah SWT. Jika seseorang meyakini dan memahami arti tawakal, maka tidak ada yang sia-sia atas segala amal yang dilakukan.

Tawakal adalah ajaran Islam yang banyak disebut oleh Al-Qur’an. Tercatat, kata tawakal disebut sebanyak 30 kali dan tersebar dalam 19 surah yang berbeda. Dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan tentang berbagai bentuk perintah tawakal, keutamaan tawakal, dan bagaimana sikap Allah terhadap orang yang bertawakal.



Setidaknya ada empat keutamaan tawakal.

Pertama, tawakal merupakan bagian dari keimanan. Bukti seseorang beriman kepada Allah SWT adalah – salah satunya – bertawakal kepada-Nya. Hal ini tercermin dalam QS Al-Maidah ayat 23 yang berbunyi:

قَالَ رَجُلَانِ مِنَ الَّذِيْنَ يَخَافُوْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُوْا عَلَيْهِمُ الْبَابَۚ فَاِذَا دَخَلْتُمُوْهُ فَاِنَّكُمْ غٰلِبُوْنَ ەۙ وَعَلَى اللّٰهِ فَتَوَكَّلُوْٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ ٢٣

Berkatalah dua orang laki-laki di antara mereka yang bertakwa, yang telah diberi nikmat oleh Allah, “Serbulah mereka melalui pintu gerbang (negeri) itu. Jika kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman.” ( QS Al-Maidah [5]: 23 )

Kedua, memperoleh kecukupan dari Allah SWT. Ketika seseorang yang bertawakal kepada Allah SWT, berarti ia menjadikan Allah sebagai wakilnya. Allah sebagai wakil terbaik bagi manusia dengan itu akan memberi kecukupan kepadanya.
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:  Allah 'azza wajalla telah berfirman: Setiap amal anak Adam adalah teruntuk baginya kecuali puasa. Puasa itu adalah bagi-Ku, dan Akulah yang akan memberinya pahala.  Dan puasa itu adalah perisai. Apabila kamu puasa, maka janganlah kamu merusak puasamu dengan rafats, dan jangan pula menghina orang. Apabila kamu dihina orang atau pun diserang, maka katakanlah, 'Sesungguhnya saya sedang berpuasa.'  Demi Allah, yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah pada hari kiamat kelak daripada wanginya kesturi. Dan bagi mereka yang berpuasa ada dua kebahagiaan. Ia merasa senang saat berbuka lantaran puasanya, dan senang pula saat berjumpa dengan Rabbnya juga karena puasanya.

(HR. Muslim No. 1944)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More