Hadis Tawakkal Burung Mencari Rezeki, Begini Penjelasannya
loading...
A
A
A
Hadis tentang tawakkal burung mencari rezeki menarik untuk kita ulas. Di antara kaum muslim mungkin ada yang beranggapan bahwa cukup tawakkal saja kepada Allah, maka rezeki akan datang sebagaimana burung pulang ke sarangnya dalam keadaan kenyang.
Jika membaca Hadis ini tanpa penjelasan dari ulama, bisa jadi yang muncul adalah keengganan untuk ikhtiar atau berusaha. Padahal hakikat tawakkal tidaklah demikian.
Pengasuh Ma'had Subuluna Bontang Kalimantan Timur KH Ahmad Syahrin Thoriq mengatakan, Hadis tentang tawakkal burung ini dinyatakan sahih oleh para ulama hadits. Disebutkan dalam beberapa kitab yakni Musnad Imam Ahmad (1/438) dan Ibnu Majah (2/1394), al-Mustadrak 'ala shahihain (4/354):
Artinya: "Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada seekor burung, yang keluar pada pagi hari dalam keadaan lapar lalu sore harinya pulang dalam keadaan kenyang."
Kata Kiyai Ahmad Syahrin, jika hadis ini dimaknai tak perlu bekerja atau berusaha, sungguh dia telah keliru memaknai tawakkal. Karena konsep tawakal dalam Islam sama sekali tidak bertentangan dengan usaha.
Pengertian Tawakkal
Tawakkal secara bahasa artinya menunjukkan ketidakberdayaan serta bersandar pada orang lain. Sedangkan tawakkal kepada Allah bermakna menyerahkan urusan kepada-Nya dan percaya kepada keputusan-Nya. [Al Mausu'ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah (14/185)]
Sedangkan secara istilah, Imam Al-Ghazali rahimahullah menjelaskan tawakkal adalah menyerahkan dan menyandarkan diri kepada Allah setelah melakukan usaha dengan mengharap pertolongan. [Ihya al Ulumuddin (2/65)]
Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata: "Tawakkal yang hakiki adalah penyandaran hati yang sebenarnya kepada Allah dalam meraih berbagai kebaikan dan menghindari semua bahaya, dalam urusan dunia maupun Akhirat, menyerahkan semua urusan kepadanya dan benar-benar meyakini bahwa tidak ada yang dapat memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya serta memberikan manfaat kecuali Allah." [Jami'ul 'ulumi wal Hikam (2/497)]
Hubungan Tawakkal dan Usaha
Tidak ada pertentangan antara perintah untuk bertawakkal, yakni menyerahkan urusan hanya kepada Allah dengan berusaha yang juga diperintahkan dalam agama.
Justru mempertentangkan keduanya semisal dengan keengganan melakukan usaha dengan dalih tawakkal, akan menyebabkan rusaknya tawakkal itu sendiri. Imam Al-Ghazali berkata: "Tawakkal dalam Islam bukan suatu pelarian bagi orang-orang yang tidak mau berusaha atau gagal usahanya, tetapi tawakkal itu ialah tempat kembalinya segala usaha. Tawakkal bukan menanti nasib sambil berpangku tangan, tetapi berusaha sekuat tenaga dan setelah itu baru berserah diri kepada Allah. Allah-lah yang nanti akan menentukan hasilnya."
Sahl At-Tusturi rahimahullah mengatakan: "Barangsiapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia telah mencela Sunnatullah (ketentuan yang Allah tetapkan). Barangsiapa mencela tawakkal (tidak mau bersandar pada Allah) maka dia telah meninggalkan keimanan." [Jaami'ul 'Ulum wal Hikam, hal 517]
Penjelasan Hadis
Mengenai maksud Hadits di atas telah dijelaskan para ulama. Di antarannya, Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah: "Hadis ini tidak menunjukan bolehnya berpangku tangan tanpa berusaha. Bahkan padanya terdapat perintah mencari rezeki. Karena burung tatkala keluar dari sarangnya di pagi hari demi mencari rezeki." [Tuhfatul Ahwadzi (7/7)]
Beliau juga pernah ditanya tentang seseorang yang duduk saja di rumahnya dan di masjid seraya tidak bekerja karena yakin akan datangnya rezeki, maka beliau berkata: "Orang seperti itu benar-benar bodoh. Burung saja bekerja dengan berangkat dari sarangnya pada pagi hari. Para sahabat Nabi yang mulia pun ada yang berdagang dan ada yang bekerja dengan menanam kurma, merekalah sebaik-baik teladan." [Fath al-Bari (11/306)]
Imam As-Suyuthi rahimahullah berkata: "Al-Baihaqi mengatakan dalam Syu'ab Al-Iman: "Hadits ini bukanlah dalil untuk duduk-duduk santai, enggan melakukan usaha untuk memperoleh rezeki. Bahkan hadits ini merupakan dalil yang memerintahkan untuk mencari rezeki karena burung tersebut pergi pada pagi hari untuk mencari rezeki." [Dalil al Falihin (1/335)]
Al-Munawi menjelaskan: "Burung itu pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali ketika sore dalam keadaan kenyang. Namun, usaha (sebab) itu bukanlah yang memberi rezeki, yang memberi rezeki adalah Allah Ta'ala."
Hal ini menunjukkan bahwa tawakkal tidak harus meninggalkan usaha. Tawakkal haruslah dengan melakukan berbagai usaha yang akan membawa pada hasil yang diinginkan. Karena burung saja mendapatkan rezeki dengan usaha. Sehingga hal ini menuntun kita untuk mencari rezeki. [Tuhfatul Ahwadzi (7/7)]
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan: "Namun hal ini bukan berarti seseorang boleh meninggalkan usaha dan bersandar pada apa yang diperoleh makhluk lainnya. Meninggalkan usaha sangat bertentangan dengan tawakkal itu sendiri." [Fath al Bari (11/305)]
Kesimpulan
Jika ada orang yang malas berusaha dengan dalih tawakkal, maka dia telah melakukan dua kesalahan sekaligus. Yang pertama memelihara penyakit malas, yang kedua membungkus malasnya itu dengan pembenaran dalil yang ia pelintir. Semoga Allah mencurahkan taufik-Nya dan menuntun kita di jalan yang lurus.
Baca Juga: Inilah Hadis-hadis yang Membangkitkan Semangat Mencari Rezeki (2)
Wallahu A'lam
Jika membaca Hadis ini tanpa penjelasan dari ulama, bisa jadi yang muncul adalah keengganan untuk ikhtiar atau berusaha. Padahal hakikat tawakkal tidaklah demikian.
Pengasuh Ma'had Subuluna Bontang Kalimantan Timur KH Ahmad Syahrin Thoriq mengatakan, Hadis tentang tawakkal burung ini dinyatakan sahih oleh para ulama hadits. Disebutkan dalam beberapa kitab yakni Musnad Imam Ahmad (1/438) dan Ibnu Majah (2/1394), al-Mustadrak 'ala shahihain (4/354):
لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
Artinya: "Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada seekor burung, yang keluar pada pagi hari dalam keadaan lapar lalu sore harinya pulang dalam keadaan kenyang."
Kata Kiyai Ahmad Syahrin, jika hadis ini dimaknai tak perlu bekerja atau berusaha, sungguh dia telah keliru memaknai tawakkal. Karena konsep tawakal dalam Islam sama sekali tidak bertentangan dengan usaha.
Pengertian Tawakkal
Tawakkal secara bahasa artinya menunjukkan ketidakberdayaan serta bersandar pada orang lain. Sedangkan tawakkal kepada Allah bermakna menyerahkan urusan kepada-Nya dan percaya kepada keputusan-Nya. [Al Mausu'ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah (14/185)]
Sedangkan secara istilah, Imam Al-Ghazali rahimahullah menjelaskan tawakkal adalah menyerahkan dan menyandarkan diri kepada Allah setelah melakukan usaha dengan mengharap pertolongan. [Ihya al Ulumuddin (2/65)]
Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata: "Tawakkal yang hakiki adalah penyandaran hati yang sebenarnya kepada Allah dalam meraih berbagai kebaikan dan menghindari semua bahaya, dalam urusan dunia maupun Akhirat, menyerahkan semua urusan kepadanya dan benar-benar meyakini bahwa tidak ada yang dapat memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya serta memberikan manfaat kecuali Allah." [Jami'ul 'ulumi wal Hikam (2/497)]
Hubungan Tawakkal dan Usaha
Tidak ada pertentangan antara perintah untuk bertawakkal, yakni menyerahkan urusan hanya kepada Allah dengan berusaha yang juga diperintahkan dalam agama.
Justru mempertentangkan keduanya semisal dengan keengganan melakukan usaha dengan dalih tawakkal, akan menyebabkan rusaknya tawakkal itu sendiri. Imam Al-Ghazali berkata: "Tawakkal dalam Islam bukan suatu pelarian bagi orang-orang yang tidak mau berusaha atau gagal usahanya, tetapi tawakkal itu ialah tempat kembalinya segala usaha. Tawakkal bukan menanti nasib sambil berpangku tangan, tetapi berusaha sekuat tenaga dan setelah itu baru berserah diri kepada Allah. Allah-lah yang nanti akan menentukan hasilnya."
Sahl At-Tusturi rahimahullah mengatakan: "Barangsiapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia telah mencela Sunnatullah (ketentuan yang Allah tetapkan). Barangsiapa mencela tawakkal (tidak mau bersandar pada Allah) maka dia telah meninggalkan keimanan." [Jaami'ul 'Ulum wal Hikam, hal 517]
Penjelasan Hadis
Mengenai maksud Hadits di atas telah dijelaskan para ulama. Di antarannya, Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah: "Hadis ini tidak menunjukan bolehnya berpangku tangan tanpa berusaha. Bahkan padanya terdapat perintah mencari rezeki. Karena burung tatkala keluar dari sarangnya di pagi hari demi mencari rezeki." [Tuhfatul Ahwadzi (7/7)]
Beliau juga pernah ditanya tentang seseorang yang duduk saja di rumahnya dan di masjid seraya tidak bekerja karena yakin akan datangnya rezeki, maka beliau berkata: "Orang seperti itu benar-benar bodoh. Burung saja bekerja dengan berangkat dari sarangnya pada pagi hari. Para sahabat Nabi yang mulia pun ada yang berdagang dan ada yang bekerja dengan menanam kurma, merekalah sebaik-baik teladan." [Fath al-Bari (11/306)]
Imam As-Suyuthi rahimahullah berkata: "Al-Baihaqi mengatakan dalam Syu'ab Al-Iman: "Hadits ini bukanlah dalil untuk duduk-duduk santai, enggan melakukan usaha untuk memperoleh rezeki. Bahkan hadits ini merupakan dalil yang memerintahkan untuk mencari rezeki karena burung tersebut pergi pada pagi hari untuk mencari rezeki." [Dalil al Falihin (1/335)]
Al-Munawi menjelaskan: "Burung itu pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali ketika sore dalam keadaan kenyang. Namun, usaha (sebab) itu bukanlah yang memberi rezeki, yang memberi rezeki adalah Allah Ta'ala."
Hal ini menunjukkan bahwa tawakkal tidak harus meninggalkan usaha. Tawakkal haruslah dengan melakukan berbagai usaha yang akan membawa pada hasil yang diinginkan. Karena burung saja mendapatkan rezeki dengan usaha. Sehingga hal ini menuntun kita untuk mencari rezeki. [Tuhfatul Ahwadzi (7/7)]
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan: "Namun hal ini bukan berarti seseorang boleh meninggalkan usaha dan bersandar pada apa yang diperoleh makhluk lainnya. Meninggalkan usaha sangat bertentangan dengan tawakkal itu sendiri." [Fath al Bari (11/305)]
Kesimpulan
Jika ada orang yang malas berusaha dengan dalih tawakkal, maka dia telah melakukan dua kesalahan sekaligus. Yang pertama memelihara penyakit malas, yang kedua membungkus malasnya itu dengan pembenaran dalil yang ia pelintir. Semoga Allah mencurahkan taufik-Nya dan menuntun kita di jalan yang lurus.
Baca Juga: Inilah Hadis-hadis yang Membangkitkan Semangat Mencari Rezeki (2)
Wallahu A'lam
(rhs)