Jangan Bersedih, Sakit Bisa Menghapus Dosa dan Mengangkat Derajat
Minggu, 11 Juli 2021 - 18:48 WIB
KABAR tentang orang sakit dan kematian menjadi berita biasa di tengah pandemi covid-19 belakangan ini. Bagi tiap muslim, wabah ini dipahami sebagai ujian dari Allah SWT.
Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi dalam tulisannya berjudul الإبتلاء بالمرض yang diterjemahkan Abu Umamah Arif Hidayatullah mengingatkan bahwa tidak perlu bersedih ketika sakit. Menurutnya, bagi orang yang sakit mempunyai dua kelebihan. Pertama, sakit yang dialaminya bisa sebagai penghapus dosa-dosanya. Kedua, mengangkat derajatnya.
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman:
وَٱذۡكُرۡ عَبۡدَنَآ أَيُّوبَ إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّي مَسَّنِيَ ٱلشَّيۡطَٰنُ بِنُصۡبٖ وَعَذَابٍ – ٱرۡكُضۡ بِرِجۡلِكَۖ هَٰذَا مُغۡتَسَلُۢ بَارِدٞ وَشَرَابٞ – وَوَهَبۡنَا لَهُۥٓ أَهۡلَهُۥ وَمِثۡلَهُم مَّعَهُمۡ رَحۡمَةٗ مِّنَّا وَذِكۡرَىٰ لِأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ – وَخُذۡ بِيَدِكَ ضِغۡثٗا فَٱضۡرِب بِّهِۦ وَلَا تَحۡنَثۡۗ إِنَّا وَجَدۡنَٰهُ صَابِرٗاۚ نِّعۡمَ ٱلۡعَبۡدُ إِنَّهُۥٓ أَوَّابٞ [ ص : 41-44]
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Rabbnya: “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan”. (Allah berfirman): “Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum”.
Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran. Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Rabbnya)”. [Shaad/38: 41-44].
Imam Ibnu Katsir mengatakan, ayat ini sebagai peringatan bagi siapa saja yang sedang diberi ujian oleh Allah ta’ala pada tubuhnya, atau hartanya, atau anaknya. Maka bagi orang yang diberi ujian seperti itu, ternyata dirinya mempunyai suri tauladan yaitu Nabi Allah Ayub ‘alaihi sallam. Allah ta’ala telah memberi ujian kepada Nabi Ayub dengan cobaan yang lebih besar dari hal itu, namun beliau tetap sabar serta mengharap pahala dari Allah Shubhanahu wa Ta’ala sampai akhirnya –Dia menghilangkan penyakit yang diderita oleh beliau”.
Terkadang seorang mukmin diberi ujian oleh Allah SWT dengan suatu penyakit disebabkan karena kelalaianya dengan sebagian kewajiban yang diperintahkan Allah Ta’ala kepadanya, sehingga penyakitnya tersebut menjadi semacam penghapus dari dosa-dosanya.
Allah ta’ala berfirman:
لَّيۡسَ بِأَمَانِيِّكُمۡ وَلَآ أَمَانِيِّ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِۗ مَن يَعۡمَلۡ سُوٓءٗا يُجۡزَ بِهِۦ وَلَا يَجِدۡ لَهُۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلِيّٗا وَلَا نَصِيرٗا [النساء: 123] “
(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah”. [an-Nisaa’/4: 123].
Dan ada beberapa hikmah di balik sebuah musibah, di antaranya adalah:
1. Sebagai penghapus dosa dan kesalahan.
Dijelaskan dalam sebuah hadis yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dari musnadnya Zuhair, yang menceritakan: “Aku kabarkan bahwa Abu Bakar pernah bertanya kepada Rasulullah SAW. 'Ya Rasulallah, apa yang dimaksud ayat ini:
لَّيۡسَ بِأَمَانِيِّكُمۡ وَلَآ أَمَانِيِّ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِۗ مَن يَعۡمَلۡ سُوٓءٗا يُجۡزَ بِهِۦ [النساء: 123]
“(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu“.[an-Nisaa’/4: 123].
Apakah setiap kejelekan yang kita kerjakan pasti ada balasannya? Maka Rasulallah SAW menjawab dengan sabdanya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « غَفَرَ اللَّهُ لَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ أَلَسْتَ تَمْرَضُ أَلَسْتَ تَنْصَبُ أَلَسْتَ تَحْزَنُ أَلَسْتَ تُصِيبُكَ اللَّأْوَاءُ قَالَ بَلَى قَالَ فَهُوَ مَا تُجْزَوْنَ بِهِ » [ أخرجه أحمد]
“Semoga Allah mengampuni wahai Abu Bakar. Bukankah engkau pernah sakit? Mendapat cobaan? Bersedih hati? Dan mendapat kesulitan?
"Pernah ya Rasulallah," jawab Abu Bakar. Maka beliau mengatakan: ‘Itulah balasan atas perbuatan burukmu tersebut”. [HR Ahmad 1/230 no: 68].
Lebih jelasnya dalam sebuah ayat Allah Ta’ala menerangkan akan hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٖ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَيَعۡفُواْ عَن كَثِيرٖ [ الشورى: 30]
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. [asy-Syuura/42: 30].
Imam Bukhari dan Muslim mengeluarkan sebuah hadis dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ » [ أخرجه البخاري و مسلم]
“Tidaklah seorang muslim tertimpa cobaan, penyakit, kesulitan, kesedihan, gangguan, tidak pula gundah kelana, sampai kiranya duri yang menusuknya, melainkan Allah akan jadi sebagai penghapus dari kesalahannya“. [HR Bukhari no: 5642. Muslim no: 2573].
Sedangkan Imam Tirmidzi mengeluarkan sebuah hadis dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا، وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Allah akan segerakan baginya hukuman di dunia. Dan apabila Allah menghendaki keburukan bagi seorang hamba maka Allah tahan darinya atas perbuatan dosanya sampai dihitung kelak pada hari kiamat”.[HR at-Tirmidzi no: 2396. Dinyatakan Hasan shahih oleh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi 2/285 no: 1953].
Berkata sebagian ulama salaf: ‘Kalau bukan karena musibah yang menimpa kita tentu kelak pada hari kiamat kita akan menjadi orang yang bangkrut’. Oleh karena itu, tidak heran jika para salaf mereka justru merasa senang bila ditimpa musibah, sebagaimana senangnya kita tatkala memperoleh kesenangan.
2. Mengangkat derajat seseorang di akhirat kelak.
Di antara hikmah di balik musibah sakit yang dideritanya, akan menjadi faktor pendongkrak derajat bagi orang yang sedang sakit kelak di akhirat. Hal itu sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadis yang dikeluarkan oleh al-Hakim dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إِنَّّ الرَّجُلَ تَكُونُ لَهُ المَنزِلَةُ عِندَ اللهِ فَمَا يَبلُغُهَا بِعَمَلٍ، فَلَا يَزَالُ يَبتَلِيهِ بِمَا يَكرَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ ذَلِكَ
“Sesungguhnya seorang hamba akan memperoleh kedudukan di sisi Allah bukan karena faktor amal semata, namun, senantiasa dirinya memperoleh ujian dengan perkara yang tidak disenanginya hingga sampai pada derajat yang tinggi“. [HR Ibnu Hibban no: 2897. al-Hakim 1/664 no: 1314. Dinyatakan Hasan oleh al-Albani dalam silsilah ash-Shahihah no: 1599].
Dalam hadis yang lain, Nabi Muhammad SAW bersabda, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَوَدُّ أَهْلُ الْعَافِيَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حِينَ يُعْطَى أَهْلُ الْبَلَاءِ الثَّوَابَ لَوْ أَنَّ جُلُودَهُمْ كَانَتْ قُرِضَتْ فِي الدُّنْيَا بِالْمَقَارِيضِ » [ أخرجه البخاري و مسلم ]
“Kelak pada hari kiamat orang yang sehat sangat menghendaki pahala tatkala melihat orang yang mendapat cobaan di dunia diberi pahala, mereka rela kalau sekiranya kulit mereka dipotong dengan gunting ketika di dunia“. HR at-Tirmidzi no: 2402. Dinyatakan Hasan oleh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi 2/287 no: 1960.
Dan Nabi Muhammad SAW sebagai penghulu para Nabi, yang telah diampuni dosa-dosanya baik yang telah lewat maupun yang akan datang, beliau masih saja diberi cobaan oleh Allah Ta’ala dengan sakit, dan hal itu adalah sebagai pengangkat derajat beliau.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim sebuah hadis dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallau ‘anhu, dia menceritakan: “Aku datang menjenguk Rasulullah SAW di saat beliau sedang sakit keras, kemudian aku mengusap beliau dengan tanganku, lalu aku tanyakan pada beliau: ‘Ya Rasulullah, engkau badannya panas sekali? Maka beliau menjawab: “Ya, sesungguhnya sakit yang aku derita seperti halnya sakit yang diderita oleh dua orang di antara kalian”. Aku bertanya kembali: ‘Dengan sebab itu engkau memperoleh dua pahala’. Beliau katakan: “Ya, betul”. [HR Bukhari no: 5667. Muslim no: 2571].
Bahkan saat sakit, Nabi Muhammad SAW pernah mengalami pingsan sebanyak tiga kali. Hal itu sebagaimana yang diceritakan oleh Aisyah Radhiyallahu ‘anha dalam shahih Bukhari dan Muslim, beliau menceritakan: “Tidak pernah aku melihat ada seorangpun yang menderita sakit melebihi dari Rasulallah SAW". [HR Bukhari no: 5646. Muslim no: 2570].
Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi dalam tulisannya berjudul الإبتلاء بالمرض yang diterjemahkan Abu Umamah Arif Hidayatullah menyimpulkan bahwa bagi orang yang sakit mempunyai dua kelebihan, sakit yang dialaminya bisa sebagai penghapus dosa-dosanya, dan mengangkat derajatnya.
"Maka dari itu, hendaknya bagi orang yang menderita suatu penyakit menjadikan dua perkara ini sebagai pendorong baginya untuk sabar, sehingga apabila dia merenungi kedua hikmah tersebut akan menjadi ringan musibah yang dideritanya, dan enteng kesedihan dan rasa gundahnya," tuturnya.
Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi dalam tulisannya berjudul الإبتلاء بالمرض yang diterjemahkan Abu Umamah Arif Hidayatullah mengingatkan bahwa tidak perlu bersedih ketika sakit. Menurutnya, bagi orang yang sakit mempunyai dua kelebihan. Pertama, sakit yang dialaminya bisa sebagai penghapus dosa-dosanya. Kedua, mengangkat derajatnya.
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman:
وَٱذۡكُرۡ عَبۡدَنَآ أَيُّوبَ إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّي مَسَّنِيَ ٱلشَّيۡطَٰنُ بِنُصۡبٖ وَعَذَابٍ – ٱرۡكُضۡ بِرِجۡلِكَۖ هَٰذَا مُغۡتَسَلُۢ بَارِدٞ وَشَرَابٞ – وَوَهَبۡنَا لَهُۥٓ أَهۡلَهُۥ وَمِثۡلَهُم مَّعَهُمۡ رَحۡمَةٗ مِّنَّا وَذِكۡرَىٰ لِأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ – وَخُذۡ بِيَدِكَ ضِغۡثٗا فَٱضۡرِب بِّهِۦ وَلَا تَحۡنَثۡۗ إِنَّا وَجَدۡنَٰهُ صَابِرٗاۚ نِّعۡمَ ٱلۡعَبۡدُ إِنَّهُۥٓ أَوَّابٞ [ ص : 41-44]
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Rabbnya: “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan”. (Allah berfirman): “Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum”.
Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran. Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Rabbnya)”. [Shaad/38: 41-44].
Imam Ibnu Katsir mengatakan, ayat ini sebagai peringatan bagi siapa saja yang sedang diberi ujian oleh Allah ta’ala pada tubuhnya, atau hartanya, atau anaknya. Maka bagi orang yang diberi ujian seperti itu, ternyata dirinya mempunyai suri tauladan yaitu Nabi Allah Ayub ‘alaihi sallam. Allah ta’ala telah memberi ujian kepada Nabi Ayub dengan cobaan yang lebih besar dari hal itu, namun beliau tetap sabar serta mengharap pahala dari Allah Shubhanahu wa Ta’ala sampai akhirnya –Dia menghilangkan penyakit yang diderita oleh beliau”.
Terkadang seorang mukmin diberi ujian oleh Allah SWT dengan suatu penyakit disebabkan karena kelalaianya dengan sebagian kewajiban yang diperintahkan Allah Ta’ala kepadanya, sehingga penyakitnya tersebut menjadi semacam penghapus dari dosa-dosanya.
Allah ta’ala berfirman:
لَّيۡسَ بِأَمَانِيِّكُمۡ وَلَآ أَمَانِيِّ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِۗ مَن يَعۡمَلۡ سُوٓءٗا يُجۡزَ بِهِۦ وَلَا يَجِدۡ لَهُۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلِيّٗا وَلَا نَصِيرٗا [النساء: 123] “
(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah”. [an-Nisaa’/4: 123].
Dan ada beberapa hikmah di balik sebuah musibah, di antaranya adalah:
1. Sebagai penghapus dosa dan kesalahan.
Dijelaskan dalam sebuah hadis yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dari musnadnya Zuhair, yang menceritakan: “Aku kabarkan bahwa Abu Bakar pernah bertanya kepada Rasulullah SAW. 'Ya Rasulallah, apa yang dimaksud ayat ini:
لَّيۡسَ بِأَمَانِيِّكُمۡ وَلَآ أَمَانِيِّ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِۗ مَن يَعۡمَلۡ سُوٓءٗا يُجۡزَ بِهِۦ [النساء: 123]
“(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu“.[an-Nisaa’/4: 123].
Apakah setiap kejelekan yang kita kerjakan pasti ada balasannya? Maka Rasulallah SAW menjawab dengan sabdanya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « غَفَرَ اللَّهُ لَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ أَلَسْتَ تَمْرَضُ أَلَسْتَ تَنْصَبُ أَلَسْتَ تَحْزَنُ أَلَسْتَ تُصِيبُكَ اللَّأْوَاءُ قَالَ بَلَى قَالَ فَهُوَ مَا تُجْزَوْنَ بِهِ » [ أخرجه أحمد]
“Semoga Allah mengampuni wahai Abu Bakar. Bukankah engkau pernah sakit? Mendapat cobaan? Bersedih hati? Dan mendapat kesulitan?
"Pernah ya Rasulallah," jawab Abu Bakar. Maka beliau mengatakan: ‘Itulah balasan atas perbuatan burukmu tersebut”. [HR Ahmad 1/230 no: 68].
Lebih jelasnya dalam sebuah ayat Allah Ta’ala menerangkan akan hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٖ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَيَعۡفُواْ عَن كَثِيرٖ [ الشورى: 30]
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. [asy-Syuura/42: 30].
Imam Bukhari dan Muslim mengeluarkan sebuah hadis dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ » [ أخرجه البخاري و مسلم]
“Tidaklah seorang muslim tertimpa cobaan, penyakit, kesulitan, kesedihan, gangguan, tidak pula gundah kelana, sampai kiranya duri yang menusuknya, melainkan Allah akan jadi sebagai penghapus dari kesalahannya“. [HR Bukhari no: 5642. Muslim no: 2573].
Sedangkan Imam Tirmidzi mengeluarkan sebuah hadis dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا، وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Allah akan segerakan baginya hukuman di dunia. Dan apabila Allah menghendaki keburukan bagi seorang hamba maka Allah tahan darinya atas perbuatan dosanya sampai dihitung kelak pada hari kiamat”.[HR at-Tirmidzi no: 2396. Dinyatakan Hasan shahih oleh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi 2/285 no: 1953].
Berkata sebagian ulama salaf: ‘Kalau bukan karena musibah yang menimpa kita tentu kelak pada hari kiamat kita akan menjadi orang yang bangkrut’. Oleh karena itu, tidak heran jika para salaf mereka justru merasa senang bila ditimpa musibah, sebagaimana senangnya kita tatkala memperoleh kesenangan.
2. Mengangkat derajat seseorang di akhirat kelak.
Di antara hikmah di balik musibah sakit yang dideritanya, akan menjadi faktor pendongkrak derajat bagi orang yang sedang sakit kelak di akhirat. Hal itu sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadis yang dikeluarkan oleh al-Hakim dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إِنَّّ الرَّجُلَ تَكُونُ لَهُ المَنزِلَةُ عِندَ اللهِ فَمَا يَبلُغُهَا بِعَمَلٍ، فَلَا يَزَالُ يَبتَلِيهِ بِمَا يَكرَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ ذَلِكَ
“Sesungguhnya seorang hamba akan memperoleh kedudukan di sisi Allah bukan karena faktor amal semata, namun, senantiasa dirinya memperoleh ujian dengan perkara yang tidak disenanginya hingga sampai pada derajat yang tinggi“. [HR Ibnu Hibban no: 2897. al-Hakim 1/664 no: 1314. Dinyatakan Hasan oleh al-Albani dalam silsilah ash-Shahihah no: 1599].
Dalam hadis yang lain, Nabi Muhammad SAW bersabda, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَوَدُّ أَهْلُ الْعَافِيَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حِينَ يُعْطَى أَهْلُ الْبَلَاءِ الثَّوَابَ لَوْ أَنَّ جُلُودَهُمْ كَانَتْ قُرِضَتْ فِي الدُّنْيَا بِالْمَقَارِيضِ » [ أخرجه البخاري و مسلم ]
“Kelak pada hari kiamat orang yang sehat sangat menghendaki pahala tatkala melihat orang yang mendapat cobaan di dunia diberi pahala, mereka rela kalau sekiranya kulit mereka dipotong dengan gunting ketika di dunia“. HR at-Tirmidzi no: 2402. Dinyatakan Hasan oleh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi 2/287 no: 1960.
Dan Nabi Muhammad SAW sebagai penghulu para Nabi, yang telah diampuni dosa-dosanya baik yang telah lewat maupun yang akan datang, beliau masih saja diberi cobaan oleh Allah Ta’ala dengan sakit, dan hal itu adalah sebagai pengangkat derajat beliau.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim sebuah hadis dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallau ‘anhu, dia menceritakan: “Aku datang menjenguk Rasulullah SAW di saat beliau sedang sakit keras, kemudian aku mengusap beliau dengan tanganku, lalu aku tanyakan pada beliau: ‘Ya Rasulullah, engkau badannya panas sekali? Maka beliau menjawab: “Ya, sesungguhnya sakit yang aku derita seperti halnya sakit yang diderita oleh dua orang di antara kalian”. Aku bertanya kembali: ‘Dengan sebab itu engkau memperoleh dua pahala’. Beliau katakan: “Ya, betul”. [HR Bukhari no: 5667. Muslim no: 2571].
Bahkan saat sakit, Nabi Muhammad SAW pernah mengalami pingsan sebanyak tiga kali. Hal itu sebagaimana yang diceritakan oleh Aisyah Radhiyallahu ‘anha dalam shahih Bukhari dan Muslim, beliau menceritakan: “Tidak pernah aku melihat ada seorangpun yang menderita sakit melebihi dari Rasulallah SAW". [HR Bukhari no: 5646. Muslim no: 2570].
Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi dalam tulisannya berjudul الإبتلاء بالمرض yang diterjemahkan Abu Umamah Arif Hidayatullah menyimpulkan bahwa bagi orang yang sakit mempunyai dua kelebihan, sakit yang dialaminya bisa sebagai penghapus dosa-dosanya, dan mengangkat derajatnya.
"Maka dari itu, hendaknya bagi orang yang menderita suatu penyakit menjadikan dua perkara ini sebagai pendorong baginya untuk sabar, sehingga apabila dia merenungi kedua hikmah tersebut akan menjadi ringan musibah yang dideritanya, dan enteng kesedihan dan rasa gundahnya," tuturnya.
(mhy)