Idul Adha, Ajari Anak Cinta Rasulullah dan Ahli Baitnya

Rabu, 21 Juli 2021 - 13:45 WIB
Ustaz Miftah el-Banjary, Dai yang juga pakar ilmu linguistik Arab dan Tafsir Al-Quran asal Banjar Kalimantan Selatan. Foto/Ist
Ustaz TGH Miftah el-Banjary

Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an,

Pensyarah Kitab Dalail Khairat

Mengapa kisah momentum Hari Raya Idul Adha yang selalu diceritakan adalah tentang pengorbanan dan hubungan seorang ayah terhadap anak?

Sebab, kisah hubungan ini sangatlah penting. Bahkan, hampir di semua kisah para Nabi dan Rasul kisah terbanyak yang mendominasi adalah kisah dramatikal antara ayah dan anak.





Lihat saja, setelah kisah pertaubatan Nabi Adam selanjutnya dikisahkan tentang pertikaian antara Habil dan Qabil; putra Nabi Adam. Di dalam Al-Qur'an ada kisah tragis kedurhakaan anak Nabi Nuh yang ingkar terhadap ajaran ayahnya serta perintah Allah.

Kisah paling monemental bercerita tentang kisah ujian penyembelihan Nabi Ibrahim terhadap putranya Ismail 'alaihimussalam. Ini kisah yang senantiasa diingat di sepanjang sejarah umat manusia dan paling sering diceritakan di musim haji.

Ada dialog pembuka antara Nabi Ya'kub dan putranya Yusuf serta pengkhianatan putra-putra Nabi Ya'kub terhadap ayah mereka dan saudaranya Yusuf. Ada pula pesan dan wasiat Nabi Ya'qub terhadap anak-anak keturunannya untuk tetap mengesakan Allah sepeninggalnya.

Ada kisah munajat Nabi Zakariya yang mengharapkan seorang anak, hingga dikarunia Nabi Yahya. Ada pula pesan dan wasiat Imran terhadap putranya untuk tidak mensekutukan Allah.

Semua kisah para Nabi dan Rasul seakan-akan menjadikan kedudukan anak dalam status nubuwwah menjadi sangat rentan serta menjadi ujian terberat dari semua ujian yang ada yang harus mereka lewati.

Maka, ujian anak ini menjadi beban dan tugas tersendiri bagi setiap ayah atau orang tua untuk mendidik dan mengarahkannya ke jalan keselamatan di dunia dan akhirat.

Anak pada satu saat menjadi jalan wasilah bagi orang tua yang membawa mereka ke surga. Pada saat yang sama juga membawa ke jalan kehinaan dan penyesalan tiada akhir.

Namun berbeda dengan Habibuna Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam berkenaan dengan anak. Beliau memperoleh jaminan keselamatan bagi anak-anak dan keturunannya.

Bahkan, di saat orang-orang kafir Quraisy mencela bahwa engkau ya Muhammad Abtar (tak punya keturunan anak lelaki), Al-Qur'an menegaskan dengan pembelaan langsung dari Allah:

اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ

"Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)."

Para ulama tafsir menyepakati bahwa makna tafsir dari "al-Kautsar" adalah anak keturunan yang banyak hingga hari Kiamat.

Bahkan, tidak sekadar anak zuriyat keturunan yang banyak dan berlimpah, Allah Ta'ala juga menjamin mereka dengan kesucian mereka dari kekotoran.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Yang pertama kali yang dihisab (dihitung) dari perbuatan seorang hamba pada hari Kiamat adalah shalatnya. Jika sempurna ia beruntung dan jika tidak sempurna, maka Allah Azza wa Jalla berfirman, Lihatlah apakah hamba-Ku mempunyai amalan shalat sunnah? Bila didapati ia memiliki amalan shalat sunnah, maka Dia berfirman Lengkapilah shalat wajibnya yang kurang dengan shalat sunnahnya

(HR. Nasa'i No. 463)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More