Persiapan Menjelang Usia 40 Tahun

Kamis, 22 Juli 2021 - 17:59 WIB
Ustaz Miftah el-Banjary, Dai yang juga pakar ilmu linguistik Arab dan Tafsir Al-Quran asal Banjar Kalimantan Selatan. Foto/Ist
Ustaz TGH Miftah el-Banjary

Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an,

Pensyarah Kitab Dalail Khairat

Jika umur manusia diibaratkan kouta dalam modal kehidupan dunia ini, maka rentang usia 40 tahun menandakan garis warning berwarna kuning. Kouta tersebut tidak akan lama akan habis berakhir limitnya pada persentasi angka 80% kehidupan telah dijalani.

Mau tidak mau, sadar atau tidak, kouta itu akan berakhir jika jatah pemakaian kouta berhenti pada titik penggunaan 100% dengan bonus atau dengan tanpa bonus. Atau boleh jadi, tidak sampai sempurna pada pencapaian angka 100% tersebut.



Maka, telah menjadi tradisi para ulama sejak zaman dahulu, manakala mereka mulai memasuki usia kematangan di usia 40 tahun, mereka mulai berbenah dan mulai bersiap menarik diri dari banyak aktivitas kehidupan duniawi ini.

Berangkat dari hadits baginda Rasulullah SAW : "Barangsiapa yang telah melampaui usia 40 tahun, akan tetapi kebaikannya tidak melebihi keburukannya, maka bersiap-siaplah dia memasuki api neraka."

Hadits ini banyak sekali diriwayatkan dan dikutip oleh para ulama, di antaranya Al-Imam al-Ghazali terutama dalam kitab nasehatnya yang populer "Ayyuhal Walad".

Memang boleh dikatakatan usia 40 tahun menjadi awal tonggak penentuan kualitas demi menyempurnakan sisa-sisa umur selanjutnya, apakah dia termasuk golongan ahli dunia atau ahli akhirat.

Oleh karena itulah, pada catatan kehidupan sirahnya, baginda Rasulullah SAW manakala memasuki usia 37 tahun, beliau lebih banyak bertahanuts dan bertafakur menjauhi aktivitas keramaian dunia, menyepi ke gua Hira hingga memasuki usia 40 tahun. Hal ini menjadi isyarat sekaligus pelajaran penting bagi kita semua yang mengharapkan kehidupan selanjutnya menjadi lebih baik lagi.

Lantas apa hal yang harus kita persiapkan menjelang memasuki usia 40 tahun?

1. Meyakini bahwa kehidupan akhirat jauh lebih baik dari kehidupan dunia ini. Dengan demikian, tak ada yang perlu kita kejar mati-matian demi dunia fana ini.

2. Meyakini bahwa kematian itu pasti. Kapan pun dan dimana pun kita berada kematian iti mutlak dan pasti adanya terjadi pada diri kita, meski tidak harus mencapai usia senja atau tua. Bukan kematian yang kita khawatirkan, tapi bagaimana kondisi kesiapan kita untuk mempersiapkan menghadapi bekal kematian yang akan dibawa dalam perjalanan selanjutnya.

3. Meyakini bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah perjalanan transit sementara, dan ada stasiun akhir yang sedang dan akan kita tuju. Dunia ini tidak lebih dari perjalanan seorang musafir yang hanya sekadar berteduh manakala terik matahari dan akan melanjutkan perjalanan di sore harinya.

4. Mulai mempersiapkan ilmu menghadap Allah kelak. Ilmu yang harus dipersiapkan dan dipelajari, yaitu ilmu-ilmu mengenal Allah seperti ilmu Tauhid beserta sifat-sifat 20 yang Wajib dan Mustahil bagi Allah serta sifat Jaiz bagi-Nya.

5. Mulai menekuni dan memperdalam ilmu-ilmu kebersihan hati dan jiwa dengan mempelajari sifat-sifat akhlak Mahmudah dan Mazmumah dalam ranah ilmu Tasawuf.

6. Mulai memperbanyak istighfar menyesali dosa-dosa masa lalu. Usahakan membaca minimal 100 hingga 1.000 kali istighfar setiap hari.

7. Mulai merutinkan membaca wiridan-wiridan surah dalam Al-Qur'an, misalnya Surah Yasin, Al-Waqi'ah, Al-Mulk, minimal Surah Al-Fatihah atau Surah Al-Ikhlas setiap malam, sebab amaliah tersebut akan bisa menjadi syafa'at di alam Barzakh.

8. Mulai memperbanyak membaca sholawat Nabi minimal 300 kali hingga 1.000 kali dalam sehari agar memperoleh jaminan syafa'at dari Habibuna baginda Rasulullah SAW.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Abdullah, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:  Sesungguhnya Islam muncul pertama kali dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing pula, maka beruntunglah orang-orang yang terasing.  Abdullah berkata, Dikatakan, Siapakah orang-orang yang terasing itu?  beliau menjawab: Orang-orang yang memisahkan diri dari kabilah-kabilah (yang sesat).

(HR. Ibnu Majah No. 3978)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More