Sujud Syukur Menurut Syaikh Muhamamd Arsyad Al-Banjari
loading...
A
A
A
Dr Miftah el-Banjary Lc MA
Pakar Ilmu Linguistik Arab,
Pengasuh Ponpes Dalail Khairat Garagata Tabalong Kalimantan Selatan
Maulana Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari di dalam kitab beliau yang monumental "Sabilal Muhtadin" membahas kajian Sujud Syukur. Topik ini diulasa dalam bab tersendiri pada jilid ke-2 kitab tersebut.
Sujud Syukur sunnah dilakukan di luar shalat dan tidak boleh dikerjakan di dalam shalat. Karena itu kalau dikerjakan di dalam shalat dengan sengaja dan tahu haramnya maka batallah shalatnya.
Sunnah mengerjakan sujud syukur di kala memperoleh nikmat yang tidak diduga-duga sebelumnya atau nikmat yang diharap-harapkan. Baik nikmat itu bagi dirinya, anak cucunya atau salah seorang dari umat Islam. Contohnya:
1. Ketika Memperoleh Anak
2. Mendapatkan pangkat dan kemuliaan serta harta yang halal, sekalipun bagi orang yang sudah mempunyai harta.
3. Kedatangan keluarga yang sudah lama bepergian
4. Menang di dalam peperangan
5. Turun hujan sesudah masa kemarau panjang
6. Sembuh dari sakit.
Disunnahkan melakukan Sujud Syukur karena memperoleh nikmat karena selalu mengikuti sunnah Nabi sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan lainnya. Tidak termasuk memperoleh nikmat yang dimaksud ialah nikmat yang selalu diterima umpamanya selalu dalam keadaan sehat, selalu dalam agama Islam.
Dalam semua ini tidak disunnahkan sujud Syukur karena kalau dikerjakan pada saat-saat itu akan menghabisi umur untuk itu saja. Dan juga disunnahkan mengerjakan Sujud Syukur ketika terhindar dari musibah yang tidak diduga-duga sebelumnya. Baik musibah yang menimpa dirinya, anak cucunya atau salah seorang umat Islam seperti selamat dari kekaraman, terbakar, rumah runtuh dan sebagainya.
Adapun dalil tentang anjuran Sujud Syukur karena terhindar dari bahaya ialah mengikuti praktik Rasulullah SAW sendiri seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban.
Nikmat atau bencana yang disunnahkan melakukan sujud syukur adalah nikmat atau bencana yang lahir sebagaimana yang dinukil oleh Imam Syafi'i dan sahabat-sahabatnya. Jarena itu tidak termasuk nikmat dan bencana batin seperti ma'rifah kepada Allah dan terhindar dari perilaku yang buruk, maka tidak disunatkan karena memperolehnya atau terhindar dari padanya. Demikianlah yang diterangkan di dalam Kitab "Syarah Minhaj".
Namun Syaikh Ibnu Hajar menerangkan di dalam Kitabnya "Tuhfah" berpendapat lain yang katanya disunnahkan sujud syukur karena memperoleh Ma'rifah dan terhindar dari perilaku yang buruk karena semua itu termasuk nikmat.
Disunnahkan Sujud Syukur karena melihat orang lain sembuh dari penyakitnya, baik penyakit mental atau penyakit yang menimpa fisiknya. Karena mensyukuri nikmat yang jangan dilakukan di depan orang terkena penyakit agar dengannya ia terlepas dari penyakit itu.
Jika orang yang bermaksiat dipotong tangannya karena pelaksanaan hukuman pencurian yang sudah diketahui
bahwa ia sudah bertobat dari kemaksiatan itu maka sujud syukur dilakukan di hadapannya. Dan sunnah bagi orang yang melihat orang yang terkena penyakit membaca doa yang berbunyi:
الحمد لله الذي عافاني وما ابتلاني وفضلني على
كثير من خلقه تفضيلاً
"Segala puji bagi Allah yang telah menyembuhkan aku dari bencana yang menimpa diriku. Dan Dia telah melebihkan aku dari kebanyakan makhluk-Nya dalam beberapa kelebihan."
Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Turmuzi bahwa Rasulullah SAW bersabda:
من قال ذلك عوفي من ذلك البلاء ماعاش
"Barangsiapa membaca yang seperti itu di kala melihat orang yang ditimpa bencana niscaya Allah melepaskannya dari bencana itu selama hidupnya."
Sunnah at melakukan sujud syukur di kala melihat orang yang telah berhenti dari kefasikannya. Baik orang yang fasik yang fasik itu orang Islam atau bukan Islam karena kemaksiatan dalam melanggar peraturan agama lebih berat dan kemaksiatan melanggar peraturan dunia karena itulah Rasulullah SAW selalu berdoa:
اللهم لا تجعل مصيبنا في ديننا
"Wahai Tuhanku jangan kiranya Engkau jadikan musibah ini pada agama kami."
Pakar Ilmu Linguistik Arab,
Pengasuh Ponpes Dalail Khairat Garagata Tabalong Kalimantan Selatan
Maulana Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari di dalam kitab beliau yang monumental "Sabilal Muhtadin" membahas kajian Sujud Syukur. Topik ini diulasa dalam bab tersendiri pada jilid ke-2 kitab tersebut.
Sujud Syukur sunnah dilakukan di luar shalat dan tidak boleh dikerjakan di dalam shalat. Karena itu kalau dikerjakan di dalam shalat dengan sengaja dan tahu haramnya maka batallah shalatnya.
Sunnah mengerjakan sujud syukur di kala memperoleh nikmat yang tidak diduga-duga sebelumnya atau nikmat yang diharap-harapkan. Baik nikmat itu bagi dirinya, anak cucunya atau salah seorang dari umat Islam. Contohnya:
1. Ketika Memperoleh Anak
2. Mendapatkan pangkat dan kemuliaan serta harta yang halal, sekalipun bagi orang yang sudah mempunyai harta.
3. Kedatangan keluarga yang sudah lama bepergian
4. Menang di dalam peperangan
5. Turun hujan sesudah masa kemarau panjang
6. Sembuh dari sakit.
Disunnahkan melakukan Sujud Syukur karena memperoleh nikmat karena selalu mengikuti sunnah Nabi sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan lainnya. Tidak termasuk memperoleh nikmat yang dimaksud ialah nikmat yang selalu diterima umpamanya selalu dalam keadaan sehat, selalu dalam agama Islam.
Dalam semua ini tidak disunnahkan sujud Syukur karena kalau dikerjakan pada saat-saat itu akan menghabisi umur untuk itu saja. Dan juga disunnahkan mengerjakan Sujud Syukur ketika terhindar dari musibah yang tidak diduga-duga sebelumnya. Baik musibah yang menimpa dirinya, anak cucunya atau salah seorang umat Islam seperti selamat dari kekaraman, terbakar, rumah runtuh dan sebagainya.
Adapun dalil tentang anjuran Sujud Syukur karena terhindar dari bahaya ialah mengikuti praktik Rasulullah SAW sendiri seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban.
Nikmat atau bencana yang disunnahkan melakukan sujud syukur adalah nikmat atau bencana yang lahir sebagaimana yang dinukil oleh Imam Syafi'i dan sahabat-sahabatnya. Jarena itu tidak termasuk nikmat dan bencana batin seperti ma'rifah kepada Allah dan terhindar dari perilaku yang buruk, maka tidak disunatkan karena memperolehnya atau terhindar dari padanya. Demikianlah yang diterangkan di dalam Kitab "Syarah Minhaj".
Namun Syaikh Ibnu Hajar menerangkan di dalam Kitabnya "Tuhfah" berpendapat lain yang katanya disunnahkan sujud syukur karena memperoleh Ma'rifah dan terhindar dari perilaku yang buruk karena semua itu termasuk nikmat.
Disunnahkan Sujud Syukur karena melihat orang lain sembuh dari penyakitnya, baik penyakit mental atau penyakit yang menimpa fisiknya. Karena mensyukuri nikmat yang jangan dilakukan di depan orang terkena penyakit agar dengannya ia terlepas dari penyakit itu.
Jika orang yang bermaksiat dipotong tangannya karena pelaksanaan hukuman pencurian yang sudah diketahui
bahwa ia sudah bertobat dari kemaksiatan itu maka sujud syukur dilakukan di hadapannya. Dan sunnah bagi orang yang melihat orang yang terkena penyakit membaca doa yang berbunyi:
الحمد لله الذي عافاني وما ابتلاني وفضلني على
كثير من خلقه تفضيلاً
"Segala puji bagi Allah yang telah menyembuhkan aku dari bencana yang menimpa diriku. Dan Dia telah melebihkan aku dari kebanyakan makhluk-Nya dalam beberapa kelebihan."
Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Turmuzi bahwa Rasulullah SAW bersabda:
من قال ذلك عوفي من ذلك البلاء ماعاش
"Barangsiapa membaca yang seperti itu di kala melihat orang yang ditimpa bencana niscaya Allah melepaskannya dari bencana itu selama hidupnya."
Sunnah at melakukan sujud syukur di kala melihat orang yang telah berhenti dari kefasikannya. Baik orang yang fasik yang fasik itu orang Islam atau bukan Islam karena kemaksiatan dalam melanggar peraturan agama lebih berat dan kemaksiatan melanggar peraturan dunia karena itulah Rasulullah SAW selalu berdoa:
اللهم لا تجعل مصيبنا في ديننا
"Wahai Tuhanku jangan kiranya Engkau jadikan musibah ini pada agama kami."