Nabi Muhammad Tidak Anti kepada Non-Muslim [2/Tamat]
Selasa, 27 Juli 2021 - 10:37 WIB
Ustaz Ahmad Zarkasih
Pengajar Rumah Fiqih Indonesia
Pada bagian pertama kita telah sebutkan beberapa fakta bahwa Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam tidak anti kepada non muslim. Beliau pernah memenuhi undangan makan orang Yahudi.
Selain itu, berwudhu dengan air dan bejana milik orang musyrik.Nabi shallallahu 'alaihi wasallam benar-benar sosok teladan dalam bergaul baik dengan tetangga maupun dengan non-muslim.
Pembantu Nabi Seorang Anak Yahudi
Dulu Nabi punya ART (Asisten Rumah Tangga) seorang anak laki-laki Yahudi, bukan Islam. Suatu saat anak Yahudi ini sakit dan tidak masuk kerja, akhirnya Nabi mengunjunginya di rumah anak Yahudi itu. Sampai di rumahnya, ada ayah anak itu yang juga sama-sama menganut Yahudi sedang menunggu sang anak.
Setelah meminta izin kepada sang ayah, Rasul mendekati anak itu lalu mengajaknya untuk bersyahadat; masuk Islam. Diajak masuk Islam, anak itu bingung karena ada sang ayah di dekatnya. Sesekali melirik ayahnya, sesekali melirik Nabi sampai akhirnya sang ayah berbicara: "Anakku! Taati Abu Qasim (Muhammad)!".
Mendapat izin dari ayahnya, anak itu bersyahadat. Kemudian Nabi keluar dari rumah sambil mengucapkan: "Alhamdulillah, Allah telah menyelamatkan anak itu dari neraka dengan wasilahku".
Poin dari cerita dari hadits yang termaktub dalam sahih Al-Bukhari dari sahabat Anas bin Malik ini, mari kita berfikir sejenak. Agama adalah identitas setiap diri yang siapa pun pasti akan membela agamanya jika ia dihina, dan siapapun pasti akan marah jika disuruh meninggalkan agama nenek moyangnya.
Tapi lihat bagaimana relanya sang ayah yang seorang Yahudi membiarkan anaknya melepaskan agama dan kepercayaan nenek moyangnya hanya karena seorang Muhammad.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyampaikan agama ini dengan cinta dan kasih sayang. Karena memang tujuan dakwah ini adalah mengajak orang lain menuju kepada sang Maha cinta dan Sayang. Bagaimana bisa mengajak kepada cinta tapi dengan kebencian?
Tidak Ada Larangan Berbuat Baik kepada Non-Muslim
Dalam syariat ini sudah jelas diterangkan, bahwa tidak ada larangan bagi kaum muslim untuk berbuat baik kepada non-muslim. Selama memang non-muslim itu tidak mengajak kepada kemaksiatan atau tidak melarang kita untuk beribadah, maka kita diperintahkan untuk bersikap baik kepada mereka.
Begitu jelas disebutkan dalam Al-Qur'an Surat Al-Mumtahanah:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)
"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. (Al-Mumtahanah: 8-9)
Seorang ulama berkata: "Bukan ulama jika ia melihat orang yang berbeda dengannya sebagai musuh.". Karena memang ulama pasti tahu bagaimana mengejawantahkan sifat Nabi ke dalam metode dakwahnya. Bukan dengan kebencian pastinya.
Dalam riwayat Imam Turmudzi, Rasulullah SAW memberikan wejangan:
اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
"Bertakwalah dimanapun kalian berada, dan ikutilah keburukan dengan kebaikan, niscaya ia akan menghapus keburukan tersebut. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik."
Pengajar Rumah Fiqih Indonesia
Pada bagian pertama kita telah sebutkan beberapa fakta bahwa Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam tidak anti kepada non muslim. Beliau pernah memenuhi undangan makan orang Yahudi.
Selain itu, berwudhu dengan air dan bejana milik orang musyrik.Nabi shallallahu 'alaihi wasallam benar-benar sosok teladan dalam bergaul baik dengan tetangga maupun dengan non-muslim.
Pembantu Nabi Seorang Anak Yahudi
Dulu Nabi punya ART (Asisten Rumah Tangga) seorang anak laki-laki Yahudi, bukan Islam. Suatu saat anak Yahudi ini sakit dan tidak masuk kerja, akhirnya Nabi mengunjunginya di rumah anak Yahudi itu. Sampai di rumahnya, ada ayah anak itu yang juga sama-sama menganut Yahudi sedang menunggu sang anak.
Setelah meminta izin kepada sang ayah, Rasul mendekati anak itu lalu mengajaknya untuk bersyahadat; masuk Islam. Diajak masuk Islam, anak itu bingung karena ada sang ayah di dekatnya. Sesekali melirik ayahnya, sesekali melirik Nabi sampai akhirnya sang ayah berbicara: "Anakku! Taati Abu Qasim (Muhammad)!".
Mendapat izin dari ayahnya, anak itu bersyahadat. Kemudian Nabi keluar dari rumah sambil mengucapkan: "Alhamdulillah, Allah telah menyelamatkan anak itu dari neraka dengan wasilahku".
Poin dari cerita dari hadits yang termaktub dalam sahih Al-Bukhari dari sahabat Anas bin Malik ini, mari kita berfikir sejenak. Agama adalah identitas setiap diri yang siapa pun pasti akan membela agamanya jika ia dihina, dan siapapun pasti akan marah jika disuruh meninggalkan agama nenek moyangnya.
Tapi lihat bagaimana relanya sang ayah yang seorang Yahudi membiarkan anaknya melepaskan agama dan kepercayaan nenek moyangnya hanya karena seorang Muhammad.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyampaikan agama ini dengan cinta dan kasih sayang. Karena memang tujuan dakwah ini adalah mengajak orang lain menuju kepada sang Maha cinta dan Sayang. Bagaimana bisa mengajak kepada cinta tapi dengan kebencian?
Tidak Ada Larangan Berbuat Baik kepada Non-Muslim
Dalam syariat ini sudah jelas diterangkan, bahwa tidak ada larangan bagi kaum muslim untuk berbuat baik kepada non-muslim. Selama memang non-muslim itu tidak mengajak kepada kemaksiatan atau tidak melarang kita untuk beribadah, maka kita diperintahkan untuk bersikap baik kepada mereka.
Begitu jelas disebutkan dalam Al-Qur'an Surat Al-Mumtahanah:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)
"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. (Al-Mumtahanah: 8-9)
Seorang ulama berkata: "Bukan ulama jika ia melihat orang yang berbeda dengannya sebagai musuh.". Karena memang ulama pasti tahu bagaimana mengejawantahkan sifat Nabi ke dalam metode dakwahnya. Bukan dengan kebencian pastinya.
Dalam riwayat Imam Turmudzi, Rasulullah SAW memberikan wejangan:
اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
"Bertakwalah dimanapun kalian berada, dan ikutilah keburukan dengan kebaikan, niscaya ia akan menghapus keburukan tersebut. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik."