Makna Hijrah dalam Konteks Pandemi

Senin, 09 Agustus 2021 - 21:30 WIB
H Abdul Khaliq Ahmad. FOTO/DOK.PRIBADI
H Abdul Khaliq Ahmad

Ketua Bidang Keagamaan DPP Partai Perindo

TANGGAL 10 Agustus 2021 bertepatan dengan tanggal 1 Muharam 1443 Hijriah, umat Muslim se-dunia akan merayakan Tahun Baru Hijriah untuk memperingati peristiwa Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah yang terjadi pada tahun 622 Masehi.

Adalah Khalifah Umar bin Khattab yang berinisitif menetapkan peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW sebagai awal pijakan kalender hijriah pada tahun 638 Masehi atau 17 Hijriah, dan untuk pertama kalinya secara resmi digunakan dalam pemerintahannya.

Berbeda dengan kalender Masehi menggunakan perhitungan pergerakan matahari (solar), Kalender Hijriah menggunakan perhitungan orbit bulan pada bumi, sehingga disebut sebagai kalender bulan (lunar). Jika jumlah hari di kalender Masehi ada 365 hari, maka di kalender Hijriah ada 354 atau 355 hari.



Baca juga: Amalan-amalan yang Dianjurkan di Bulan Muharram



Meski Peringatan Tahun Baru Hijriah dalam dua tahun terakhir ini dilakukan di tengah pandemi Covid-19, namun tidak mengurangi makna yang terkandung dalam peristiwa hijrah, bahkan menemukan relevansinya yang sangat kuat saat ini.

Makna Hijrah

Bertolak dari peristiwa Hijrah Nabi Muhammad SAW, maka hijrah dapat dipahami bukan hanya sebagai peristiwa perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain, tetapi lebih dari itu, mengandung makna perpindahan atau perubahan dari suatu kondisi ke kondisi lain yang lebih baik. Secara keseluruhan, hijrah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk, yaitu: hijrah jasadiyyah (perpindahan fisikal), hijrah qalbiyyah (perpindahan hati), dan hijrah aqliyyah (perpindahan intelektual).

Hijrah Jasadiyyah adalah perubahan fisikal dari satu tempat ke tempat lain untuk mendapatkan kehidupan yang lebih berkualitas, baik secara spritual, sosial, ekonomi, maupun politik dan mendapatkan ridha Allah SWT. Hijrah Qalbiyyah adalah upaya perubahan sikap hati dan perilaku menuju yang lebih baik, lebih peduli, proaktif, pantang menyerah, dan bermanfaat bagi sesama. Sementara Hijrah Aqliyyah adalah upaya perubahan secara intelektual, kemampuan berfikir rasional, sistematis, produktif, dan adaptif terhadap lingkungan yang baru.

Dalam ajaran Islam, hijrah dan ibadah lainnya, baik ibadah ritual maupun ibadah sosial selalu memiliki tujuan yang dikenal dengan istilah maqashid al-syariah.

Baca juga: Selamat Tahun Baru Islam 1443 Hijriyah, Berikut Keutamaan Muharram



Maqashid al-syariah adalah untuk mendatangkan sebanyak mungkin kemaslahatan dan menghindarkan dari kemudaratan. Namun dalam merealisasikan maqashid tersebut dibutuhkan kemampuan untuk mengelompokkan tingkatan maqashid-nya, karena tidak semua maqashid setingkat dan sederajat. Ada tiga tingkatan maqashid yaitu dharuriyyah (primer), hajiyyat (sekunder), dan tahsiniyat (tersier).

Ketiga tingkatan itu harus secara hierarkis atau berurutan didahulukan. Selanjutnya tiga tingkatan tersebut mengandung lima hal yang wajib dijaga yaitu (1) hifz al-din atau menjaga agama, (2) hifz al-nafs atau menjaga jiwa/nyawa, (3) hifz al-aqal atau menjaga akal, (4) hifz al-nasal atau menjaga keturunan, dan (5) hifz al-maal atau menjaga harta.

Terkait dengan pandemi Covid-19, kewajiban untuk menjaga lima hal di atas tetap harus dilakukan bagi seorang muslim.

Pengalaman Khalifah Umar bin Khattab yang akan melakukan kunjungan kerja ke negeri Syam tetapi dikabarkan saat itu penduduknya sedang terjangkit wabah Tha'un, yaitu wabah penyakit menular yang mematikan, berasal dari bakteri Pasterella Pestis yang menyerang tubuh manusia. Seketika itu juga Khalifah Umar mengambil keputusan yang bijak dan tepat, yakni membatalkan kunjungan untuk memasuki negeri tersebut.

Tindakan Umar merupakan tindakan untuk memenuhi kewajiban hifz al-din atau menjaga agama, sekaligus hifz al-nafs atau menjaga jiwa/nyawa. Hal ini didasarkan pada Hadits Nabi "Apabila kalian mendengar wabah thaun melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Adapun apabila penyakit itu melanda suatu negeri sedang kalian di dalamnya, maka janganlah kalian lari keluar dari negeri itu". (HR Bukhari dan Muslim).
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
cover top ayah
قُلۡ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌ‌ (١) اَللّٰهُ الصَّمَدُ‌ (٢) لَمۡ يَلِدۡ ۙ وَلَمۡ يُوۡلَدۡ (٣) وَلَمۡ يَكُنۡ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ (٤)
Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.

(QS. Al-Ikhlas)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More