Makna Hijrah dalam Konteks Pandemi

Senin, 09 Agustus 2021 - 21:30 WIB
Tha'un merupakan virus yang mewabah pada masa lalu secara substansial sama seperti Covid-19 di era modern, karena sifatnya pun sama, yaitu wabah penyakit menular yang mematikan, dan menyerang tubuh manusia.

Hijrah dalam Konteks Pandemi

Dalam konteks pandemi Covid-19, maka realitas kehidupan masyarakat saat ini sesungguhnya sedang menjalankan hijrah menuju perubahan tatanan kehidupan baru yang sama sekali berbeda dengan kehidupan sebelumnya. Sesuatu yang dulu dianggap sulit, kini harus mampu dijadikan mudah. Sesuatu yang dirasakan tidak mungkin, kini harus dibuat mungkin dan nyata.

Sebagai contoh. Di dunia pendidikan, guru dan dosen yang terbiasa dengan pembelajaran kelas konvensional tatap muka, kini mau tak mau harus berhijrah dengan metode pengajaran daring. Tidak terhitung banyaknya adaptasi yang dibutuhkan. Tanpa semangat hijrah, akan sulit menerapkannya secara konsisten.

Dari sisi keluarga, para orang tua harus hijrah menjadi pengawas, pendamping, sekaligus tutor bagi anak yang sedang menyelesaikan tugas akademik. Jika dulu sebagian ibu bisa menemani anak di sekolah sambil mengobrol dengan ibu-ibu lain, kini harus menemani anak bermain, belajar, termasuk tetap awas saat buah hati belajar di rumah.

Di dunia kerja, para pimpinan harus membuat skala prioritas. Memilih bidang-bidang pekerjaan mana yang membutuhkan kehadiran pegawai dan mana yang bisa dilakukan dari rumah (work from home). Jika semua dipaksakan kerja di kantor, sementara jumlah orang yang terpapar dan varian virusnya makin bertambah, maka akan berkontribusi pada meningkatkan kasus positif Covid-19 yang kini telah mencapai lebih dari 3,6 juta orang di Indonesia.

Kalangan profesional juga harus mengubah kebiasaan berkumpul di kafe bersama teman atau kolega. Pertemuan yang biasa dilakukan setiap hari atau sepekan sekali, mungkin menjadi sebulan atau dua bulan sekali. Bahkan barangkali malah sepenuhnya temu secara virtual.

Dengan demikian, relevansi dan korelasi positif antara hijrah dan pandemi Covid-19 nyata dan dapat dirasakan saat ini. Untuk itu, upaya penanggulangannya adalah sebagai berikut:

Pertama, peduli teknologi. Situasi pandemi memaksa siapapun harus mampu menguasai, sekurang-kurangnya mampu menggunakan perangkat dan teknologi digital untuk mempermudah kepentingan pemenuhan urusan privat maupun publik.

Kedua, peduli lingkungan. Kesehatan dan keselamatan bersama harus terus dijaga dengan disiplin terhadap protokol kesehatan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai pemegang otoritas dalam penanggulangan pandemi Covid-19.

Ketiga, peduli sosial. Sikap empati terhadap orang yang terpapar Covid-19 harus terus dipupuk dan diefektifkan melalui gerakan sosial dan kemanusiaan yang dapat meringankan beban bagi penderita dan keluarganya.

Keempat, peduli spiritual. Kualitas ibadah makin ditingkatkan melalui berbagai ritual dan doa sesuai dengan ajaran agama untuk memelihara ketahanan mental spiritual dalam menghadapi tatanan kehidupan baru yang terus berubah.

Kelima, peduli perubahan. Kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan budaya akibat pandemi Covid-19 dengan merubah pola hidup, pola pikir, pola komunikasi dan interaksi, tanpa kehilangan jatidiri. Budaya hidup efektif, efisien, produktif, disiplin, rasional, dinamis, dan sistematis, serta memiliki kepekaan sosial merupakan suatu keniscayaan di tengah pandemi Covid-19.

Upaya-upaya penanggulangan tersebut di atas merupakan hikmah dari peristiwa hijrah dan pandemi Covid-19, sekaligus blessing in disguise bagi umat manusia.

Demikian tulisan singkat ini. Semoga bermanfaat.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(abd)
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, dia berkata: Orang yang paling Allah benci adalah orang yang suka membantah dan sengit permusuhannya.

(HR. Bukhari No. 4161)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More