Imam Syafi'i Tak Pernah Menyatakan Baca Al-Qur'an di Kuburan Itu Bid'ah
Senin, 27 September 2021 - 18:13 WIB
Sebagian kelompok masih ada saja yang nyinyir ketika membahas boleh tidaknya membaca Al-Qur'an di kuburan. Bahkan ada yang seenaknya mengatakan bid'ah, sesat dan syirik. Na'udzubillahi min dzalik.
Mereka yang mengatakan bacaan Al-Qur'an tidak sampai kepada mayit itu kerap menukil pernyataan Imam Syafi'i (wafat 204 H). "Katanya ikut mazhab Syafi'i, tapi kenapa tak ikut Imam Syafi'i". Demikian jargon yang sering mereka ucapkan.
Baca Juga: Benarkah Pahala Bacaan Alqur'an Tidak Sampai kepada Mayit? (3)
Pengajar Rumah Fiqih Indonesia Ustaz Hanif Luthfi Lc MA mencoba meluruskan hukum baca Al-Qur'an dan kirim Al-Fatihah ini. Dalam satu catatannya dilansir dari rumahfiqih, Ustaz Hanif Luthfi mengatakan, agak susah sebenarnya melacak langsung pernyataan I mam Syafi'i tentang bacaan Al-Qur'an yang dihadiahkan pahalanya kepada mayit itu mutlak tidak sampai, maksudnya dengan keadaan apapun.
Biasanya kebanyakan mengambil dari pernyataan Ibnu Katsir ad-Dimasyqi (wafat 774 H) dalam tafsirnya; Tafsir al-Quran al-Adzim, h 7/ 465, serta pernyataan Imam an-Nawawi (wafat 676 H), bahwa yang masyhur dari Madzhab as-Syafi'i adalah tidak sampai.
فالمشهور من مذهب الشافعي وجماعة أنه لا يصل
Pendapat yang masyhur dari Madzhab Syafi’i dan beberapa jamaah adalah tidak sampai (Pahala bacaan al-Qur’an) (Yahya bin Syaraf an-Nawawi w. 676 H, al-Adzkar, h. 278).
Ada beberapa catatan terkait pernyataan Imam as-Syafi'i yang sering dinukil oleh mereka yang menyatakan tidak sampai ini.
Pertama, pernyataan tak sampainya bacaan Al-Qur'an kepada mayyit dengan keadaan apapun, dari Imam as-Syafi'i ini secara jelas susah dilacak, kalaupun ada ini adalah pendapat yang masyhur dari madzhab Syafi'i.
Terlebih ini adalah pernyataan yang sepotong. Apakah dalam semua keadaan, bacaan Al-Qur’an kepada mayyit itu tidak sampai, atau ada syarat khusus dan kriteria tertentu agar bisa bermanfaat kepada mayyit.
Karena Imam as-Syafi’i pernah juga menyatakan sendiri dalam kitabnya al-Umm:
وأحب لو قرئ عند القبر، ودعي للميت
"Saya menyukai jika dibacakan Al-Qur'an di kuburnya, dan juga didoakan. (Imam Muhammad bin Idris as-Syafi'i, al-Umm, h. 1/ 322)
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Imam an-Nawawi:
قال الشافعي رحمه الله: ويستحب أن يقرأ عنده شيء من القرآن، وإن ختموا القرآن عنده كان حسنا
"Imam as-Syafi'i mengatakan: Disunnahkan membaca Al-Qur'an kepada mayit yang telah dikubur. Jika sampai khatam Al-Qur'an, maka itu lebih baik. (Yahya bin Syaraf an-Nawawi w. 676 H, Riyadh as-Shalihin, h. 295)
Ada hal menarik di sini. Jika dikatakan menurut Imam as-Syafi'i mutlak tidak sampai dalam keadaan apapun, kenapa Imam Syafi'i menganjurkan mengkhatamkan Al-Qur'an kepada mayit setelah dikuburkan? Atau bahasa lainnya, Imam Syafi'i malah menganjurkan khataman Al-Qur'an di kuburan.
Perlu dicatat, kata Ustaz Hanif Lutfhi, Ulama sekelas Imam Syafi'i tidak pernah menyatakan bahwa menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur'an kepada mayyit itu bid'ah yang sesat.
"Beliau juga tak pernah menyatakan bahwa membaca Al-Qur'an di kuburan itu bid'ah. Beda dengan yang mengaku mengikuti Imam as-Syafi'i dalam hal tak sampainya bacaan saja. Tetapi giliran menjelaskan hukum membaca Al-Qur'an di kuburan, malah membid'ah-bid'ahkan," kata Dai lulusan Universitas Islam Muhammad Ibnu Suud Kerajaan Saudi Arabia, Fakultas Syariah Jurusan Perbandingan Mazhab.
Kitab Khusus Terkait Baca Al-Qur'an di Kuburan
Syeikh Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Harun al-Khallal al-Baghdadi (wafat 311 H) mempunyai kitab khusus terkait membaca Al-Qur'an di kuburan. Kitab itu berjudul: "Al-Qiraah Inda Al-Qubur".
Beliau menukil pernyataan Imam Syafi'i (wafat 204 H) dari Hasan bin as-Shabbah az-Za'farani (wafat 260 H); salah seorang murid Imam Syafi'i dan guru dari sekian banyak Muhaddits, seperti Imam Al-Bukhari, Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i, Ibnu Huzaimah.
Disebutkan dalam Kitab Al-Qira'ah Inda Al-Qubur:
أخبرني روح بن الفرج، قال: سمعت الحسن بن الصباح الزعفراني، يقول: سألت الشافعي عن القراءة عند القبر فقال: لا بأس به
Al-Hasan bin as-Shabbah az-Za'farani (wafat 260 H) bertanya kepada Imam as-Syafi'i tentang membaca Al-Qur'an di kuburan. Beliau menjawab: "Iya, tidak apa-apa" (Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Harun al-Khallal al-Baghdadi w. 311 H, al-Qiraah inda al-Qubur, h. 89)
Kedua, tentu yang lebih paham tentang fiqih Syafi'i adalah para ulama asli madzhab Syafi'i, bukan ulama dari non Syafi'iyyah. Karena sangat rentan mutilasi pernyataan atau kesalahan dalam memahami perkataan.
Syekh al-Islam Zakaria Al-Anshari as-Syafi'i (wafat 926 H) dan Ibnu Hajar Al-Haitami as-Syafi’i (wafat 974 H), sebagai ulama dalam madzhab as-Syafi’i menyimpulkan bahwa, maksud bacaan Al-Qur'an itu tidak sampai jika tidak diniatkan atau tidak dibacakan di hadapan si mayit.
Ketiga, ini yang terpenting. Memang masalah ini menjadi perbedaan di antara para ulama sejak dahulu. Hanya saja perbedaan mereka terkait, "Sampai atau tidak", bukan pada "Boleh atau tidak boleh" atau "Ada tuntunannya atau tidak" atau "Rasulullah melakukannya atau tidak".
"Sebenarnya ikhtilaf ini bisa menjadi mudah, jika masih dalam tataran sampai atau tidak sampai. Bagi yang mengikuti ulama yang menyatakan sampai, ya silakan dilanjutkan, yang menyatakan tidak sampai ya, sudah tak usah mengamalkan. Simpel kan?" kata Ustaz Hanif Luthfi.
Wallahu A'lam
Ustaz Hanif Luthfi, pengajar Rumah Fiqih Indonesia.
Mereka yang mengatakan bacaan Al-Qur'an tidak sampai kepada mayit itu kerap menukil pernyataan Imam Syafi'i (wafat 204 H). "Katanya ikut mazhab Syafi'i, tapi kenapa tak ikut Imam Syafi'i". Demikian jargon yang sering mereka ucapkan.
Baca Juga: Benarkah Pahala Bacaan Alqur'an Tidak Sampai kepada Mayit? (3)
Pengajar Rumah Fiqih Indonesia Ustaz Hanif Luthfi Lc MA mencoba meluruskan hukum baca Al-Qur'an dan kirim Al-Fatihah ini. Dalam satu catatannya dilansir dari rumahfiqih, Ustaz Hanif Luthfi mengatakan, agak susah sebenarnya melacak langsung pernyataan I mam Syafi'i tentang bacaan Al-Qur'an yang dihadiahkan pahalanya kepada mayit itu mutlak tidak sampai, maksudnya dengan keadaan apapun.
Biasanya kebanyakan mengambil dari pernyataan Ibnu Katsir ad-Dimasyqi (wafat 774 H) dalam tafsirnya; Tafsir al-Quran al-Adzim, h 7/ 465, serta pernyataan Imam an-Nawawi (wafat 676 H), bahwa yang masyhur dari Madzhab as-Syafi'i adalah tidak sampai.
فالمشهور من مذهب الشافعي وجماعة أنه لا يصل
Pendapat yang masyhur dari Madzhab Syafi’i dan beberapa jamaah adalah tidak sampai (Pahala bacaan al-Qur’an) (Yahya bin Syaraf an-Nawawi w. 676 H, al-Adzkar, h. 278).
Ada beberapa catatan terkait pernyataan Imam as-Syafi'i yang sering dinukil oleh mereka yang menyatakan tidak sampai ini.
Pertama, pernyataan tak sampainya bacaan Al-Qur'an kepada mayyit dengan keadaan apapun, dari Imam as-Syafi'i ini secara jelas susah dilacak, kalaupun ada ini adalah pendapat yang masyhur dari madzhab Syafi'i.
Terlebih ini adalah pernyataan yang sepotong. Apakah dalam semua keadaan, bacaan Al-Qur’an kepada mayyit itu tidak sampai, atau ada syarat khusus dan kriteria tertentu agar bisa bermanfaat kepada mayyit.
Karena Imam as-Syafi’i pernah juga menyatakan sendiri dalam kitabnya al-Umm:
وأحب لو قرئ عند القبر، ودعي للميت
"Saya menyukai jika dibacakan Al-Qur'an di kuburnya, dan juga didoakan. (Imam Muhammad bin Idris as-Syafi'i, al-Umm, h. 1/ 322)
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Imam an-Nawawi:
قال الشافعي رحمه الله: ويستحب أن يقرأ عنده شيء من القرآن، وإن ختموا القرآن عنده كان حسنا
"Imam as-Syafi'i mengatakan: Disunnahkan membaca Al-Qur'an kepada mayit yang telah dikubur. Jika sampai khatam Al-Qur'an, maka itu lebih baik. (Yahya bin Syaraf an-Nawawi w. 676 H, Riyadh as-Shalihin, h. 295)
Ada hal menarik di sini. Jika dikatakan menurut Imam as-Syafi'i mutlak tidak sampai dalam keadaan apapun, kenapa Imam Syafi'i menganjurkan mengkhatamkan Al-Qur'an kepada mayit setelah dikuburkan? Atau bahasa lainnya, Imam Syafi'i malah menganjurkan khataman Al-Qur'an di kuburan.
Perlu dicatat, kata Ustaz Hanif Lutfhi, Ulama sekelas Imam Syafi'i tidak pernah menyatakan bahwa menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur'an kepada mayyit itu bid'ah yang sesat.
"Beliau juga tak pernah menyatakan bahwa membaca Al-Qur'an di kuburan itu bid'ah. Beda dengan yang mengaku mengikuti Imam as-Syafi'i dalam hal tak sampainya bacaan saja. Tetapi giliran menjelaskan hukum membaca Al-Qur'an di kuburan, malah membid'ah-bid'ahkan," kata Dai lulusan Universitas Islam Muhammad Ibnu Suud Kerajaan Saudi Arabia, Fakultas Syariah Jurusan Perbandingan Mazhab.
Kitab Khusus Terkait Baca Al-Qur'an di Kuburan
Syeikh Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Harun al-Khallal al-Baghdadi (wafat 311 H) mempunyai kitab khusus terkait membaca Al-Qur'an di kuburan. Kitab itu berjudul: "Al-Qiraah Inda Al-Qubur".
Beliau menukil pernyataan Imam Syafi'i (wafat 204 H) dari Hasan bin as-Shabbah az-Za'farani (wafat 260 H); salah seorang murid Imam Syafi'i dan guru dari sekian banyak Muhaddits, seperti Imam Al-Bukhari, Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i, Ibnu Huzaimah.
Disebutkan dalam Kitab Al-Qira'ah Inda Al-Qubur:
أخبرني روح بن الفرج، قال: سمعت الحسن بن الصباح الزعفراني، يقول: سألت الشافعي عن القراءة عند القبر فقال: لا بأس به
Al-Hasan bin as-Shabbah az-Za'farani (wafat 260 H) bertanya kepada Imam as-Syafi'i tentang membaca Al-Qur'an di kuburan. Beliau menjawab: "Iya, tidak apa-apa" (Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Harun al-Khallal al-Baghdadi w. 311 H, al-Qiraah inda al-Qubur, h. 89)
Kedua, tentu yang lebih paham tentang fiqih Syafi'i adalah para ulama asli madzhab Syafi'i, bukan ulama dari non Syafi'iyyah. Karena sangat rentan mutilasi pernyataan atau kesalahan dalam memahami perkataan.
Syekh al-Islam Zakaria Al-Anshari as-Syafi'i (wafat 926 H) dan Ibnu Hajar Al-Haitami as-Syafi’i (wafat 974 H), sebagai ulama dalam madzhab as-Syafi’i menyimpulkan bahwa, maksud bacaan Al-Qur'an itu tidak sampai jika tidak diniatkan atau tidak dibacakan di hadapan si mayit.
Ketiga, ini yang terpenting. Memang masalah ini menjadi perbedaan di antara para ulama sejak dahulu. Hanya saja perbedaan mereka terkait, "Sampai atau tidak", bukan pada "Boleh atau tidak boleh" atau "Ada tuntunannya atau tidak" atau "Rasulullah melakukannya atau tidak".
"Sebenarnya ikhtilaf ini bisa menjadi mudah, jika masih dalam tataran sampai atau tidak sampai. Bagi yang mengikuti ulama yang menyatakan sampai, ya silakan dilanjutkan, yang menyatakan tidak sampai ya, sudah tak usah mengamalkan. Simpel kan?" kata Ustaz Hanif Luthfi.
Wallahu A'lam
Ustaz Hanif Luthfi, pengajar Rumah Fiqih Indonesia.
(rhs)