Menjaga Kewibawaan Pasangan di Hadapan Anak
Selasa, 28 September 2021 - 17:30 WIB
Satu perkara yang tidak boleh dilupakan sebagai orang tua di dalam keluarga muslim adalah kewibawaan. Hal ini karena hanya dengan kewibawaan itulah ucapan dan perkataan orang tua akan diperhatikan dan ditaati oleh anak-anak. Artinya orang tua harus menjaga image di tengah-tengah keluarga, terutama di hadapan anak-anak.
"Maka sudah sepantasnyalah kedua orang tua untuk saling menjaga kewibawaan tersebut. Janganlah seorang ayah menjatuhkan wibawa ibunya di hadapan anak-anak. Demikian pula sebaliknya ibu janganlah menjatuhkan wibawa ayah di hadapan anak-anak,"ungkap Ustadz Abu Ihsan Al Atsaary, dalam kajian terbarunya tentang Mencetak Generasi Rabbani, di kanal Muslim Rodja, tadi siang.
Menurut dai yang rutin mengisi kajian parenting Islami ini, banyak pasangan melakukan hal tersebut demi kepuasan batinnya. Mungkin ada sedikit rasa benci kepada pasangannya, kemudian caranya adalah dengan menjatuhkan wibawanya di hadapan anak-anak. Atau banyak juga pasangan-pasangan yang masih kekanak-kanakan sehingga mencari eksistensi di tengah-tengah manusia dengan cara merendahkan orang lain, walaupun itu adalah pasangan hidupnya sendiri.
Kalau belum punya anak, mungkin pengaruh buruknya sedikit. Tapi kalau mereka telah memiliki anak, apalagi anaknya sudah mengerti, ini bisa menjadi awal bencana. Karena jika sampai wibawa salah seorang ayah dan bunda ini jatuh dimata anak-anak, maka ini adalah awal bencana.
Maka junjunglah sikap saling menghormati dan kesungguhan dalam menegakkan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala di antara keluarga, terutama di rumah kita. Mengajarkan kepada anak tentang hak-hak orang tua, jelaskan pula dengan baik apa saja hak ayah dan hak ibu, dan terangkanlah bahwa menaati orang tua dalam perkara yang ma’ruf itu termasuk bentuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebagai istri, doronglah anak-anak agar taat kepada ayah, yaitu suami. Begitu pula sebaliknya, sebagai ayah doronglah anak-anak agar memuliakan ibu, yaitu istri kita sendiri. Caranya dengan memberitahu perihal keagungan seorang ibu, janganlah kedua orang tua saling menjatuhkan. Dan yang sering terjadi juga adalah mereka saling berebut perhatian anak. Tentunya ini tidak baik, dan bahkan banyak pendidikan-pendidikan yang akhirnya gagal karena kedua orang tua justru saling berebut mendapatkan perhatian dari anak-anak mereka.
Demikian juga sebagai suami, jangan menghina istri di hadapan anak. Apalagi menghukum secara fisik dengan pukulan ataupun nasihat-nasihat secara verbal, walaupun tindakan kita benar. Tapi menjadi tidak benar kalau dilakukan di hadapan anak-anak.
"Menghukum itu bukan artinya kita harus menjatuhkan kehormatan orang yang dihukum. Itu perlu kita perhatikan agar hukuman itu bermanfaat bagi orang yang dihukum. Itu prinsip dalam Islam. Bahwa hukum ditegakkan untuk keadilan dan kemaslahatan,"paparnya.
Maka ada hadis Nabi melarang para sahabat mencela orang yang dicambuk karena dia minum khamr. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
لاَ تَلْعَنُوهُ، فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ إِنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Jangan kalian cela dia, sesungguhnya dia adalah orang yang mencintai Allah dan RasulNya.” (HR. Bukhari)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga pernah menegur seorang yang mencela seseorang yang dirajam karena zina sementara dia sudah bertaubat. Yang mana taubatnya kalaulah dibagikan kepada penduduk Madinah niscaya telah mencukupi mereka. Artinya penegakan hukum itu bukan semata-mata untuk menegakkan keadilan, tapi juga untuk meraih suatu maslahat. Misalnya menimbulkan efek jera dan membuat orang yang dihukum itu sadar atas kesalahannya.
Wallahu A'lam
"Maka sudah sepantasnyalah kedua orang tua untuk saling menjaga kewibawaan tersebut. Janganlah seorang ayah menjatuhkan wibawa ibunya di hadapan anak-anak. Demikian pula sebaliknya ibu janganlah menjatuhkan wibawa ayah di hadapan anak-anak,"ungkap Ustadz Abu Ihsan Al Atsaary, dalam kajian terbarunya tentang Mencetak Generasi Rabbani, di kanal Muslim Rodja, tadi siang.
Menurut dai yang rutin mengisi kajian parenting Islami ini, banyak pasangan melakukan hal tersebut demi kepuasan batinnya. Mungkin ada sedikit rasa benci kepada pasangannya, kemudian caranya adalah dengan menjatuhkan wibawanya di hadapan anak-anak. Atau banyak juga pasangan-pasangan yang masih kekanak-kanakan sehingga mencari eksistensi di tengah-tengah manusia dengan cara merendahkan orang lain, walaupun itu adalah pasangan hidupnya sendiri.
Kalau belum punya anak, mungkin pengaruh buruknya sedikit. Tapi kalau mereka telah memiliki anak, apalagi anaknya sudah mengerti, ini bisa menjadi awal bencana. Karena jika sampai wibawa salah seorang ayah dan bunda ini jatuh dimata anak-anak, maka ini adalah awal bencana.
Maka junjunglah sikap saling menghormati dan kesungguhan dalam menegakkan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala di antara keluarga, terutama di rumah kita. Mengajarkan kepada anak tentang hak-hak orang tua, jelaskan pula dengan baik apa saja hak ayah dan hak ibu, dan terangkanlah bahwa menaati orang tua dalam perkara yang ma’ruf itu termasuk bentuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebagai istri, doronglah anak-anak agar taat kepada ayah, yaitu suami. Begitu pula sebaliknya, sebagai ayah doronglah anak-anak agar memuliakan ibu, yaitu istri kita sendiri. Caranya dengan memberitahu perihal keagungan seorang ibu, janganlah kedua orang tua saling menjatuhkan. Dan yang sering terjadi juga adalah mereka saling berebut perhatian anak. Tentunya ini tidak baik, dan bahkan banyak pendidikan-pendidikan yang akhirnya gagal karena kedua orang tua justru saling berebut mendapatkan perhatian dari anak-anak mereka.
Demikian juga sebagai suami, jangan menghina istri di hadapan anak. Apalagi menghukum secara fisik dengan pukulan ataupun nasihat-nasihat secara verbal, walaupun tindakan kita benar. Tapi menjadi tidak benar kalau dilakukan di hadapan anak-anak.
"Menghukum itu bukan artinya kita harus menjatuhkan kehormatan orang yang dihukum. Itu perlu kita perhatikan agar hukuman itu bermanfaat bagi orang yang dihukum. Itu prinsip dalam Islam. Bahwa hukum ditegakkan untuk keadilan dan kemaslahatan,"paparnya.
Maka ada hadis Nabi melarang para sahabat mencela orang yang dicambuk karena dia minum khamr. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
لاَ تَلْعَنُوهُ، فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ إِنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Jangan kalian cela dia, sesungguhnya dia adalah orang yang mencintai Allah dan RasulNya.” (HR. Bukhari)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga pernah menegur seorang yang mencela seseorang yang dirajam karena zina sementara dia sudah bertaubat. Yang mana taubatnya kalaulah dibagikan kepada penduduk Madinah niscaya telah mencukupi mereka. Artinya penegakan hukum itu bukan semata-mata untuk menegakkan keadilan, tapi juga untuk meraih suatu maslahat. Misalnya menimbulkan efek jera dan membuat orang yang dihukum itu sadar atas kesalahannya.
Wallahu A'lam
(wid)