7 Model Hubungan Suami Istri Ideal Menurut Al-Qur'an dan Hadis Nabi
loading...
A
A
A
Islam mengibaratkan hubungan atau muamalah antara suami dengan istri yang baik adalah bagaikan pakaian yang berjalan sebagaimana fungsinya. Artinya bahwa suami dan istri adalah perhiasan dan sekaligus sebagai penutup aib di antara keduanya.
Karena sudah terjalin hubungan yang sangat dekat, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala mengibaratkan suami dan istri sama- sama sebagai pakaian bagi keduanya. Saling menutupi kekurangan masing-masing.
Allah Azza Wa Jalla berfirman :
"…Mereka (para istri) adalah pakaian bagi kalian (para suami), dan kalian adalah pakaian bagi mereka…(Q.S Al-Baqarah : 187)
Ustad Abu Utsman Kharisman, dai yang sering menggelar kajian tentang parenting Islami ini, menjelaskan, berdasarkan ayat tersebut menunjukkan bahwa hubungan suami istri adalah :
1. Sangat dekat
Pakaian adalah melekat pada tubuh, bersentuhan langsung dengan kulit. Demikian dekatnya. Suami istri pun seharusnya demikian. Ada kedekatan fisik dan kedekatan batin.
Suami yang baik menjadi partner hidup yang menyenangkan bagi istrinya. Istri pun demikian. Sahabat yang dekat, sehingga masing-masing pihak mudah menyampaikan gagasan dan keinginannya.
al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan:
Tidak ada persatuan (kedekatan) antar dua ruh yang lebih besar dibandingkan antar suami istri (Tafsir al-Quranil Adzhim karya Ibnu Katsir, saat menafsirkan surat al-A’raaf ayat 189)
2. Saling membutuhkan
Sebagaimana manusia membutuhkan pakaian. Suami butuh kepada istrinya. Istri pun demikian.
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah menyatakan:
Karena suami membutuhkan istrinya, sebagaimana pakaian (yang dibutuhkan)(Tafsir al-Baqoroh libni Utsaimin)
Allah Ta’ala tidak akan memandang dengan pandangan rahmat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur terhadap suaminya, padahal ia membutuhkannya.
Allah tidak melihat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, dalam keadaan ia masih membutuhkannya (H.R an-Nasaai, al-Hakim dari Abdullah bin Amr, dishahihkan adz-Dzahabiy dan al-Albani)
3. Memberikan kenyamanan dan ketenteraman
Karena sudah terjalin hubungan yang sangat dekat, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala mengibaratkan suami dan istri sama- sama sebagai pakaian bagi keduanya. Saling menutupi kekurangan masing-masing.
Allah Azza Wa Jalla berfirman :
…هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ…
"…Mereka (para istri) adalah pakaian bagi kalian (para suami), dan kalian adalah pakaian bagi mereka…(Q.S Al-Baqarah : 187)
Ustad Abu Utsman Kharisman, dai yang sering menggelar kajian tentang parenting Islami ini, menjelaskan, berdasarkan ayat tersebut menunjukkan bahwa hubungan suami istri adalah :
1. Sangat dekat
Pakaian adalah melekat pada tubuh, bersentuhan langsung dengan kulit. Demikian dekatnya. Suami istri pun seharusnya demikian. Ada kedekatan fisik dan kedekatan batin.
Suami yang baik menjadi partner hidup yang menyenangkan bagi istrinya. Istri pun demikian. Sahabat yang dekat, sehingga masing-masing pihak mudah menyampaikan gagasan dan keinginannya.
al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan:
فَلَا أُلْفَةَ بَيْنَ رُوْحَيْنِ أَعْظَمُ مِمَّا بَيْنَ الزَّوْجَيْنِ
Tidak ada persatuan (kedekatan) antar dua ruh yang lebih besar dibandingkan antar suami istri (Tafsir al-Quranil Adzhim karya Ibnu Katsir, saat menafsirkan surat al-A’raaf ayat 189)
2. Saling membutuhkan
Sebagaimana manusia membutuhkan pakaian. Suami butuh kepada istrinya. Istri pun demikian.
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah menyatakan:
لِأَنَّ الزَّوْجَ لَا يَسْتَغْنِي عَنْ زَوْجِهِ فَهُوَ لَهَا بِمَنْزِلَةِ اللِّبَاسِ
Karena suami membutuhkan istrinya, sebagaimana pakaian (yang dibutuhkan)(Tafsir al-Baqoroh libni Utsaimin)
Allah Ta’ala tidak akan memandang dengan pandangan rahmat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur terhadap suaminya, padahal ia membutuhkannya.
لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى امْرَأَةٍ لَا تَشْكَرُ لِزَوْجِهَا، وَهِيَ لَا تَسْتَغْنِي عَنْهُ
Allah tidak melihat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, dalam keadaan ia masih membutuhkannya (H.R an-Nasaai, al-Hakim dari Abdullah bin Amr, dishahihkan adz-Dzahabiy dan al-Albani)
3. Memberikan kenyamanan dan ketenteraman