Hemat dalam Hidup, Ternyata Sifat Istri Berkarakter Surgawi
loading...
A
A
A
Salah satu sumber kebahagiaan adalah memiliki pasangan hidup yang saleh. Pasangan hiudp yang saleh adalah sumber kebahagiaan. Karena dengan kesalehannya, Allah berkenan memberikan sentuhan-sentuhan keberkahan yang jauh melampaui dugaan kita. Rezeki yang penuh manfaat, lahirnya buah hati yang cerdas, keluarga selalu harmonis, nikmat selalu terasa cukup bahkan berlebihan adalah sedikit dari berkah-berkah kesalehan itu.
Nah, muslimah di antara karakter istri salehah menurut Muhammad Mutawalli Asy-Sya'rawi dalam kitabnya ' Shifat Az-Zauj wa Az-Zaujah Ash-Shalihah' adalah istri yang memiliki sifat hemat dalam hidupnya. Kenapa istri harus memiliki sifat hemat? Karena seorang istri dituntut harus mengatur pengeluaran rumah tangganya seefisien mungkin menurut skala prioritas sesuai dengan penghasilan dan pendapatan suami, tidak boros, dan konsumtif.
(Baca juga : Hati-hati Dalam Membelanjakan Harta )
Jadi dalam mengatur pengeluaran, hendaknya seorang istri bisa hemat dan ekonomis . Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, "Tidak akan jatuh miskin orang yang berhemat."
Keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran pun harus diperhatikan. Istri tidak boleh membebani suami dengan beban kebutuhan dana di luar kemampuannya. Hal ini sesuai dengan pemahaman QS Al-Baqarah ayat 286. Allah Ta'ala berfirman :
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا ٱكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ إِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦ ۖ وَٱعْفُ عَنَّا وَٱغْفِرْ لَنَا وَٱرْحَمْنَآ ۚ أَنتَ مَوْلَىٰنَا فَٱنصُرْنَا عَلَى ٱلْقَوْمِ ٱلْكَٰفِرِينَ
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (QS Al Baqarah : 286)
(Baca juga : Penyair Cerdas Ibunda Para Syuhada )
Islam menganjurkan umatnya untuk bekerja dan berusaha dengan baik, pun menganjurkan agar hasil usaha dikeluarkan untuk tujuan yang baik dan bermanfaat.
Karena itu, keluarga muslim dalam mengelola pembelanjaan harus berprinsip pada pola konsumsi islami yaitu berorientasi kepada kebutuhan (need) dan manfaat (utility), sehingga hanya akan belanja apa yang dibutuhkan dan hanya akan membutuhkan apa yang bermanfaat.
Berkaitan dengan prinsip pengelolaan tersebut, maka sebagai seorang istri harus memiliki skala prioritas pengeluaran. Harus tahu mana yang dibutuhkan atau sekadar ingin. Islam mengajarkan agar pengeluaran rumah tangga Muslim lebih mengutamakan pembelian kebutuhan-kebutuhan pokok sehingga sesuai dengan tujuan syariat.
(Baca juga : Pentingnya Muslimah Terus Meng-Upgrade Ilmu )
Hemat dalam Hidup
Soal hidup hemat ini, dikutip dari kitab 'Shifat Az-Zauj wa Az-Zaujah Ash-Shalihah' yang ditulis SyaikMuhammad Mutawalli Asy-Sya'rawi,Imam Asy-Sy'rawi rahimahullah setelah membacakan surah Al-A'raf : 31 ( yang artinya : Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan), kemudian ia berkata ,
"Makanan dan minuman adalah hal-hal mubah, karena di dalamnya terdapat unsur-unsur penunjang kehidupan. Karena itu, makan dan minumlah sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup Anda dan jangan berlebihan. Allah ta'ala telah menghalalkan bagi Anda makanan dan mengharamkan sedikit darinya. Jangan mengabaikan yang banyak yang telah dihalalkan bagi Anda dan memilih apa yang telah diharamkan-Nya, karena hal tersebut merupakan tindakan berlebihan dari diri Anda."
(Baca juga : Ekonom: Jangan Paksa Kredit Naik, Nanti Bisa Jadi Kanibalisme )
Dalilnya, jika kita tidak menemukan makanan kecuali bangkai, maka bangkai itu menjadi halal bagikita dengan syarat kita tidak berlebihan dalam memakannya. Kita juga tidak boleh menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, karena sesungguhnya Allah telah menyediakan apa yang kita perlukan pada makanan yang dihalalkan-Nya sehingga kita tidak memerlukan lagi makanan haram. Jika tidak ada makanan yang mencukupi kebutuhan kita, sesungguhnya Allah telah menghalalkan bagi kita untuk mengambil makanan sekedar dapat mempertahankan hidup kita.
Orang-orang yang berlebihan adalah mereka yang telah melampaui batas. Tidak ada kata berlebihan dalam makanan halal, akan tetapi yang disebut berlebihan ada pada makanan yang haram. Dalam sebuah atsar disebutkan,
"Seandainya Anda menginfakkan emas sebesar gunung Uhud untuk sesuatu yang halal, Anda tidak akan dianggap berlebihan. Akan tetapi jika Anda menginfakkan satu dirham saja untuk sesuatu yang haram, maka Anda telah berlebihan"
(Baca juga : Untuk Mengatasi Pandemi, Kita Butuh Demokrasi )
Maksudnya, janganlah kita melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas yang dihalalkan. Demikianlah inti dari hemat dalam hidup.
Wallahu A'lam
Nah, muslimah di antara karakter istri salehah menurut Muhammad Mutawalli Asy-Sya'rawi dalam kitabnya ' Shifat Az-Zauj wa Az-Zaujah Ash-Shalihah' adalah istri yang memiliki sifat hemat dalam hidupnya. Kenapa istri harus memiliki sifat hemat? Karena seorang istri dituntut harus mengatur pengeluaran rumah tangganya seefisien mungkin menurut skala prioritas sesuai dengan penghasilan dan pendapatan suami, tidak boros, dan konsumtif.
(Baca juga : Hati-hati Dalam Membelanjakan Harta )
Jadi dalam mengatur pengeluaran, hendaknya seorang istri bisa hemat dan ekonomis . Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, "Tidak akan jatuh miskin orang yang berhemat."
Keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran pun harus diperhatikan. Istri tidak boleh membebani suami dengan beban kebutuhan dana di luar kemampuannya. Hal ini sesuai dengan pemahaman QS Al-Baqarah ayat 286. Allah Ta'ala berfirman :
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا ٱكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ إِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦ ۖ وَٱعْفُ عَنَّا وَٱغْفِرْ لَنَا وَٱرْحَمْنَآ ۚ أَنتَ مَوْلَىٰنَا فَٱنصُرْنَا عَلَى ٱلْقَوْمِ ٱلْكَٰفِرِينَ
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (QS Al Baqarah : 286)
(Baca juga : Penyair Cerdas Ibunda Para Syuhada )
Islam menganjurkan umatnya untuk bekerja dan berusaha dengan baik, pun menganjurkan agar hasil usaha dikeluarkan untuk tujuan yang baik dan bermanfaat.
Karena itu, keluarga muslim dalam mengelola pembelanjaan harus berprinsip pada pola konsumsi islami yaitu berorientasi kepada kebutuhan (need) dan manfaat (utility), sehingga hanya akan belanja apa yang dibutuhkan dan hanya akan membutuhkan apa yang bermanfaat.
Berkaitan dengan prinsip pengelolaan tersebut, maka sebagai seorang istri harus memiliki skala prioritas pengeluaran. Harus tahu mana yang dibutuhkan atau sekadar ingin. Islam mengajarkan agar pengeluaran rumah tangga Muslim lebih mengutamakan pembelian kebutuhan-kebutuhan pokok sehingga sesuai dengan tujuan syariat.
(Baca juga : Pentingnya Muslimah Terus Meng-Upgrade Ilmu )
Hemat dalam Hidup
Soal hidup hemat ini, dikutip dari kitab 'Shifat Az-Zauj wa Az-Zaujah Ash-Shalihah' yang ditulis SyaikMuhammad Mutawalli Asy-Sya'rawi,Imam Asy-Sy'rawi rahimahullah setelah membacakan surah Al-A'raf : 31 ( yang artinya : Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan), kemudian ia berkata ,
"Makanan dan minuman adalah hal-hal mubah, karena di dalamnya terdapat unsur-unsur penunjang kehidupan. Karena itu, makan dan minumlah sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup Anda dan jangan berlebihan. Allah ta'ala telah menghalalkan bagi Anda makanan dan mengharamkan sedikit darinya. Jangan mengabaikan yang banyak yang telah dihalalkan bagi Anda dan memilih apa yang telah diharamkan-Nya, karena hal tersebut merupakan tindakan berlebihan dari diri Anda."
(Baca juga : Ekonom: Jangan Paksa Kredit Naik, Nanti Bisa Jadi Kanibalisme )
Dalilnya, jika kita tidak menemukan makanan kecuali bangkai, maka bangkai itu menjadi halal bagikita dengan syarat kita tidak berlebihan dalam memakannya. Kita juga tidak boleh menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, karena sesungguhnya Allah telah menyediakan apa yang kita perlukan pada makanan yang dihalalkan-Nya sehingga kita tidak memerlukan lagi makanan haram. Jika tidak ada makanan yang mencukupi kebutuhan kita, sesungguhnya Allah telah menghalalkan bagi kita untuk mengambil makanan sekedar dapat mempertahankan hidup kita.
Orang-orang yang berlebihan adalah mereka yang telah melampaui batas. Tidak ada kata berlebihan dalam makanan halal, akan tetapi yang disebut berlebihan ada pada makanan yang haram. Dalam sebuah atsar disebutkan,
"Seandainya Anda menginfakkan emas sebesar gunung Uhud untuk sesuatu yang halal, Anda tidak akan dianggap berlebihan. Akan tetapi jika Anda menginfakkan satu dirham saja untuk sesuatu yang haram, maka Anda telah berlebihan"
(Baca juga : Untuk Mengatasi Pandemi, Kita Butuh Demokrasi )
Maksudnya, janganlah kita melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas yang dihalalkan. Demikianlah inti dari hemat dalam hidup.
Wallahu A'lam
(wid)