Muhammad Ali Pasha (3): Tragedi Runtuhnya Dinasti Saud I
Senin, 01 November 2021 - 13:50 WIB
Memilih Berdamai
Pada tahun 1814, Saud I meninggal di Diriyah, sebelum datang invasi Ottoman ke ibu kota dinasti Saud. Ia digantikan oleh putranya yang bernama Abdullah bin Saud.
Abdullah tidak sekaliber penduhulunya. Ia memilih berdamai dan melakukan gencatan senjata dengan pasukan Ottoman pada tahun 1815. Tapi sayangnya perjanjian ini tidak berumur panjang.
Segera setelah kematian Tusun pada 1816 – putra pertama Muhammad Ali yang digadang-gadang menggantikan ayahnya– Semenanjung Arabia berada di bawah komando adik Tusun, yaitu Ibrahim Pasha.
Ia membatalkan semua perjanjian gencaran senjata dengan Abdullah bin Saud, dan melanjutkan ekspedisi militer ke wilayah tengah Arabia.
Ibrahim Pasha memiliki keterampilan diplomasi seperti ayahnya. Dengan cepat kampanye militernya mendapat dukungan dari suku-suku setempat yang sepenuhnya belum rela tunduk pada penguasa dinasti Saud.
Dengan bala tentara yang lebih canggih, dan pasukan yang lebih terlatih, ia berhasil sampai ke Dariyah pada bulan April 1818.
Eamonn Gearon memaparkan di ibu kota Dinasti Saud ini, pertempuran sengit terjadi selama 5 bulan, berakhir dengan kekalahan Dinasti Saud.
Pada bulan September 1818, Abdullah bin Saud beserta seluruh keluarga dan pasukannya menyerah. Ia kemudian dibawa ke ibu kota Ottoman, dan dieksekusi disana dengan cara dipenggal.
Dengan wafatnya Abdulllah bin Saud, maka berakhirlah Dinasti Saud jilid I. Namun, tidak semua anggota keluarga Saud dieksekusi di Konstantinopel, sebagian dari mereka ada yang ditawan, dan dibawa ke Mesir untuk menjalani hukuman penahanan.
Di antara mereka yang ditahan ada cicit dari Muhammad Ibn Saud, Turki bin Abdullah, dan putranya Faisal bin Turki. Keduanya nanti yang akan membangun kembali imperium kedua keluarga Saud dari puing-puing, menjadi kekuatan yang kembali disegani di kawasan.
Pada tahun 1814, Saud I meninggal di Diriyah, sebelum datang invasi Ottoman ke ibu kota dinasti Saud. Ia digantikan oleh putranya yang bernama Abdullah bin Saud.
Abdullah tidak sekaliber penduhulunya. Ia memilih berdamai dan melakukan gencatan senjata dengan pasukan Ottoman pada tahun 1815. Tapi sayangnya perjanjian ini tidak berumur panjang.
Segera setelah kematian Tusun pada 1816 – putra pertama Muhammad Ali yang digadang-gadang menggantikan ayahnya– Semenanjung Arabia berada di bawah komando adik Tusun, yaitu Ibrahim Pasha.
Ia membatalkan semua perjanjian gencaran senjata dengan Abdullah bin Saud, dan melanjutkan ekspedisi militer ke wilayah tengah Arabia.
Ibrahim Pasha memiliki keterampilan diplomasi seperti ayahnya. Dengan cepat kampanye militernya mendapat dukungan dari suku-suku setempat yang sepenuhnya belum rela tunduk pada penguasa dinasti Saud.
Dengan bala tentara yang lebih canggih, dan pasukan yang lebih terlatih, ia berhasil sampai ke Dariyah pada bulan April 1818.
Eamonn Gearon memaparkan di ibu kota Dinasti Saud ini, pertempuran sengit terjadi selama 5 bulan, berakhir dengan kekalahan Dinasti Saud.
Pada bulan September 1818, Abdullah bin Saud beserta seluruh keluarga dan pasukannya menyerah. Ia kemudian dibawa ke ibu kota Ottoman, dan dieksekusi disana dengan cara dipenggal.
Dengan wafatnya Abdulllah bin Saud, maka berakhirlah Dinasti Saud jilid I. Namun, tidak semua anggota keluarga Saud dieksekusi di Konstantinopel, sebagian dari mereka ada yang ditawan, dan dibawa ke Mesir untuk menjalani hukuman penahanan.
Di antara mereka yang ditahan ada cicit dari Muhammad Ibn Saud, Turki bin Abdullah, dan putranya Faisal bin Turki. Keduanya nanti yang akan membangun kembali imperium kedua keluarga Saud dari puing-puing, menjadi kekuatan yang kembali disegani di kawasan.
(mhy)