Dosa Menggugurkan Kandungan Hasil Zina, Ghurrah 212,5 Gram Emas

Selasa, 02 November 2021 - 16:57 WIB
Menggugurkan kandungan wajib membayar ghurrah dan kafarat. (Foto/Ilustrasi: Ist)
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhammad Cholil Nafis mengatakan orang berzina lalu menggugurkan kandungan sama artinya menyelesaikan kesalahan dengan kesalahan yang lebih besar.

"Anda telah berbuat dosa dengan berzina, janganlah menambah dosa dengan menggugurkan kandungan," ujarnya di laman pribadi cholilnafis.com ketika menjawab pertanyaan tentang hukum menggugurkan kandungan hasil zina .



Dia menyarankan kepada perempuan yang hamil dari hasil zina untuk memelihara kandungannya. "Rawatlah anakmu kalau sudah lahir nanti, siapa tahu itu menjadi anak saleh," katanya. "Dan bertaubatlah kepada Allah SWT. Semoga Allah memberi jalan keluar yang baik kepada Anda jika di dasarkan rasa takwa," lanjutnya.

Beda Pendapat

Zina merupakan tindakan keji dan merupakan kejahatan yang sangat buruk. Zina adalah jalan setan yang akan mengantarkan pelakunya kepada kemurkaan Allah SWT. Oleh karena itu, sanksi hukum terhadap pelaku zina yang telah menikah adalah dirajam hingga meninggal dunia.

Kendati demikian, perihal menggugurkan janin hasil zina yang belum berusia 120 hari ada beberapa pendapat. Imam Ramli dari madzhab Syafi'i berpendapat bahwa boleh menggugurkan kandungan janin hasil perbuatan zina yang belum ditiup rohnya.

Di sisi lain, ulama sepakat haramnya aborsi apabila usia kandungan mencapai 120 hari lebih. Aborsi yang dimaksud dalam soal ini adalah aborsi hasil zina maupun bukan hasil zina.

Alasan ulama mengharamkan aborsi usia janin sudah mencapai 120 hari lebih karena pada masa ini fase ke-3 sudah selesai dan roh sudah ditiupkan pada janin. Artinya janin sudah bernapas.

Membunuh janin pada usia ini sama dengan membunuh manusia yang hukumnya dosa besar. Kecuali dalam situasi, tanpa aborsi akan membahayakan nyawa ibu janin.

Adapun hukum menggugurkan kandungan janin yang berusia di bawah 120 hari hukumnya tetap haram menurut jumhur ulama karena itu sama dengan memutus keturunan kecuali ada sebab yang dibenarkan syariah atau untuk mencegah terjadinya bahaya yang akan terjadi pada ibunya. Jadi, tidak ada celah dalam Islam yang membolehkan aborsi.



Namun, ada juga sejumlah pendapat yang berbeda terkait pengguguran kandungan janin yang belum mencapai usia 120 hari atau sebelum ditiupnya roh kehidupan. Detailnya sebagai berikut:

Pertama, hukumnya mubah (boleh) secara mutlak. Ini pendapat sebagian ulama madzhab Hanafi. Alasannya karena pada usia janin di bawah 120 hari, janin masih belum terbentuk (ما لم يتخلق شيء منه).

Hanya saja, pendapat mayoritas dalam madzhab Hanafi adalah boleh aborsi kalau adanya udzur atau alasan yang dapat diterima secara syariah. Dan tetap berdosa apabila tanpa udzur. Menurut Ibnu Wahban, bolehnya aborsi apabila dalam keadaan darurat.

Sebagian ulama madzhab Hambali membolehkan aborsi pada fase pertama kehamilan yaitu fase nuthfah (40 hari pertama). Menurut Ibnu Aqil boleh menggugurkan kandungan sebelum tertiupnya ruh.

Pendapat yang membolehkan aborsi sebelum 120 hari dalam madzhab Syafi'i, Maliki dan Hambali umumnya dikaitkan dengan adanya udzur.

Kedua, hukumnya makruh secara mutlak. Ini pendapat Ali bin Musa dari ulama madzhab Hanafi dan salah satu pendapat dalam madzhab Syafi'i. Menurut sebagian ulama madzhab Maliki, makruh melakukan aborsi sebelum usia kandungan 40 hari.

Ketiga, hukumnya haram secara mutlak. Ini pendapat utama (mu'tamad) dari madzhab Maliki. Ad-Dardir dari madzhab Maliki berkata: Tidak boleh mengeluarkan (baca, menggugurkan) sperma yang sudah masuk ke dalam rahim walaupun usianya belum mencapai 40 hari.



Ghurrah dan Kaffarah

Menurut pendapat dalam madzhab Maliki ini, perempuan yang melakukan aborsi akan terkena hukuman (jinayah). Baik usia janin masih dalam fase nuthfah atau alaqah. Orang yang melakukan itu akan terkena denda berupa ghurrah dan lebih baik lagi kalau selain ghurrah juga membayar kaffarah.

Pendapat utama (mu'tamad) dari madzhab Syafi'i juga sepakat atas keharaman menggugurkan kandungan walaupun masih dalam fase nuthfah (40 hari pertama) karena saat sperma sudah menetap dalam rahim ia dalam proses untuk terbentuk fisiknya (takhalluq) dan siap untuk menerima tiupan ruh kehidupan.

Pendapat utama madzhab Hambali juga mengharamkan aborsi secara mutlak setelah fase nuthfah (40 hari pertama). Seperti disebut oleh Al-Jauzi, Ibnu Aqil, dan Ibnu Qudamah.

Madzhab Hanbali memutuskan bahwa siapapun yang menyebabkan gugurnya kandungan maka dia terkena hukuman membayar kaffarah dan ghurrah.

Apabila gugurnya kandungan disebabkan oleh wanita yang hamil itu sendiri, maka dialah yang terkena denda kaffarah dan ghurrah. Apabila orang lain yang menjadi penyebab gugurnya kandungan, maka orang itulah yang membayar kaffarah dan ghurrah.

Ghurrah adalah budak kecil yang berakal (normal) yang sempurna fisiknya (tidak cacat). Ghurrah dibayarkan kepada ahli waris janin atau calon bayi tersebut kecuali ibunya, apabila pelaku aborsi adalah sang ibu.

Oleh karena saat ini tidak ada lagi budak, maka diganti dengan harta yang seharga budak yaitu 212.5 gram emas atau uang yang senilai 212.5 gram emas

Sedangkan kaffarah atau kafarat adalah denda yang dikenakan pada pelaku dosa yang berupa sedekah, sholat atau lainnya. Khusus untuk kaffarahnya pelaku aborsi adalah memerdekakan budak atau berpuasa 2 bulan berturut-turut atau memberi makan pada 60 orang miskin.

Jadi selain membayar ghurrah senilai 212,5 gram emas, pelaku aborsi wajib membayar kaffarah berupa memerdekakan budak atau berpuasa 2 bulan berturut-turut atau memberi makan pada 60 orang miskin.

Hanya saja, ulama madzhab Syafi'i berpendapat, kendati mengharamkan pengguguran kandungan namun tidak mewajibkan denda ghurrah dan kaffarah.

(mhy)
Lihat Juga :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
اللّٰهُ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الۡحَـىُّ الۡقَيُّوۡمُۚ  لَا تَاۡخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوۡمٌ‌ؕ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الۡاَرۡضِ‌ؕ مَنۡ ذَا الَّذِىۡ يَشۡفَعُ عِنۡدَهٗۤ اِلَّا بِاِذۡنِهٖ‌ؕ يَعۡلَمُ مَا بَيۡنَ اَيۡدِيۡهِمۡ وَمَا خَلۡفَهُمۡ‌ۚ وَلَا يُحِيۡطُوۡنَ بِشَىۡءٍ مِّنۡ عِلۡمِهٖۤ اِلَّا بِمَا شَآءَ ۚ وَسِعَ كُرۡسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضَ‌‌ۚ وَلَا يَـــُٔوۡدُهٗ حِفۡظُهُمَا ‌ۚ وَ هُوَ الۡعَلِىُّ الۡعَظِيۡمُ
Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, Yang terus menerus mengurus makhluk-Nya, tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar.

(QS. Al-Baqarah Ayat 255)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More