Lelaki Beriman dari Keluarga Firaun dalam Surat Ghafir Ayat 28

Kamis, 04 November 2021 - 16:13 WIB
Firaun berniat membunuh Nabi Musa dan seorang laki-laki dari keluarganya membujuk agar ia membatalkan keinginan seperti itu. (Ilustrasi: Ist)
Dalam Al-Qur'an surat Ghafir ayat 28 Allah SWT menyebut seorang lelaki dari keluarga Firaun yang beriman dan membujuk agar sang raja tidak membunuh Nabi Musa as . Allah SWT tidak menyebut nama lelaki itu. Ulama ahli tafsir pun menganalisisnya. Maka muncul lima nama.



Firaun sangat membenci dakwah Nabi Musa as. Bahkan dia berniat untuk membunuh utusan Allah ini dan para pengikutnya. Mengetahui hal itu, Nabi Musa berdoa, memohon agar dia beserta pengikutnya mendapat perlindungan dari Allah.

Doa Nabi Musa pun dikabulkan dan salah satu realisasinya adalah adanya laki-laki beriman dari keluarga Firaun yang menyembunyikan keimanannya. Laki-laki tersebut membujuk Firaun untuk tidak membunuh Nabi Musa.

Allah SWT berfirman:



وَقَالَ رَجُلٌ مُؤْمِنٌ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ إِيمَانَهُ أَتَقْتُلُونَ رَجُلًا أَنْ يَقُولَ رَبِّيَ اللَّهُ وَقَدْ جَاءَكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ مِنْ رَبِّكُمْ وَإِنْ يَكُ كَاذِبًا فَعَلَيْهِ كَذِبُهُ وَإِنْ يَكُ صَادِقًا يُصِبْكُمْ بَعْضُ الَّذِي يَعِدُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ


Dan seorang yang beriman di antara keluarga Firaun yang menyembunyikan imannya berkata, ‘apakah kamu akan membunuh seseorang karena dia berkata ‘Tuhanku adalah Allah’, padahal sungguh dia telah datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu.

Dan jika dia seorang pendusta, maka dialah yang akan menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika dia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang melampaui batas dan pendusta.” ( QS Ghāfir : 28 )

Makna “Āli” dalam ayat tersebut menurut al-Sudi dan Muqatil, keluarga secara nasab. Dia anak paman Firaun.

Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud adalah kabilah dan kerabat. Qatadah dan Muqatil berkata bahwa dia adalah orang Qibti sementara pendapat lain berkata bahwa dia orang Israil.

Ibnu Asyur dalam kitabnya berjudul al-Taḥrīr wa al-Tanwīr menyatakan bahwa laki-laki tersebut merupakan orang Qibti yang beriman kepada Allah dan membenarkan dakwah Nabi Musa dan bukan dari Bani Israil karena bani Israil tidak memiliki kekuasaan di sana sebagaimana digambarkan pada ayat berikutnya.

Laki-laki beriman tersebut terus menerus menyembunyikan keimanannya karena dia tahu menunjukkan keimanannya dapat membahayakannya dan tidak bermanfaat bagi orang lain.

Ketika laki-laki beriman itu mengetahui niat Firaun untuk membunuh Nabi Musa dia berkata “apakah kamu akan membunuh seseorang karena dia berkata ‘Tuhanku adalah Allah’, padahal sungguh dia telah datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu”.

Pertanyaan ini mengandung penolakannya atas niat Firaun yang ingin membunuh Nabi Musa. Dia memberikan alasan mengapa sebenarnya Firaun tidak perlu membunuh Nabi Musa.

Pertama, Firaun tidak perlu membunuh seseorang hanya karena dia berkata “Tuhanku adalah Allah”. Akan tetapi, secara tersirat ini merupakan ketauhidan.

Kedua, Nabi Musa juga telah mampu mendatangkan bukti-bukti berupa mukjizat seperti yang Firaun minta pada kesempatan terdahulu.

Jadi seolah-olah dia berkata pada Firaun “Wahai Firaun, apakah hanya gara-gara ada seorang yang berkata ‘Tuhanku adalah Allah’, engkau akan membunuhnya. Dia juga tidak memaksamu meyakini apa yang dia yakini.

Selain itu, dia juga telah mendatangkan bukti-bukti mukjizat sesuai dengan apa yang engkau minta. Maka atas dasar apa engkau membunuhnya, ini tentu tidak perlu.”

Kata-katanya tersebut, membuat dia dicurigai dan hampir diketahui keimanannya sehingga dia segera menyambungnya dengan perkataan yang dapat membuat Firau ragu-ragu apakah sebenarnya dia (laki-laki beriman) berada di pihak Nabi Musa atau Firaun.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Yang pertama kali yang dihisab (dihitung) dari perbuatan seorang hamba pada hari Kiamat adalah shalatnya. Jika sempurna ia beruntung dan jika tidak sempurna, maka Allah Azza wa Jalla berfirman, Lihatlah apakah hamba-Ku mempunyai amalan shalat sunnah? Bila didapati ia memiliki amalan shalat sunnah, maka Dia berfirman Lengkapilah shalat wajibnya yang kurang dengan shalat sunnahnya

(HR. Nasa'i No. 463)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More