Imam Hasan Al-Basri dan Simeon, Penyembah Api yang Masuk Surga
Minggu, 07 November 2021 - 11:21 WIB
Setelah berwasiat kepada Hasan al-Basri, Simeon bersyahadat dan menghembuskan nafas terakhirnya.
Mereka lalu memandikan dan menyolatkan jenazahnya, dan menguburkannya dengan surat yang diselipkan di tangannya. Malam itu, sebelum tidur Hasan al-Basri merenungkan apa yang telah dilakukannya.
“Bagaimana aku bisa membantu orang yang akan mati, sedangkan aku sendiri akan mati? Aku sendiri tidak dapat menentukan nasibku, mengapa aku memberanikan diri untuk memastikan bagaimana seharusnya Allah bertindak?”
Dengan pemikiran ini dia tertidur. Di dalam mimpi dia melihat Simeon yang bercahaya seperti pelita; di atas kepalanya terdapat sebuah mahkota, dia mengenakan jubah yang indah dan berjalan sambil tersenyum di taman Firdaus.
“Bagaimana kabarmu Simeon?” tanya Hasan al-Basri.
“Mengapa engkau bertanya? Engkau dapat melihatnya sendiri,” jawab Simeon. “Allah yang Mahakuasa atas karunia-Nya membawaku di dekat hadirat-Nya dan dengan keramahan menunjukkan wajah-Nya kepadaku. Nikmat yang Dia berikan kepadaku melampaui semua penggambaran. Engkau telah memberiku surat; sekarang ambillah suratmu. Aku tidak membutuhkannya lagi.”
Ketika Hasan al-Basri terbangun, dia melihat surat itu ada di tangannya. “Ya Allah!” serunya, “Aku tahu benar apa yang Engkau lakukan tidak membutuhkan alasan, kecuali hanya karena kasih-Mu.
Siapakah yang akan menderita kerugian di hadapan pintu-Mu? Engkau telah mengizinkan seseorang yang menyembah api selama tujuh puluh tahun untuk berada di dekat-Mu, semata-mata hanya karena satu kalimat. Lalu bagaimana mungkin Engkau akan menolak orang yang beriman selama tujuh puluh tahun?”
Mereka lalu memandikan dan menyolatkan jenazahnya, dan menguburkannya dengan surat yang diselipkan di tangannya. Malam itu, sebelum tidur Hasan al-Basri merenungkan apa yang telah dilakukannya.
“Bagaimana aku bisa membantu orang yang akan mati, sedangkan aku sendiri akan mati? Aku sendiri tidak dapat menentukan nasibku, mengapa aku memberanikan diri untuk memastikan bagaimana seharusnya Allah bertindak?”
Dengan pemikiran ini dia tertidur. Di dalam mimpi dia melihat Simeon yang bercahaya seperti pelita; di atas kepalanya terdapat sebuah mahkota, dia mengenakan jubah yang indah dan berjalan sambil tersenyum di taman Firdaus.
“Bagaimana kabarmu Simeon?” tanya Hasan al-Basri.
“Mengapa engkau bertanya? Engkau dapat melihatnya sendiri,” jawab Simeon. “Allah yang Mahakuasa atas karunia-Nya membawaku di dekat hadirat-Nya dan dengan keramahan menunjukkan wajah-Nya kepadaku. Nikmat yang Dia berikan kepadaku melampaui semua penggambaran. Engkau telah memberiku surat; sekarang ambillah suratmu. Aku tidak membutuhkannya lagi.”
Ketika Hasan al-Basri terbangun, dia melihat surat itu ada di tangannya. “Ya Allah!” serunya, “Aku tahu benar apa yang Engkau lakukan tidak membutuhkan alasan, kecuali hanya karena kasih-Mu.
Siapakah yang akan menderita kerugian di hadapan pintu-Mu? Engkau telah mengizinkan seseorang yang menyembah api selama tujuh puluh tahun untuk berada di dekat-Mu, semata-mata hanya karena satu kalimat. Lalu bagaimana mungkin Engkau akan menolak orang yang beriman selama tujuh puluh tahun?”
(mhy)