Umar bin Abdul Aziz, Kisah Ketika Dipecat sebagai Gubernur Madinah
Senin, 15 November 2021 - 13:48 WIB
Layak Dikunjungi
Penduduk Madinah merasakan perbedaan yang positif sejak dipimpin oleh Umar bin Abdul Aziz. Mereka mengirimkan surat kepada Al Walid yang isinya ucapan teriman kasih karena Al Walid sudah menunjuk Umar sebagai gubernur di Madinah.
Sejak dipimpin oleh Umar bin Abdul Azziz, Madinah menjadi tempat yang layak dikunjungi. Ia merenovasi Masjid Nabawi dan memuliakan ummul mukminin dengan merenovasi juga rumah-rumah mereka.
Salah satu yang cukup monumental, adalah perlakuannya kepada pengikut Ali bin Abi Thalib atau kelompok Syiah. Selama turun temurun, para pemimpin dinasti Umayyah memperlakukan kelompok ini sangat diskriminatif. Baru di bawah kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz lah kelompok ini diperlakukan secara baik dan tanpa diskriminasi.
Tapi sayangnya, karena sikapnya yang seperti ini, usia jabatan Umar bin Abdul Aziz hanya berlangsung 4 tahun. Setelah itu kedudukkan dicopot oleh Al Walid.
Surat yang Bocor
Cerita tentang mencopotan kedudukan Umar sebagai gubernur Madinah ini bermula ketika begitu banyak kelompok Syiah dari Irak datang mengungsi ke kota Madinah.
Di Irak, mereka diperlakukan dengan keras oleh Hajjaj bin Yusuf. Maka ketika mendengar munculnya seorang gubernur yang adil di Madinah mereka memohon perlindungan ke sana.
Mendengar keluhan mereka, Umar bin Abdul Aziz akhirnya menulis surat kepada Al Walid. Ia menginformasikan semua perbuatan Hajjaj kepada kelompok ini. Tapi isi surat itu bocor dan diketahui oleh Hajjaj bin Yusuf.
Iapun akhirnya menulis surat yang sejenis kepada Al Walid. Ia mengatakan dalam suratnya bahwa, perlakuan kerasnya kepada kelompok Syiah tersebut semata-mata untuk mengamankan posisi dan legitimasi dinasti Umayyah.
Justru sebaliknya, Hajjaj berbalik mengecam sikap Umar yang dinilainya terlalu lunak kepada kelompok tersebut. Sikap Umar tersebut menurut Hajjaj bisa melemahkan posisi dinasti Umayyah.
Hajjaj bin Yusuf memiliki posisi tersendiri bagi Al Walid. Ia tidak bisa menegasikan peran sentral Hajjaj dalam mengokohkan pondasi kekuasaan Dinasti Umayyah. Maka setelah membaca surat dari Hajjaj, Al Walid membalas surat tersebut dengan berkata, “Ajukan aku beberapa nama”, kemudian Hajjaj mengajukan dua nama, ‘Uthman bin Hayyan dan Khalid bin ‘Abdullah.
Setelah mendapatkan rekomendasi nama dari Hajjaj, maka Umar pun langsung dicopot. Al-Walid kemudian menunjuk Uthman bin Hayyan sebagai Gubernur Makkah, dan Khalid bin Abdullah menjadi Gubernur Madinah.
Tapi bagaimanapun kuatnya, Hajjaj bin Yusuf hanya seorang abdi. Dalam skema perebutan kekuasan Khalifah, ia tidak berdaya. Sebagaimana sudah diamanatkan oleh Abdul Malik, bahwa khalifah pengganti Al-Walid adalah Sulaiman bin Abdul Malik.
Hubungan Sulaiman dengan Hajjaj tidaklah baik. Maka ketika Hajjaj mendengar kabar bahwa Al-Walid menderita sakit, ia langsung berdoa agar ia lebih baik diwafatkan sebelum Sulaiman naik takhta. Dan doanya terkabul. Dia wafat hanya beberapa bulan sebelum Sulaiman naik takhta.
Selanjutnya Al Walid wafat pada tahun 96 H. Maka naiklah Sulaiman bin Abdul Malik menjadi Khalifah. Nah, pada masa pemerintahan Sulaiman inilah karier politik Umar bin Abdul Aziz bangkit kembali. Sulaiman mengangkat Umar bin Abdul Aziz sebagai tangan kanannya dan sebagai penasihat utama. Tangga politik inilah di kemudian hari yang mengantarkan Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah, pengganti Sulaiman bin Abdul Malik.
(mhy)