Umar bin Abdul Aziz Minta Nasehat Si Burung Merak Ini

Kamis, 10 September 2020 - 13:40 WIB
loading...
Umar bin Abdul Aziz Minta Nasehat Si Burung Merak Ini
Ilustrasi/Ist
A A A
SESAAT setelah khalifah muslimin Sulaiman bin Abdul Malik bin Marwan menurunkan barang-arangnya di dekat Baitul Atiq, lalu melepas kerinduannya kepada Ka’bah, beliau menoleh kepada pengawalnya dan berkata, “Carilah seorang alim yang dapat memberikan peringatan kepada kita di hari mulia di antara hari-hari Allah ini.” ( )

Pengawal itu berangkat menemui orang-orang yang tengah berhaji dan bertanya sesuai dengan yang dikehendaki oleh khalifah . Orang-orang berkata, “Di sini ada Thawus bin Kaisan , tokoh ulama ahli fiqh yang paling jujur perkataannya dalam dakwah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu temuilah dia.” ( )

Tokoh yang dimaksud adalah Dzakhwan bin Kaisan yang mendapat julukan Thawus (burung merak) karena dia laksana thawus bagi para fuqaha dan pemuka pada masanya.

Pengawal itu menghampiri Thawus dan berkata, “Ikutlah dengan kami, Amirul Mukminin mengundang Anda wahai syaikh!”

Tanpa membuang-buang waktu, Thawus mengikutinya. Menurut beliau bahwa setiap da’i tidak boleh menyia-nyiakan waktu bila ada kesempatan. Setiap kali diundang, mereka bersegera datang. ( )

Ia juga meyakini bahwa kalimat yang utama untuk disampaikan adalah kalimat yang benar untuk meluruskan para penguasa yang menyimpang dan menjauhkan mereka dari kezaliman dan kekejaman, sekaligus mendekatkan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sesampainya di depan Amirul Mukminin, beliau memberi salam dan disambut dengan sangat ramah. Selanjutnya khalifah membimbing beliau menuju majelisnya, lalu bertanya tentang persoalan manasik haji. Beliau mendengarkan dengan tekun dan penuh hormat. ( )

Ketika beliau merasa bahwa Amirul Mukminin sudah mendapatkan keterangan yang diperlukan dan tak ada lagi yang dipertanyakan, Thawus berkata dalam hati, “Ini adalah majelis yang kelak engkau akan diminta pertanggung jawaban oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, wahai Thawus.”

Thawus, menoleh kepada khalifah dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ada suatu batu besar di tepi sumur jahannam. Batu itu dilemparkan ke dasar jahannam dan baru mencapai dasarnya setelah 70 tahun. Tahukah Anda untuk siapakah sumur itu disediakan, wahai Amirul Mukminin?”

Khalifah berkata, “Tidak, duhai celaka, untuk siapa itu?”

Thawus bin Kaisan menjawab, “Untuk orang-orang yang Allah sebagai penegak hukum-Nya namun dia menyelewengkannya.”

Tiba-tiba saja tubuh Khalifah Sulaiman gemetaran sampai aku menduga ruhnya akan terbang dari jasadnya. Setelah itu beliau menangis tersedu-sedu. Kemudian Thawus meninggalkan majelis dan pulang sedangkan khalifah mendoakan agar Thawus mendapat balasan yang lebih dari Allah.

Tatkala khalifah berpindah ke tangan Umar bin Abdul Aziz, Thawus menerima surat dari Amirul Mukminin yang isinya, “Berilah aku nasihat, wahai Abu Abdirrahman!”

Thawus bin Kaisan menjawab surat tersebut dengan sebaris kalimat singkat, “Bila Anda menghendaki seluruh amal Anda baik, maka angkatlah para pengawal dari orang-orang yang baik pula, wassalam.”

Demi membaca surat jawaban tersebut khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata, “Cukuplah ini sebagai peringatan… cukuplah ini sebagai peringatan…”

Gusar
Begitu pula ketika khilafah beralih ke tangan Hisyam bin Abdul Malik, banyak kejadian masyhur dan mengesankan antara dia dengan Thawus bin Kaisan.

Sebagai contoh adalah peristiwa ketika Hisyam datang untuk menunaikan haji. Begitu memasuki Tanah Haram, dia berkata kepada pemuka Makkah: “Carikan aku seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Mereka berkata, “Wahai Amirul Mukminin, para sahabat telah wafat satu demi satu hingga tak satupun tersisa.”

Hisyam berkata, “Jika demikian, carikan di antara ulama tabi’in!” Maka dipanggillah Thawus bin Kaisan.

Thawus bin Kaisan datang menghadap, beliau membuka sepatunya di tepi permadani, lalu memberi salam tanpa menyebut “Amirul Mukminin” dan hanya menyebutkan namanya saja tanpa atribut kehormatan. Kemudian beliau langsung duduk sebelum khalifah memberi izin dan mempersilakannya.

Rupanya Hisyam tersinggung dengan perlakuan tersebut, sehingga tampak kemarahan dari pandangan matanya. Dia menganggap hal itu kurang sopan dan tidak hormat, terlebih di hadapan para pejabat dan pengawalnya.

Hanya saja dia sadar bahwa saat itu berada di Tanah Haram, rumah Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga dia menahan dirinya lalu berkata,

Hisyam: “Mengapa Anda berbuat seperti itu wahai Thawus?”
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2433 seconds (0.1#10.140)