Nyetel Murottal di Masjid dan Pahala Mendengarkan Al-Qur'an

Selasa, 16 November 2021 - 15:01 WIB
Ustaz Ahmad Sarwat, pengasuh Rumah Fiqih Indonesia. Foto/Ist
Ustaz Ahmad Sarwat Lc MA

Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia,

Lulusan Universitas Islam Imam Muhammad Ibnu Suud LIPIA,

Jurusan Perbandingan Mazhab

Nyetel itu maksudnya memutar file MP3 dan memperdengarkannya. Urusannya nanti didengerin atau cuma biar tidak sepi, itu lain cerita.



Biasanya nyetel murottal itu dilakukan oleh para marbot masjid, beberapa menit menjelang waktu Shubuh. Speaker masjid di Jakarta biasanya sudah sahut-sahutan nyetel Murottal menjelang adzan Shubuh.

Bagus? Masak nggak bagus. Bagus banget lah. Namanya juga masjid, masak nyetel wayang? Pantes-pantesnya ya nyetel Murottal.

Apalagi momennya menjelang Shubuh, masak nyetel gambus? Ntar dikira lagi hajatan. Mana ada hajatan menjelang Shubuh.

Namun, perlu dibedakan antara nyetel murattal di speaker dengan mendengarkan Al-Qur'an. Nyetel murattal itu sifatnya memperdengarkan. Dan orang yang mendengarnya belum tentu mendengarkan. Tergantung orangnya juga.

Di sini ada sedikit beda antara 'sekadar mendengar' dengan 'mendengarkan'. Sama-sama dengar, tapi yang satu tidak berpahala dan satunya lagi berpahala.

Kok gitu? Karena mendengar suara murattal itu sekadar dengar saja, tidak diniatkan untuk 'mendengarkan'. Orang kafir pun dengar, termasuk kerbau, kambing dan semua makhluk melata lainnya. Apa pada dapat pahala? Nggak kan?

Sedangkan mendengarkan itu dapat pahala, gimana ceritanya? Karena mendengarkan Al-Qur'an itu memang diperintahkan dalam Al-Qur'an. Maka mendengarkan Al-Qur'an itu jadi ibadah. Ini dalilnya kalau ribut minta dalil.

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ


"Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat." (QS. Al-Araf: 204)

Bedakan antara sami'a (سمع) dengan istama'a (استمع). Sami'a itu artinya mendengar secara umum, sedangkan istama'a itu bukan sekedar mendengar, tapi lebih aktif lagi menjadi: mendengarkan, menyimak dan memperhatikan dengan tenang.

Terus, apa bedanya antara mendengar dengan mendengarkan? Mendengarkan itu pakai adab, etika dan aturan. Sedangkan sekadar mendengar itu sambil lalu saja. Malah bisa sambil mengerjakan sesuatu yang lain.

Sederhananya seperti makmum dan bukan makmum. Makmum itu sholat sambil mendengarkan bacaan imam. Makmum kudu diam dan tidak boleh sibuk baca Al-Fatihah sendiri. Nanti selesai imam baca Fatihah, barulah makmum masing-masing baca Al-Fatihah sendiri-sendiri secara sirr.

Nah, sebagai orang yang mendengarkan Al-Qur'an, status dan pahalanya ternyata disejajarkan dengan yang baca. Bahkan dalam kasus tertentu, bacaan imam dianggap bisa mengkover kewajiban bacaan makmum.

Misalnya dalam kasus imam sudah rukuk dan makmum baru gabung. Si makmum dianggap sudah dapat satu raka'at padahal tidak sempat baca Al-Fatihah. So, mulai nyambung kan bedanya antara mendengarkan dengan sekadar dengar?
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Anas radhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terbiasa membaca doa: YA MUQALLIBAL QULUUB TSABBIT QALBII 'ALAA DIINIKA (Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku berada di atas agamamu). Kemudian aku pun bertanya, Wahai Rasulullah, kami beriman kepadamu dan kepada apa yang anda bawa. Lalu apakah anda masih khawatir kepada kami? Beliau menjawab: Ya, karena sesungguhnya hati manusia berada di antara dua genggaman tangan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Dia bolak-balikkan menurut yang dikehendaki-Nya.

(HR. Tirmidzi No. 2066)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More