Bahlul kepada Harun Ar-Rasyid: Jangan Engkau Bayar Utang dengan Utang
Selasa, 21 Desember 2021 - 10:43 WIB
Imam Ibnul Jauzi dalam bukunya berjudul "Uyun Al-Hikayat Min Qashash Ash-Shalihin wa Nawodir Az-Zahidin" mengisahkan dialog antara Bahlul dan Khalifah Harun Ar-Rasyid berdasar kesaksian Al-Fadhl bin Rabi.
Suatu ketika Al-Fadhl bin Rabi berangkat haji bersama Harun Ar-Rasyid. Dalam perjalanan, mereka melewati wilayah Kufah. Di sana, mereka mendapati Bahlul yang gila sedang meracau. “Diamlah engkau, karena Amirul Mukminin sedang lewat,” ujar Al-Fadhl bin Rabi kepada Bahlul.
Bahlul pun diam. Namun ketika tandu Amirul Mukminin berjalan melewatinya, Bahlul pun berkata, “Wahai Amirul Mukminin, Aiman bin Nail telah menceritakan kepadaku, bahwa Qudamah bin Abdillah Al-Amiri telah menceritakan kepadanya, dia berkata:
'Saya melihat Nabi di Mina sedang berada di atas unta, di bawahnya ada seorang lelaki yang tampangnya kusut, namun beliau tidak mengusirnya, atau memukulnya, atau melakukan sesuatu seperti yang engkau lakukan".
Al-Fadhl bin Rabi pun memberitahukan Harun Ar-Rasyid bahwa dia adalah Bahlul si gila.
“Iya, saya tahu," jawab Harun ar-Rasyid.
"Hai Bahlul, katakanlah apa yang engkau mau?" ujar Amirul Mukminin kepada Bahlul.
“Katakanlah engkau telah menguasai seluruh dunia, dan menundukkan seluruh negeri, namun setelah itu apa? Bukankah besok nasibmu tetap akan menjadi penghuni kubur, dan orang-orang menimbunmu dengan tanah?” ujar Bahlul.
"Kau Benar hai Bahlul. Apakah ada yang lain?" tanya Ar-Rasyid.
Ia berkata, “Ada, wahai Amirul Mukminin. Siapa yang diberikan rezeki oleh Allah berupa raut wajah yang indah, dan harta yang banyak, kemudian dia menjaga diri dari tergelincir dalam kemaksiatan karena keindahannya itu, dan dia banyak bersedekah dengan hartanya itu, niscaya dia akan ditulis oleh Allah dalam kelompok orang-orang abrar yang saleh.”
Al-Fadhl berpikir Ar-Rasyid menyangka Bahlul menginginginkan sesuatu. Sehingga beliau berkata, “Kami telah memerintahkan untuk melunasi utangmu.”
Bahlul berkata, “Jangan, wahai Amirul Mukminin. Jangan engkau bayar utang dengan utang. Kembalikanlah hak orang kepada pemiliknya. Bayarlah utang dirimu sendiri. Karena dirimu adalah jiwa yang satu. Jika dia celaka, maka demi Allah, tidak mungkin dia dapat terselamatkan.”
Ia berkata, “Kami telah memerintahkan agar engkau diberikan balasan.”
Bahlul menjawab, “Jangan, wahai Amirul Mukminin. Tidak mungkin Dia memberikanmu namun melupakanku. Karena balasanku diberikan oleh yang memberikan anugerah kepadamu. Sehingga saya tidak memerlukan pemberianmu.?”
Selanjutnya dia berpaling pergi sambil mengucap, “Saya bertawakal kepada Allah, dan saya tidak tidak mengharapkan dari selain Allah. Rezeki tidak datang dari manusia, namun rezeki datang dari Allah.”
Suatu ketika Al-Fadhl bin Rabi berangkat haji bersama Harun Ar-Rasyid. Dalam perjalanan, mereka melewati wilayah Kufah. Di sana, mereka mendapati Bahlul yang gila sedang meracau. “Diamlah engkau, karena Amirul Mukminin sedang lewat,” ujar Al-Fadhl bin Rabi kepada Bahlul.
Bahlul pun diam. Namun ketika tandu Amirul Mukminin berjalan melewatinya, Bahlul pun berkata, “Wahai Amirul Mukminin, Aiman bin Nail telah menceritakan kepadaku, bahwa Qudamah bin Abdillah Al-Amiri telah menceritakan kepadanya, dia berkata:
'Saya melihat Nabi di Mina sedang berada di atas unta, di bawahnya ada seorang lelaki yang tampangnya kusut, namun beliau tidak mengusirnya, atau memukulnya, atau melakukan sesuatu seperti yang engkau lakukan".
Al-Fadhl bin Rabi pun memberitahukan Harun Ar-Rasyid bahwa dia adalah Bahlul si gila.
“Iya, saya tahu," jawab Harun ar-Rasyid.
"Hai Bahlul, katakanlah apa yang engkau mau?" ujar Amirul Mukminin kepada Bahlul.
“Katakanlah engkau telah menguasai seluruh dunia, dan menundukkan seluruh negeri, namun setelah itu apa? Bukankah besok nasibmu tetap akan menjadi penghuni kubur, dan orang-orang menimbunmu dengan tanah?” ujar Bahlul.
"Kau Benar hai Bahlul. Apakah ada yang lain?" tanya Ar-Rasyid.
Ia berkata, “Ada, wahai Amirul Mukminin. Siapa yang diberikan rezeki oleh Allah berupa raut wajah yang indah, dan harta yang banyak, kemudian dia menjaga diri dari tergelincir dalam kemaksiatan karena keindahannya itu, dan dia banyak bersedekah dengan hartanya itu, niscaya dia akan ditulis oleh Allah dalam kelompok orang-orang abrar yang saleh.”
Al-Fadhl berpikir Ar-Rasyid menyangka Bahlul menginginginkan sesuatu. Sehingga beliau berkata, “Kami telah memerintahkan untuk melunasi utangmu.”
Bahlul berkata, “Jangan, wahai Amirul Mukminin. Jangan engkau bayar utang dengan utang. Kembalikanlah hak orang kepada pemiliknya. Bayarlah utang dirimu sendiri. Karena dirimu adalah jiwa yang satu. Jika dia celaka, maka demi Allah, tidak mungkin dia dapat terselamatkan.”
Ia berkata, “Kami telah memerintahkan agar engkau diberikan balasan.”
Bahlul menjawab, “Jangan, wahai Amirul Mukminin. Tidak mungkin Dia memberikanmu namun melupakanku. Karena balasanku diberikan oleh yang memberikan anugerah kepadamu. Sehingga saya tidak memerlukan pemberianmu.?”
Selanjutnya dia berpaling pergi sambil mengucap, “Saya bertawakal kepada Allah, dan saya tidak tidak mengharapkan dari selain Allah. Rezeki tidak datang dari manusia, namun rezeki datang dari Allah.”
(mhy)