Nabi Joshua, Pengganti Nabi Musa yang Merebut Baitul Maqdis
Rabu, 05 Januari 2022 - 15:14 WIB
Nabi Yusya' AS atau Joshua (dalam Bahasa Inggris), atau Yehoshu (Bahasa Ibrani), atau Isho (Bahasa Aramaic) adalah nabi yang ditunjuk langsung Nabi Musa sebagai penggantinya. Dialah yang membawa Bani Israil memasuki Baitul Maqdis .
Nama Yusya' tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Al-Qur'an. Namun, beliaulah yang mendampingi Nabi Musa AS ketika keduanya berjalan hingga bertemu dengan Nabi Khidir seperti yang tertuang dalam sebuah ayat di Surah Al-Kahfi:
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun." ( QS Al-Kahfi : 60)
Kalangan mufassir termasuk Ibnu Katsir menjelaskan bahwa murid Nabi Musa yang disebut dalam Al-Quran tersebut adalah Yusya' ibnu Nun.
Selanjutnya nama Yusya' juga disebut Al-Quran dalam surat Al-Maidah ayat 23. Allah SWT berfirman:
“Berkatalah dua orang laki-laki di antara mereka yang bertakwa, yang telah diberi nikmat oleh Allah, ‘Serbulah mereka melalui pintu gerbang itu. Jika kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman.” ( QS Al-Ma’idah : 23)
Dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa dua orang laki-laki di antara mereka tersebut adalah Yusya' dan Kalib. Ibnu Katsir juga mengatakan kedua orang tersebut menurut suatu pendapat bernama Yusya’ ibnu Nun dan Kalib ibnu Yufana. Demikian menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Atiyyah, As-Saddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf.
Tokoh Sentral
Di sisi lain, Nabi Yusya' disebut sebagai tokoh sentral di Kitab Yosua, Alkitab Perjanjian Lama. Dalam keterangan lain, seperti yang tercantum di Kitab Keluaran (Exodus), Bilangan dan Kitab Yosua, ia disebut sebagai abdi dan murid dari Nabi Musa yang menjadi pemimpin Bani Israil menggantikan Nabi Musa.
Nabi Musa dianugerahi mukjizat besar ketika membawa kaumnya keluar dari negeri Firaun di Mesir dalam sebuah pelarian yang spektakuler. Kala itu, dibentangkanlah jalan kering yang membelah Laut Merah dengan izin-Nya.
Namun, selepas peristiwa itu, kaum Bani Israil ternyata masih terikat dengan hawa nafsu, keadaan yang nyaman dan kemewahan negeri Mesir yang dulu — sehingga mereka lalu menyembah patung sapi emas yang dibuat dari leburan barang-barang berharga yang sempat mereka bawa selama pelarian.
Lama waktu berselang, Bani Israil kembali menentang perintah nabinya sendiri untuk berperang dan memasuki Yerusalem, tanah yang dijanjikan kepada mereka. Mereka berdalih bahwa kota itu dikelilingi oleh benteng yang sangat tebal dan kokoh, serta dijaga oleh sosok bangsa berperawakan besar. Rasa takut, yang bersumber dari kecintaan akan dunia ini, membuat Bani Israil enggan untuk berjihad di Jalan Allah.
Nabi Musa menyadari bahwa selama hati kaumnya masih tertawan pada kecintaan hidup di dunia, tidak akan mungkin bisa menduduki Yerusalem.
Hal serupa pernah disabdakan oleh Rasulullah SAW tatkala Beliau menerangkan mengapa Bani Israil tertunda memasuki Baitul Maqdis. Rasulullah bersabda, "Tidak akan ada seorang pun penyembah berhala yang bisa memasuki Baitul Maqdis (Yerusalem)."
Karena keengganan mereka untuk berjihad ini, Bani Israil terhukum dengan melewati hidup terkatung-katung di padang gurun selama 40 tahun lamanya. Rentang 40 tahun ini menjadi rentang masa yang cukup untuk melahirkan sebuah generasi baru Bani Israil.
Menjelang akhir hayatnya, Nabi Musa menyadari bahwa saat-saat yang ditunggu telah tiba bagi kaumnya untuk memasuki tanah yang dijanjikan, meskipun tanpa kehadiran dirinya. Melalui bimbingan Allah SWT, Nabi Musa pun mempersiapkan Yusya' bin Nun, sebagai pemimpin Bani Israil menggantikan dirinya.
Nama Yusya' tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Al-Qur'an. Namun, beliaulah yang mendampingi Nabi Musa AS ketika keduanya berjalan hingga bertemu dengan Nabi Khidir seperti yang tertuang dalam sebuah ayat di Surah Al-Kahfi:
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَىهُ لَآ أَبْرَحُ حَتَّىٓ أَبْلُغَ مَجْمَعَ ٱلْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِىَ حُقُبًا
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun." ( QS Al-Kahfi : 60)
Kalangan mufassir termasuk Ibnu Katsir menjelaskan bahwa murid Nabi Musa yang disebut dalam Al-Quran tersebut adalah Yusya' ibnu Nun.
Selanjutnya nama Yusya' juga disebut Al-Quran dalam surat Al-Maidah ayat 23. Allah SWT berfirman:
قَالَ رَجُلَانِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Berkatalah dua orang laki-laki di antara mereka yang bertakwa, yang telah diberi nikmat oleh Allah, ‘Serbulah mereka melalui pintu gerbang itu. Jika kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman.” ( QS Al-Ma’idah : 23)
Dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa dua orang laki-laki di antara mereka tersebut adalah Yusya' dan Kalib. Ibnu Katsir juga mengatakan kedua orang tersebut menurut suatu pendapat bernama Yusya’ ibnu Nun dan Kalib ibnu Yufana. Demikian menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Atiyyah, As-Saddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf.
Tokoh Sentral
Di sisi lain, Nabi Yusya' disebut sebagai tokoh sentral di Kitab Yosua, Alkitab Perjanjian Lama. Dalam keterangan lain, seperti yang tercantum di Kitab Keluaran (Exodus), Bilangan dan Kitab Yosua, ia disebut sebagai abdi dan murid dari Nabi Musa yang menjadi pemimpin Bani Israil menggantikan Nabi Musa.
Nabi Musa dianugerahi mukjizat besar ketika membawa kaumnya keluar dari negeri Firaun di Mesir dalam sebuah pelarian yang spektakuler. Kala itu, dibentangkanlah jalan kering yang membelah Laut Merah dengan izin-Nya.
Namun, selepas peristiwa itu, kaum Bani Israil ternyata masih terikat dengan hawa nafsu, keadaan yang nyaman dan kemewahan negeri Mesir yang dulu — sehingga mereka lalu menyembah patung sapi emas yang dibuat dari leburan barang-barang berharga yang sempat mereka bawa selama pelarian.
Lama waktu berselang, Bani Israil kembali menentang perintah nabinya sendiri untuk berperang dan memasuki Yerusalem, tanah yang dijanjikan kepada mereka. Mereka berdalih bahwa kota itu dikelilingi oleh benteng yang sangat tebal dan kokoh, serta dijaga oleh sosok bangsa berperawakan besar. Rasa takut, yang bersumber dari kecintaan akan dunia ini, membuat Bani Israil enggan untuk berjihad di Jalan Allah.
Nabi Musa menyadari bahwa selama hati kaumnya masih tertawan pada kecintaan hidup di dunia, tidak akan mungkin bisa menduduki Yerusalem.
Hal serupa pernah disabdakan oleh Rasulullah SAW tatkala Beliau menerangkan mengapa Bani Israil tertunda memasuki Baitul Maqdis. Rasulullah bersabda, "Tidak akan ada seorang pun penyembah berhala yang bisa memasuki Baitul Maqdis (Yerusalem)."
Karena keengganan mereka untuk berjihad ini, Bani Israil terhukum dengan melewati hidup terkatung-katung di padang gurun selama 40 tahun lamanya. Rentang 40 tahun ini menjadi rentang masa yang cukup untuk melahirkan sebuah generasi baru Bani Israil.
Menjelang akhir hayatnya, Nabi Musa menyadari bahwa saat-saat yang ditunggu telah tiba bagi kaumnya untuk memasuki tanah yang dijanjikan, meskipun tanpa kehadiran dirinya. Melalui bimbingan Allah SWT, Nabi Musa pun mempersiapkan Yusya' bin Nun, sebagai pemimpin Bani Israil menggantikan dirinya.