Begini Sikap Suami Ketika Istri Berbuat Nusyuz

Kamis, 27 Januari 2022 - 07:15 WIB
لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ


“Sungguh, engkau telah mengucapkan kalimat yang sekiranya dicampur dengan air laut, niscaya ia akan mengubahnya.” (Sunan Abu Daud, 4/269, Sunan at-Tirmidzi, 4/660)

2. Pisah ranjang dengannya

وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ


“…Dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka…” (QS. An-Nisa’: 34)

Sangat mungkin tak cukup hanya sekedar dihukum dengan nasehat lisan saat istri berbuat nusyuz. Jika kondisinya seperti ini, perlu solusi lanjutan. Dari nasehat lisan, sedikit meningkat ke level tindakan; pisah ranjang dengan istri.

Agaknya terkesan ekstrim dan tidak adil menegur perbuatan nusyuz dengan cara berpisah ranjang dengan istri. Namun sebenarnya tidak. Ukurannya adalah tingkat kedurhakaan istri. Semakin parah tingkat kedurhakaan dan pembangkangan istri terhadap suami, maka perlu ditingkatkan pula model hukuman suami untuk menyikapi perilaku istrinya tersebut.

Terkecuali dalam kasus-kasus tertentu yang memang dengan nasehat lisan saja sudah cukup untuk menyadarkan istri dari perilaku nusyuz. Ibarat batu, semakin keras komposisi batu, maka butuh alat yang semakin kuat pula untuk memecahkannya.

Penafsiran penggalan ayat “…Dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka…” sangatlah beragam. Namun, seluruh perbedaan penafsiran para ulama tersebut mengarah pada satu maksud utama pemberian sanksi kepada istri yang berbuat nusyuz, yaitu dengan tidak tidur bersama istri di ranjang, atau membelakanginya ketika tidur bersamanya dalam satu ranjang, atau tidak berhubungan badan dengannya, atau tidak mengajaknya berbicara. Semua mengarah kepada satu makna; hajr. Hajr berarti meninggalkan atau menjauhi (Lisanul ‘Arab, 5/250).

Oleh Ibnu Katsir, Hajr dimaknai dengan tidak mengumpuli istri, tidak satu ranjang dengan istri, berpaling dari istri, dan tidak berbicara dengan istri. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/493)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mempraktekkan cara ini. Ketika beliau merahasiakan sesuatu kepada Hafshah, ternyata Hafshah malah menceritakannya kepada Aisyah. Lalu keduanya malah saling membantu menyusahkan posisi Nabi melalui beberan rahasia itu. Perilaku nusyuz Hafshah dan Aisyah inilah yang membuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akhirnya mengambil jalan pisah ranjang dengan keduanya selama sebulan dalam rangka menyadarkan kedua istri beliau akan keburukan perilaku nusyuz tersebut. (Tafsir As-Sa’di, 1/177)

3. Pukul dengan Lembut

وَاضْرِبُوهُنَّ


“…Dan pukullah mereka…” (QS. An-Nisa’: 34)

Keliru jika memaknai “memukul istri” dalam ayat di atas dengan pukulan sebagaimana seorang petinju yang njotosi lawan tandingnya. “Memukul” dalam ayat tersebut maksudnya adalah memukul istri dengan pukulan yang tidak melukai dan tidak membahayakan. Pukulan yang mendidik, pukulan tak membekas, tanpa meninggalkan luka. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/493)

Kenapa sampai harus memukul istri? Karena istri berbuat nusyuz, sudah disadarkan dengan nasehat lisan, lalu pisah ranjang, namun itu belum juga menyadarkan istrinya dari tindakan nusyuz. Memukul istri adalah langkah ketiga dalam menyadarkan istri, setelah langkah pertama dan kedua sudah ditempuh, dan gagal.

Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memukul istrinya? Tidak, Rasulullah tak pernah memukul istrinya. Pernyataan ini diperkuat langsung oleh kesaksian Aisyah istri beliau. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tak pernah memukul siapapun dengan tangannya, baik kepada istrinya atau kepada pembantunya, kecuali saat beliau berjihad di jalan Allah.” (HR. Ahmad, no. 2209)

Artinya, dalam kehidupannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mendapati perbuatan istri-istri beliau yang membangkang (nusyuz) sampai pada tingkatan cara menyadarkannya harus dengan memukul. Pernah suatu kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menepuk, sedikit mendorong, bagian dada Aisyah dengan posisi tangan mengepal. Oleh para ulama fikih, tindakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini tidak dimaknai dengan memukul sebagaimana tafsir ayat di atas. Tindakan itu hanya sanksi ringan karena Aisyah telah berburuk sangka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Hasyiyah as-Sindi ‘ala Sunan an-Nasa-i, 4/93)



Wallahu A'lam
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
cover top ayah
وَلَا تَقۡفُ مَا لَـيۡسَ لَـكَ بِهٖ عِلۡمٌ‌ ؕ اِنَّ السَّمۡعَ وَالۡبَصَرَ وَالۡفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤٮِٕكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡـُٔوۡلًا (٣٦) وَلَا تَمۡشِ فِى الۡاَرۡضِ مَرَحًا‌ ۚ اِنَّكَ لَنۡ تَخۡرِقَ الۡاَرۡضَ وَلَنۡ تَبۡلُغَ الۡجِبَالَ طُوۡلًا (٣٧) كُلُّ ذٰ لِكَ كَانَ سَيِّئُهٗ عِنۡدَ رَبِّكَ مَكۡرُوۡهًا (٣٨)
Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung. Semua itu kejahatan yang sangat dibenci di sisi Tuhanmu.

(QS. Al-Isra Ayat 36-38)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More